Dian ngajak nonton konser di alun-alun ! Ha ha ha... Sejak kapan dia mau mencemari kupingnya dengan berbagai bunyi berisik itu ? Mau dikemanain Beethoven sama Jazz-Blues nya coba.
Aku senyum-senyum sendiri membayangkan Dian jingkrak-jingkrak dengan dentaman drum. Hehehe...
"Kak, gorengannya mau gosong tuh," kata Intan yang mendadak masuk dapur.
Astagahhh... cepat-cepat kuangkat bakwan dari wajan.
"Ngelamunin apa sih, Kak, kok senyum-senyum sendiri."
"Anak kecil mau tau aja."
"Kak Danny ya ? Kakak putus sama Kak Dian, ya ?"
"Eh ? Memang sejak kapan Kakak jadian sama Dian ?"
Senyum Intan mengembang. "Kalo gitu, Kak Dian untuk Intan aja ah."
Aku melotot. "Duileh. Kecil-kecil genit amat yah ? Sana main sama kawan seumuranmu !"
"Gak ah. Intan mo main ke rumah Kak Dian aja."
###########
Dian muncul lebih cepat.
Owh ! Dia tampak lain dengan jeans, t-shirt hitam dan jaket bergaya army. Keren !
Tak lama kemudian suara sepeda motor yang sangat akrab di telingaku terdengar mendekat. Danny.
Ia turun dari sepeda motornya dan melihat Dian yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Oh, sudah keduluan rupanya. Malem, Dian," sapa Danny sambil tersenyum kecut. Ia duduk di samping Dian dengan cuek.
Aku menangkap suasana tidak enak di teras rumahku. Aduuh.
"Eh, kalian mau cicip bakwan buatanku, gak ?" tanyaku ragu.
"Mau. Asal nggak gosong aja," jawab Dian santai.
"Pasti Intan yang cerita," gerutuku.
"Gosong dikit gak apa-apa," sahut Danny yang sukses bikin muka Dian masam.
Aku segera melesat ke dapur. Gak enak rasanya melihat dua cowok yang awalnya akrab seperti saudara jadi seperti itu. Gara-gara aku. Astaga. Aku ?
Mereka menyantap bakwan buatanku sambil saling lirik.
Aduh. Memangnya ini jaman koboi terus mereka siap-siap narik pistol sewaktu-waktu. Dor!
"Oke, Dyan. Kita gak mungkin pergi bertiga. Jadi untuk saat ini kamu harus putuskan." Danny jadi sangat serius.
Betul. Kupandangi mereka bergantian selama beberapa detik. Seandainya ada Harry Kane sebagai pilihan ketiga... Hihihi.
"Ehm, baik. Danny, maaf. Tapi Dian sudah duluan datang..."
Wajah Dian langsung berseri lega dan memandang Danny dengan penuh kemenangan.
Danny jelas kecewa tapi ia tetap tampil tegar. "Oke. Cukup adil. Kalau gitu, aku cabut dulu." Ia menyambar jaketnya. "Bye."
Danny melangkah pergi tanpa menengok sedikitpun. Aku jadi semakin tidak enak. Tapi di sisi lain, aku bersyukur Dian datang lebih awal. Aduh, aku kok merasa jahat ya ?
Tapi insiden tadi lenyap seketika ketika kami sudah berada di alun-alun kota dengan suara musik berdentam yang membelah langit malam.
Aku dan Dian ikut larut dalam keramaian yang menyanyi, berteriak, dan melompat-lompat mengikuti irama.
Tak kusangka. Ternyata Dian bisa juga menikmati konser musik seperti ini. Ia nampak gembira dan lepas malam ini.
"Hebat. Nggak heran mereka jadi band papan atas," komentar Dian setelah konser usai. Keringat mengalir di wajahnya yang memerah. Wuih, tampan dia.
Tiba-tiba ada yang menepuk punggung kami.
"Hai, kuadrat !" Sapa Abed ceria. "Senang lihat kalian berduaan lagi."
"Hai, Bed. Sama siapa ?"
"Biasa. Sendiri. Memang ada yang mau sama aku ?"
Kami tertawa.
"Kalian mau langsung pulang ? Ah, belum terlalu malam ini. Makan dulu, yuk ?"
"Kamu mau traktir kami, Bed ?"
"Enak aja. Ya jelas Dian dong." Ia menepuk keras pundak Dian.
Dian balas menonjok ringan lengan atas Abed sambil tertawa. "Oke. Ayo. Ke mana, Dyan ?"
"Kita cari keliling aja. Kalo ada yang selera, kita mampiri. Gimana ?" usul Abed.
"Boleh." Kataku dan Dian serempak. Kami refleks saling berpandangan dan tersenyum.
"Nah, itu baru kuadrat sejati !" seru Abed girang.
Ini cowok keling kok senengnya kayak merayakan tujuhbelasan bareng lebaran dan tahu baru kalo lihat kami bersama. Heran.
Setelah beberapa saat berputar-putar mencari tempat yang kami mau, heh susah memang nyamain selera tiga kepala, kami akhirnya sepakat masuk ke warung tenda yang menyediakan menu bebek. Mulai dari bebek krispi, bebek panggang, bebek geprek, pokoknya komplit. Cuman Donal bebek yang gak ada. Hehehe.
"Kamu mau apa, Dyan ?"
"Sama dengan kamu aja lah. Bebek panggang madu."
"Cieee, asal gak kamunya aja yang dimadu, Dy..." goda Abed.
Aku menjulurkan lidah pada si keling yang hanya ditanggapinya dengan tertawa.
"Kamu, Bed, mau pesen apa ?"
"Apa aja, asal gak beracun."
"Heleh, batre bekas kalo ditepungin terus digoreng bakal kamu sikat juga." Giliranku yang meledek Abed.
Dian dan Abed tertawa bersama.
Lalu pandanganku tertumbuk pada satu sudut yang sama yang mendadak dilihat Dian.
Danny dan tiga cewek centil itu lagi ! Sulit dipercaya.
Mereka tampaknya baru selesai makan dan beranjak pergi dari warung tenda di seberang kami. Dan seperti biasa, ketiga cewek itu merubungi Danny seperti kawanan semut merah menemukan permen loli. Huh.
Danny kelihatannya tidak melihat kami. Tapi Lucy yang berada di boncengan Danny melewati kami pasang wajah mengejek. Dua kawannya yang mengikuti di belakang dengan sebuah sepeda motor matic juga mencibir tanpa ampun.
"Hebat si Danny. Sekali sabet langsung tiga,"sindir Abed yang entah ditujukan pada aku atau Dian. Justru Dian yang tampak mengkhawatirkan aku.
"Sudahlah, Bed. Itu makanan kita sudah datang...."
Abed berusaha tersenyum. Lalu ekspresinya berubah lucu ketika mulai menggigit bebek kremes pesanannya.
"Waaah, lezat ini... Eh, Dian. Kira-kira duitmu masih cukup gak kalo aku nambah tapi dibungkus bawa pulang ?"
"Astaga, Bed," ujarku. "Yang di depanmu aja belum habis sudah mau nambah. Bungkus tuh penggorengannya sekalian."
Dian tersenyum melihatku. Agaknya dia lega aku tidak terlalu terpengaruh oleh apa yang barusan kami lihat.
Ia berulang kali melirik ke arahku yang membuatku jadi salah tingkah.
Abed yang kemudian menangkap situasi ini segera bereaksi. "Eh, aku ganggu kalian, ya ? Aku pindah meja aja lah biar kalian aman berduaan."
Hah. Dasar Abed !
============
Hai stargazers!
Duh, maaf lama update ini cerita.
Tapi semoga ikut senang sama si kuadrat yang nonton konser musik bareng, meskipun ada pemandangan yang bikin nyesek.
Okelah. See you soon.
Deningcaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
D-Trouble
Teen Fiction(COMPLETED) Dyan si cewek tomboi super santai akhirnya harus jadi ' pengasuh' Dian, cowok kutu buku yang anti sosial, karena mereka bersekolah di SMA yang sama. Dyan harus direpotkan oleh Dian yang tidak pernah berurusan dengan dunia nyata yang terk...