Darmawisata

1.1K 204 20
                                    

Aku menyesal sudah sempat mengomeli Dian. Bodohnya. Diajak liburan ke tempat yang hanya pernah kulihat di atlas kok gak mau. Bodohnya. Dan satu lagi ini yang paling ultimate, naik pesawat ! Horee !

"Kayak anak balita aja. Diajak naik pesawat langsung girang lompat-lompat," ejek Dian.

"Biarin. Memang belum pernah naik pesawat kok. Paling banter ke bandara ngantar tetangga yang mau berangkat naik haji."

"Terus, kenapa kemarin ngomel-ngomel ?" Sindiran Dian langsung tanpa rem.

"Hehehe...."

"Dasar."

"Yah, biasa. Lagi goblok."

"Oh, ngaku juga kalau pernah goblok."

"Terserah. Pokoknya naik pesawat. Yess!" Aku duduk sambil memantul-mantulkan diri di atas kasur Dian sementara ia sibuk packing pakaian. "Kira-kira kalau kalian ke Bali aku diajak lagi gak ya ?"

"Huh. Dikasih hati minta inti atom. Kami sudah sering ke sana. Memangnya kamu sudah pernah ke mana aja ?"

"Rumah Nenek."

"Di mana itu ?"

"Tangerang."

Plokk ! Dian melemparkan salah satu kaos yang sedang disusunnya ke mukaku.

Aku tertawa ngakak. "Napa ? Jauh kan perjalananku ?"

Mau tak mau Dian tertawa juga.

Aih, tampan dia kalo banyak ketawa kayak gitu. Tanpa sadar wajahku merona.

"Mikir apa kamu kok mendadak kayak udang goreng mukamu?"

Astaga. Ketahuan. "Ish, mau tau aja."

Aku bakal panik menjawab kalo sempat Dian tanya-tanya lagi. Untung teriakan Tante Riska menyelamatkan aku.

"Dy, turun sebentar dong."

"Iya, Tante." Aku cepat-cepat kabur.

"Nanti kalau pulang jangan lupa bawa ini klappert taart buatan Tante."

Aku mencuil sedikit ujung kue itu. "Wah, uenaak banget. Tante top deh. Kenapa gak buka toko kue aja ? Pasti laris, Tante !"

"Hmm, idemu boleh juga."

Om Bagas masuk dapur dengan baju dan tangan belepotan oli. Tante Riska langsung memukul pelan tangan si Om yang berusaha mencomot sepotong kue.

"Jorok. Cuci tangan dulu !"

Om Bagas bersungut-sungut. Perasaan mirip aku kalo disuruh Ibu matiin tivi karena sudah kelewat malam. Mungkin seperti itu juga ekspresiku.

"Eh, Dy. Besok jadi ikut kan ?" Tanyanya.

"Jadi dong, Om. Pakaian sudah saya susun rapi."

"Sip. Aku juga sudah izin sama Ibu dan Ayahmu. Ingatkan Om untuk beli pesanan oleh-oleh untuk ayahmu, ya?"

Ayah ! Gak pake sungkan lagi rupanya. Ish.

///////////////

Orangtua Dian punya sebuah rumah yang tak jauh dari Pantai Panjang. Selama ini sepasang suami istri tua yang menjaga dan merawat rumah itu. Mereka tampak sangat senang menyambut kedatangan kami.

Lihat mereka terdengar asing di telingaku. Tapi aku suka mereka.

Mereka langsung membantu kami membereskan barang barang yang kami bawa. Aku dapat kamar di antara kamar Dian dan kamar orangtuanya.

Kedua orang tua itu dengan sigap membereskan barang barang bawaan kami. Aku langsung akrab dengan mereka yang dengan senang hati kupanggil nenek dan kakek, sama dengan cara Dian menyebut mereka.

D-TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang