2. Doppelganger

91 33 99
                                    

Paragraf italic tanda flashback yaaa



Guncangan dalam pasak bumi masih tetap berlanjut, detik demi detik rasanya semakin besar guncangan yang dirasakannya. Bangunan yang semula indah, yang selalu diidamkan para warga di kotanya itu hancur. Jatuh pada jalanan yang kacanya merusak orang-orang yang tengah berlari dan berteriak histeris. Merusak kendaraan, kebakaran dimana-mana yang asapnya bergabung dengan helaan nafas panik pada warga. Ini kiamat kah?

Yang terlihat di pandangannya kota memang sangat hancur, mereka dengan sibuk berlari mencari pertolongan, mencari tempat aman. Hingga lupa dirinya adalah tempat orang lain bergantung. Sebagian dari mereka hanya sibuk dengan dirinya sendiri hingga melupakan anak-anak, orang tua, dan saudara mereka yang tertinggal pada aspal kota yang tengah retak, aspal yang kapan saja akan diruntuhi bangunan, aspal yang kapan saja ada kecelakaan besar yang akan terjadi. Tak aneh lagi jika becak darah ada dimana-mana, ratusan manusia tergeletak tak berdaya  juga tak bernyawa, dan ratusan manusia lainnya pula mengalami kematian yang mengerikan. Sarah seperti sedang melihat siaran langsung mengenai kematian para manusia.

Apa kini saatnya ia harus menyusul Jean? Rumahnya? Ingin rasanya Sarah berdiam diri di tengah guncangan hebat tersebut, membiarkan dirinya terpelosok ke dalam perut bumi ataupun tertimpa reruntuhan bangunan. Namun tangan besar yang menggenggamnya kuat untuk menghindari reruntuhan dan jalanan yang bolong itu mengajaknya berlari secepat cepatnya. Menggunakan waktu se-efektif mungkin hingga mereka menemukan sebuah pipa beton yang jauh dari bahaya gempa.

Manusia yang memiliki paras duplikat seperti Jean itu sudah menyuruh Sarah masuk dalam lubang pipa beton di depannnya. Dengan tangannya masih menggenggam erat tangan Sarah, seakan-akan memberi isyarat ‘Jangan takut, aku ada disini.’

“Kamu baik-baik saja? Ada yang luka?” Badannya masih membungkuk di dalam pipa, sedang tangan yang lain memegang bahu Sarah agar tetap tenang walaupun bumi masih berguncang, tidak terlalu kencang seperti tadi, namun guncangan kecil tetap saja berpotensi menimbulkan bahaya. Yang ditanya hanya menggeleng kecil, fisiknya memang tidak ada yang luka, namun hatinya?

Hatinya yang harus kembali merasakan sakit karena melihat seseorang di depannya. Jean-ku kembali? Namun Jean tidak seperti ini, Jean tidak mempunyai tatapan mata yang tajam, Jean tidak memiliki wajah yang selalu datar yang membuat Sarah merasa ketakutan jika melihatnya. Namun ini benar Jean pikirnya. Seseorang yang memiliki wajah duplikat seperti Jean itu sama-sama memiliki tahi lalat di sudut mata kirinya.

1 jam..

2 jam..

2 jam lebih 15 menit, selama itu mereka berdiam diri tanpa ada niatan untuk membuka suara diantaranya. Hingga guncangan pun sudah terhenti. “Apa.. saya boleh keluar?” Tanya Sarah pada seseorang yang sedang bersamanya. Wajahnya masih menyiratkan sebuah ketakutan, semua yang sudah terjadi ini bukan mimpi kan?

“Tunggulah sebentar, saya takut jika nanti ada gempa susulan,” jawabnya. Sarah hanya mengangguk mengerti. “Kamu lapar?” Tanyanya kembali.

Eum.. sedikit,”

Manusia di depannya itu mulai merogoh jaketnya, lalu menemukan sebungkus wafer di dalamnya. “Makanlah, maaf hanya ini yang saya punya.” Wafer di tangannya ia serahkan pada Sarah. Sarah mengambilnya, hanya setengah. Setengahnya kembali ia berikan pada manusia berparas Jean. “Saya tahu kamu juga lelah, mari kita makan bersama!” Senyumnya masih Sarah sematkan, walaupun dalam dirinya mengatakan seharusnya ia tak memberikan senyuman itu. Ia seringkali menyemangati orang lain tanpa peduli jika dirinya sendiri juga perlu disemangati. Ironis sekali.

Only TemporaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang