Renjun adalah sosok pemberani. Saking beraninya ia berani mempergunakan izinnya sebagai dokter untuk menandatangani proses autopsi dan melakukan pendonoran organ secara bersamaan. Yang tentunya sudah mendapat izin dari kedua belah pihak, baik pendonor dan walinya maupun penerima donor.
Itu yang membuat Renjun dipecat oleh atasannya karena sembarang menerima surat itu dengan menandatanganinya.
Seharusnya yang bekerja maksimal dan memutuskan segalanya itu adalah tugas dokter ahli bedah, Renjun yang notabene hanya dokter ahli tulang seharusnya hanya menunggu perintah dari dokter utama tersebut. Ia malah membuat keputusan yang berbahaya, menyetujuinya tanpa berkoordinasi dengan pihak lain.
Ini lebih menyakitkan dibandingkan saat Renjun merusak ujung buret saat praktek dahulu. Kau tahu? Renjun juga memiliki pekerjaan sampingan membantu apoteker karena ia juga sudah memiliki izin untuk itu. Cukup keren jika disebut sebagai Asisten Apoteker.
Pada akhirnya, Renjun harus meninggalkan pekerjaannya menjadi dokter di rumah sakit terbesar di kotanya karena terpaksa. Ia benar-benar tahu akan masalah awal, oleh sebab itu, Renjun berani mengambil resiko setelah menandatangani surat itu.
Renjun tahu ada kesalahan di sana, semakin lama menunda proses autopsi serta donor organ, semakin cepat lawan untuk menjatuhkan sebuah kebenaran, juga banyak pasien di sana yang kehilangan nyawa karena jadwal donor organ yang dibatalkan. Ah bukan, diperlambat dari jadwal yang seharusnya.
Mau dibatalkan, maupun diperlambat, semuanya akan berakhir sama. Mereka akan kehilangan nyawa karena perubahan jadwal secara tiba-tiba.
Dan di saat Renjun ingin membangun sebuah kebenaran serta kenyamanan bersama, semuanya pupus. Di saat cita-cita menjadi dokter sudah mulai terwujud, ia harus kembali melepas pekerjaannya. Yang aneh dari Renjun adalah ia malah terkikik di saat seperti itu. Mau tak mau autopsi dan kegiatan donor organ harus dilaksanakan sesuai jadwal. Semoga saja kebenaran sudah menegak kembali walau Renjun harus mengikhlaskan pekerjaannya.
Ada seseorang yang kehilangan pekerjaannya ia malah terkikik seperti Renjun?
Pindah ke kota lain mungkin pilihan terbaik menurut Renjun setelah memikirkan berulang kali dari beberapa malam yang ia lewati. Renjun bertekad harus kembali mewujudkan cita-citanya sebagai dokter tulang. Dan penghasilan tambahannya mungkin ia akan kembali menjadi Asisten Apoteker di suatu apotek nanti.
Sweater hitam adalah pakaian kesayangannya karena dirajut khusus oleh sang Ibu di desa. Ia sudah memutuskan untuk berkunjung sebentar pada rumah ibunya, lalu kembali mencari pekerjaan di kota lain. Ia juga sempat kesal pada ibunya karena memilih tinggal di desa daripada tinggal dengannya di kota.
Dengan alasan yang cukup eh, bagaimana menjelaskannya? Entahlah. Intinya ibu Renjun tidak mau ikut ke kota karena pusing melihat banyak gedung yang berpuluh-puluh tingkat menjulang ke atas. Juga beliau sangat benci dengan bau knalpot dari kendaraan umum.
Ah sudahlah. Siang ini benar-benar panas demi apapun! Ia merutuki pilihannya karena memakai sweater hitam yang tentunya akan menyerap panas sinar matahari. Ah masa bodoh, yang terpenting Renjun sampai pada rumah Ibunya dengan cepat.
Entah ini hari sialnya atau apa, Renjun mendapatkan musibah lagi setelah kehilangan pekerjaannya. Well, ini adalah musibah asli.
Ini adalah kali pertamanya ia merasakan gempa di dalam bis.
“Oh! Oh! Kepalanya terantuk kursi!”
Renjun dan dengan segala keabsurdannya berteriak, ayolah ia dokter! Ia seharusnya tahu pertolongan pertama untuk gadis di sebelahnya! Bukan hanya menontonnya lalu berteriak.
Setelah lepas dari menonton ‘gadis yang terantuk kursi’ pun ia cepat menarik lengan gadis itu untuk keluar dari bis.
Ini menyebalkan. Sungguh. Supir bis pasti panik menyebabkan bis oleng karena gempa tiba-tiba ini, ditambah lagi gadis yang diseretnya ikut oleng pula yang mungkin akibat dari terantuk kursi penumpang di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only Temporary
Teen FictionHaruskah aku berlari ke masa lalu untuk merubah semua ketetapan-Nya? Ataukah kau hanya canduku yang membuatku hilang rasa setelah menjadi nyata? "Aku hidup karena aku bernafas, aku bernafas karena memiliki dua lubang hidung." -J "Sayurnya sudah busu...