18 : Being Good Will Bring You An Eternal Happiness....

816 36 1
                                    

Cylla duduk tegang, dan Evan dapat menyadari kalau gadis itu tengah dilanda kegalauan. Ia menepuk punggung tangan Cylla dan tersenyum. Cylla mengangguk, meyakinkan kalau dirinya baik-baik saja.

Tak lama kemudian, seorang polisi menuntun Luella yang memakai baju napi. Ketika melihat Evan dan Cylla, Luella memutar bola matanya malas. Gadis itu kini duduk di hadapan Cylla dan Evan.

"Apa...kabarmu?" tanya Cylla.

Luella mendengus, "Tidak perlu basa-basi. Bagaimana menurutmu? Apakah aku bahagia tinggal di sel yang kotor?" serunya. "Dengar, selepas aku bebas nanti, aku akan mencarimu."

"Silakan saja, Luella. Kau memang jahat ternyata. Asalkan kau tahu, kau terancam dihukum hukuman seumur hidup di sini." Peringat Evan.

"Luella," Cylla mendesah, "sebenarnya, kau bisa memilih jalan yang lain untuk hidupmu. Bukan jalan seperti ini."

"Aku menginginkannya terjadi. Aku senang, dan aku puas pernah membuatmu menderita." Luella menjawab angkuh.

Cylla menghela napas. Ia sadar sampai kapan pun Luella takkan pernah sadar, ia bahkan tidak meminta maaf atas perbuatannya. "Mungkin kau benar. Tapi kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu tidak hanya di sini, tapi di alam sana." Cylla mengingatkan, "Bertobatlah, Luella. Mau sampai kapan kau terus-menerus bersikap jahat? Tidakkah kau lelah?"

"Aku lelah hidup menderita di tengah kemiskinan. Jangan kau berpikir aku akan jera, Cylla. Justru ini semua memotivasiku agar bisa melakukan sesuatu yang..." Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Cylla, "lebih jahat."

Cylla tercekat, begitu pula halnya dengan Evan. Ternyata, Luella semakin hari semakin jahat dan kelakuannya semakin tidak terkendali.

Luella tertawa dan berdiri. Seorang sipir menghampirinya. "Sayang sekali, aku harus kembali ke sel. Sampai nanti, sampai jumpa ketika aku bebas nanti...jangan merindukanku." Luella mengedipkan matanya. Setelah itu, ia dan sipir tersebut menghilang dari pandangan.

****

"Aku sangat menyesal melihatnya menjadi sejahat itu." Seru Cylla. Ia berjalan di samping Evan. Tadinya, ia mau langsung pulang saja, karena ia begitu pusing. Tapi Evan mengajaknya untuk berjalan-jalan sebentar.

"Ya, aku juga sangat terkejut. Sangat susah untuk dipungkiri kalau aku ternyata pernah mencintainya." Kata Evan menerawang.

"Apakah kau sekarang masih mencintainya?" tanya Cylla berhenti berjalan. Ia menatap Evan.

"Tidak. Ah, bohong, dusta. Masih ada segelintir rasa yang aku rasakan untuknya. Tapi aku yakin semua akan sirna seiring berjalannya waktu." Jawab Evan.

"Evan, kau adalah orang baik. Kau layak mendapatkan yang lebih daripada Luella. Suatu saat nanti." Cylla tersenyum, "Maafkan aku...aku...tak bisa melakukan apa-apa."

"Kau sudah sangat membantuku, kok. Tenang saja. Tapi...Cylla..." Evan mendesah, "Mau sampai kapankah kau tidak mau menemui Caesar? Pria itu benar-benar mencintaimu, dan aku juga tahu kau merasakan yang sama. Untuk apa kau memungkirinya? Untuk apa kau membuatnya lebih menderita lagi? Kalian akan sama-sama tersiksa, bukan?"

Cylla terdiam dan kembali berjalan. Selepas upacara pernikahan itu, kedua orangtuanya menyuruhnya kembali tinggal ke rumah. Ia pindah ke rumahnya yang lama, dan ia memang rindu sekali dengan suasana rumahnya, apalagi kehangatan kedua orangtuanya. Memang awalnya berat untuk meninggalkan ibu Luella di rumah itu sendirian, tapi Evan berjanji akan memindahkan Ibu Luella ke apartemennya untuk tinggal bersama dengannya. Kehidupannya sudah kembali seperti sedia kala, seperti sepuluh tahun yang lalu. Kehangatan kedua orangtuanya, harta....tapi Cylla tak merasa bahagia seperti dahulu. Ia kekurangan satu unsur yang dulu melengkapi kebahagiaannya. Caesar.

RaindropsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang