"Apa aku jatuh cinta dengannya? Dalam pandangan pertama?" kedua organ sial ini menyakinkanku, rasa perih dan sakit mengatakan kepada ku.
Aku perlahan menutup mataku, rasanya sangat mengantuk.
--
Buluku bergidik, saat aku merasa dengan perlahan sebuah tangan menyibak rambutku, appa? aniya! Tangan ini sangat lembut dan halus. Who? Aku membuka sedikit mataku, ku tangkap sebuah wajah, dengan mata yang tidak sipit juga tidak belo, matanya sangat sayu. Irene? Dia sedang menatap bibirku, tidak sadar bahwa aku sudah memerhatikannya. Nafasnya menghelai hidungku, dia..dia sangat dekat.
"Bear" lirihnya, dia mendekatkan wajahnya lagi.
Aku rasa bibir kami hanya berjarak 1cm, hembusan nafasnya semakin kencang dan hangat. Namun, sedetik kemudian dia menarik wajahnya.
Ku dengar langkah kakinya, pergi begitu saja meninggalkan kamar ini.
Meninggalkan..meninggalkan aku!
Aku yang memerah seperti udang rebus, berfikir mengapa ia melakukan itu, sementara dia sudah punya pacar! AH! Pacar! Merahku menurun ketika mengingat itu. Aku berdehem pelan, menyadari tenggorokan ku sakit, ah iya. Ini sudah jam berapa? Ku raih handphone, menilik ke layarnya! Jam 05.55.
Tepat sekali, jam 06.00 alarm akan berbunyi, sebaiknya aku bersiap-siap, kuliah hari ini dimulai jam 07.00.
Aku keluar dari kamar Sewu, memacu kaki ke kamarku. Ku buka kamarku tanpa mengetoknya. Bodoamat!
Ku lihat dia sedang duduk di tepi ranjang, hanya memakai kemeja putih panjang dan celana pendek yang bahkan tidak terlihat karena kemejanya itu. Dia menatapku, tanpa mengatakan apapun. Aku sebenarnya ingin menyapa, tetapi hatiku bersikeras membuang keinginanku.
Jadilah, aku melongos begitu saja, mengambil baju yang akan ku kenakan hari ini dan handuk, lalu memasuki kamar mandi.
Aku keluar dari kamar mandi, sudah berpakaian lengkap tentunya, ku liat ia masih di posisi yang sama, menyapaku dengan senyum. Aku balas, senyum tidak tulus. Aku sebenarnya mengutuk diriku, kenapa aku bersikap seperti ini. Akan tetapi mengapa juga dia bersikap sangat lembut di tengah tidur kepadaku?
Aku merambah ke arah kursi meja rias, ku buka handuk yang bertengger di kepala, lalu mengeringkannya dengan hair dryer. Aku bersiap-siap, melukis alis, menepuk cream di wajah dan memoles lipstick. Kemudian, aku meraih tas, mengisinya dengan buku mata kuliah hari ini.
"Seulgi?" panggilnya,
Aku mendongak, "Ada apa?"
"Apa kau marah padaku?"
Aku diam,
"Seulgi?"
"Ah, tidak unnie. Kenapa kau berpikir demikian?"
"ah, aku hanya takut kau marah. Bisakah kita berangkat bersama? Aku harus mengajar jam 7"
"Ya unnie, bersiap-siaplah. Aku tunggu di bawah"
Aku beranjak ke bawah, ada notes dari appa dan tentunya sarapan.
"Sayang, appa berangkat ke German ya. Jika ada waktu datanglah, mian appa tidak memberi tau, appa takut appa tidak bisa pergi jika kau ikut mengantar appa, omma, dan Sewu di bandara. Makanlah sarapan di atas meja dan akrablah Juhyoon, Sarange"
"Appa, safe flight! Sarange!" aku mengirim pesan melalui line ke appa.
Ku hempaskan tubuhku ke kursi, aku memakan masakan appa. Enak, sudah tentu. Appa sebanding dengan amma dalam memasak.
YOU ARE READING
Could We?
Fanfic(Guratan dari Seulgi) Ini tentang ku, hidupku, kisah cintaku yang aku pun tidak tau bagaimana kelanjutannya. Namun, kisah cintaku memberi aku sebuah mata lagi, bahwa cinta bisa berkhianat walaupun telah menyatakan setia. Dia, Bae Irene, nama aslinya...