5

15 2 0
                                    

"Apa? Lo gila?," tanya Sava kepadaku.

"Ya untungnya ke gue gada sih. Tapi, lo baru aja terlibat urusan gue."

"Jadi kalo gue terlibat harus banget gitu gue sama lo tiap saat?," tanya Sava seperti biasa bertanya dengan ekspresi yang menyebalkan.

"Gue ga maksa sih.. Cuman untuk membuat skandal menjadi kenyataan kenapa enggak?,"

"Skandal? Oh, masalah R itu. Beneran lo?!" tanya Sava sambil memegang erat tanganku.

"Aww!," sadarnya ketika aku menatap ke arah tangan yang ia genggam.

"Sorry, gue kebiasaan. Reflect, sorry."

"Itu bukan gue."

"Gausah nipu! Kalo itu beneran lo gue ga marah kok!," teriak Sava membuang muka ke arah lain.

Aku hanya diam dan menarik tangan-nya dengan pelan. Sava terkejut tidak meronta ingin dilepaskan.

"Gue cuman mau bersihin luka lo kok, santai aja." kataku datar.

Sava diam tanpa menoleh ke arahku. Tiba-tiba ia mengeluarkan air mata yang tak kuingin saat ini.

"Eh? Kenapa? Sakit banget ya? Aduh, maaf gue bukan anak IPA yang tau caranya bersihin luka." ucapku dengan cepat masih memegang tangan Sava.

"Ha? Gak kok. Lo bener. Tinggal balut aja." kata Sava mengusap wajahnya.

"Kenapa nangis?,"

"Gak, gapapa. Gue teringat aja."

Aku hanya diam, tidak berniat menanyakan hal ini. Biarlah, mungkin ia ingin menangis.

"Lo, cowok pertama yang ngelihat gue menangis. Aduh.. Gue bodoh banget ya." kata Sava tangisannya semakin pecah.

Aku diam. Tetap membalut tangan Sava dan mencoba menghiraukan kata-kata Sava.

"Udah." kataku.

Sava cepat-cepat menarik tangannya dariku. Awalnya, aku terkejut dengan perilakunya harini. Berbeda dari Sava yang ku tahu.

"Gu-gue balik ya. Ada ujian MTK pagi ini. Makasih." kata Sava berdiri tanpa melihat ke arahku.

"Va, maaf." ucapku sebelum ia benar-benar meninggalkanku.

🌞

Aku kembali ke kelas semua anak menanyakanku hal tadi. Untunglah, guru MTK tidak dikelas. Jadi, ya kuberitahu saja secara acak.

"Beneran Va? Kak Shaniah suka Radith?," tanya Kiara tidak percaya dengan pernyataanku.

"Kalo ga suka gamungkin di datengin kali." kata Leana.

"Yauda, jadi lo gapapa kan?," tanya Fena.

Untung aku punya kalian.

"Ya enggaklah, seorang Sava bisa jatuh karena itu? Lucu banget!," teriakku.

Semua orang di kelasku tahunya aku periang, tak pernah menangis hal-hal seperti ini. Bener juga kata-kata orang.

Don't judge a book by it's cover.

"Lo mah suka nge-gas orang. Dilabrak mana peduli." ucap Dennis terdengar dari sampingku.

"Gue ga nge-gas kali, tergas wkwk." candaku.

"Ga lucu, garing." kata Leana.

RADITHYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang