Harumnya aroma mie instant menjadikannya sebuah kesenangan sementara. Apa yang lebih nikmat dari memakan mie yang ia buat pada saat suhu dingin dan derasnya hujan yang turun diluar sana? Ternyata hitamnya sang awan, hujan yang turun dari sang langit, patahnya sang dahan, daun yang jatuh dari sang angin cukup mengungkapkan bahwa dirinya telah hancur.
Kehilangan.
Sakit.
Rapuh.
Rasanya dalam kata-kata tak bisa diungkapkan kembali.
Flashback on.
Menyadari sebuah kesalahan tersendiri adalah hal terbaik. Jean, yang saat itu sudah menyadari kesalahannya dengan segera menghubungi Sarah, kekasihnya. Mengetik beberapa huruf lalu dirangkai hingga membentuk sebuah kalimat dan dikirim untuk kekasihnya itu membuat sang penerima pesan menarik bibirnya membentuk sebuah senyuman manis.
Jejeyan : “Maaf, kita harus berbicara. Kutunggu di kedai ramen tempat biasa. Sekarang! Aku mencintaimu, Ara!”
Sarah hanya bisa berlari. Dengan cepat, ia mengambil tas kecilnya dan syal biru muda pemberian Jean saat ia lulus sekolah beberapa tahun sebelumnya. Dengan cekatan ia mengambil sebuah payung navy dan menerobos derasnya hujan menuju halte. Ia berencana untuk menaiki bus, karena Jean tidak mengizinkannya lagi membawa motor setelah kejadian hari lalu, dimana ia menabrak seorang tukang sayur beserta gerobaknya. Siapa yang merasa fokus berkendara jika semalaman Sarah mengerjakan hukuman dari sang dosen karena ia membolos tidur di rooftop fakultasnya?
Lambaian tangan terlihat dari pandangan Sarah, ia melangkahkan kakinya menuju meja yang sudah ditempati oleh Jean. “Ayo cepat bicara! Aku datang kemari bukan untuk melihat wajah idiotmu!” Sarah mendudukan badannya tepat didepan Jean, yang diomeli hanya terkekeh kecil, hingga tangannya mengusap lembut surai Sarah. “Maaf,”
“Maaf karena aku membentakmu tadi, maaf sudah membatalkan kencan kita. Aku tidak tahu jika aku memiliki banyak pasien yang harus aku periksa. Dan kamu datang ke rumah sakit membuatku panik karena lupa dengan acara kencan kita, maaf.” Ucapnya panjang lebar dengan pandangannya tak lepas dari wajah kekasihnya. Yang di tatap hanya tersenyum kecut “Dan aku ini memang kekanakan, maaf sudah merepotkanmu selama 5 tahun ini,” Wajahnya masih tersirat kesedihan jika mengingat kejadian dimana Jean membentaknya beberapa jam yang lalu.
“Tidak, kamu tidak kekanakan. Aku saja yang sulit mengontrol emosiku.” Tukasnya cepat. “Ayolah Ara, maafkan aku, ya? ya?”
Sarah menganggukan kepalanya, karena ia juga merasa salah. Dan ia tahu, semua orang juga tak luput dari kesalahan. “Anak manis, akan kutraktir ramen sepuasnya yang kamu mau!”
“Apa kamu lupa jika aku sedang menjalani program diet?”
“Tak ada diet! Aku ingin benda ini semakin besar!” Tangan jahilnya itu dengan segala kebiasaannya mencubit pelan pipi gembil Sarah berkali-kali. Yang di cubit hanya memasang wajah kesal, dengan wajahnya yang memucat. “Hei, kamu kenapa?”
“A-aku, sedikit kedinginan.” Jawab Sarah. Dengan cepat, Jean melepas jaket yang ia kenakan untuk digunakan Sarah. “Bagaimana aku bisa lupa jika kamu tak kuat dengan suhu dingin? Sementara di luar sedang turun hujan.” Monolognya sambil memakaikan jaket besarnya pada Sarah, mengecup pucuk kepala kekasihnya dengan lembut, lalu kembali duduk di depan Sarah. “Apakah aku seorang kekasih yang buruk?” Tanyanya.
“Tidak!” Jawab Sarah dengan cepat. “Aku tahu, untuk menjadi seorang dokter membuat ingatanmu terus dipacu. Menghafal banyak materi hingga larut malam. Aku malah bersyukur memilikimu walau waktumu sangat sibuk, kamu bisa meluangkan sedikit waktu untukku. Terimakasih dokter!” Senyum tulusnya membuat bentuk sabit pada matanya. Jean mengulurkan tangannya untuk mengusap pipi kekasihnya dengan lembut. “Jangan seperti itu, kamu membuatku menjadi semakin bersalah,”
KAMU SEDANG MEMBACA
Only Temporary
Teen FictionHaruskah aku berlari ke masa lalu untuk merubah semua ketetapan-Nya? Ataukah kau hanya canduku yang membuatku hilang rasa setelah menjadi nyata? "Aku hidup karena aku bernafas, aku bernafas karena memiliki dua lubang hidung." -J "Sayurnya sudah busu...