Aku menunggu kedatangan orangtuaku dan orangtua Dyan di ruang tunggu dengan gusar.
Dokter sedang memeriksa keadaan Dyan di dalam. Aku tadi memaksa ikut masuk, tapi tidak diizinkan.
Sebelum dibawa masuk Dyan sempat berbisik lemah.
"Bilang saja tabrak lari. Please."
Aku masih mempertimbangkan pesannya.
Papa dan Mama datang dengan raut muka cemas. Ayah Dyan, masih berseragam kantor, yang disertai istrinya datang tergopoh-gopoh.
"Ada apa sebenarnya, Nak?" Tanya ibu Dyan dengan air mata yang mulai menggenang.
"Tabrak lari, Bu," jawabku singkat.
#######
Di hari ketiganya di rumah sakit, Dyan sudah bisa tertawa lagi, meskipun empat jahitan luka di bahu kanan dan luka lecet di sekujur lengan belum kering.
Di kakinya juga ada beberapa cedera yang disebutnya 'tidak terlalu serius'.
Kunjungan teman-teman silih berganti.
Sore itu Joe, Ririn, Wayan, Anita dan Zain datang.
"Eh, kalian nggak cuma bawa bunga, kan. Sudah sepet ini mulutku."
Aku kagum dengan selera humornya yang tak berhenti, walau aku tahu tubuhnya pasti ngilu dan nyeri.
"Nggak, dong. Nih ada roti kacang ijo-keju sama jeruk. Em, boleh nggak kamu makan ginian?" Tanya Anita ragu.
"Yang sakit itu kulitku. Bukan perut. Mana? Aku laper nih. Makanan rumah sakit nggak terlalu membangkitkan selera. Ya kan, Dian?"
Aku cuma tersenyum. Benar- benar pasien sinting.
"Ini orang sakit kok selera makan masih gila-gilaan," goda Joe.
"Dia nggak minta bakso kan, Dian?" Tanya Wayan.
"Nggak. Cuma mie ayam. Dua porsi," jawabku sambil tertawa.
Dyan melotot. "Kamu teman apa bukan sih?"
Kami cukup berisik sampai kena tegur perawat jaga. Terutama suara tawa Anita dan Joe yang mirip petir.
"Kamu bener-bener gak lihat yang nabrak?" Selidik Zain.
"Gak. Cepet banget kejadiannya. Ya kan, Dian?"
Aku mengangguk, berbohong sekali lagi.
"Oke deh. Cepetan sembuh. Semester dah deket ini," kata Ririn.
Astaga! Semesteran kan sebulan lagi. Aku sampai melupakan hal sepenting itu. Beberapa hari ini pikiranku hanya dipenuhi luka-luka Dyan.
Setelah teman-teman pergi, aku duduk di sisi Dyan.
"Apa nggak sebaiknya kita omongkan yang sesungguhnya? Kenapa sih masih juga nutup-nutupi orang yang melukaimu dua kali dalam sehari. Ini sudah masuk kriminalitas, Dy.?
Dyan memandanku serius.
"Apa kamu nggak mikir selanjutnya, apalagi kalau temen-temen kita pada tahu. Dipastikan mereka akan ngeroyok itu kecoa jalanan plus tiga cewek idamanmu."
"Idaman opamu!" Protesku.
"Terus mereka juga bakal balas dengan gank-nya. Trus gitu deh. Perang akhirnya. Mau kamu jadi sebab perang saudara?"
"Aku juga mikir ke sana. Tapi apa nggak lebih parah jadinya kalau terus dibiarkan?"
"Tenang aja. Setelah ini aku yakin mereka gak akan mau lagi berurusan sama kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
D-Trouble
Teen Fiction(COMPLETED) Dyan si cewek tomboi super santai akhirnya harus jadi ' pengasuh' Dian, cowok kutu buku yang anti sosial, karena mereka bersekolah di SMA yang sama. Dyan harus direpotkan oleh Dian yang tidak pernah berurusan dengan dunia nyata yang terk...