02

13.6K 1.5K 716
                                    

.
.
.
.
.
Two
.
.
.
.
.

"Sedang apa kau disini?"

Aku berbalik melihat asal suara yang sangat sangat familiar ditelingaku. Dan benar, dia.... dia...

"Komandan Erwin!!!"

Pria yang itu berbalik melihat  salah satu anak buahnya 'tokoh tidak penting,' entah apa yang sedang mereka perbincangkan. Aku hanya menatap kagum sekagum kagumnya.

'Biarpun aku mati didunia sana, aku tetap bahagia jika berada disini.... itu artinya aku bisa bertemu karakter favoritku'

Melihat gerak gerikku komandan Erwin memasang wajah keheranan.

Dia menatapku dari atas kebawah dan berbalik lagi dari bawah keatas.

"Kau... warga disini?" Tanyanya.

Haaaa suara itu... terdengar nyata.

"I-iya,"jawabku bohong. Dia masih tampak heran. Yah, pasti karena pakaianku yang masih dalam bentuk seragam sekolah yang sudah pasti asing dizaman ini. Mata birunya masih menatap ku.

"Baju mu terlihat asing, dan bagaimana bisa kau berada di atas sini?"

Aku bingung harus menjawab apa, sepertinya dengan berbohong akan membuatku tambah terpojok.

Bagaimana ini!?

"Ceritanya panjang Komandan,"

Kurasa dia tidak mendengarkan ucapanku barusan karena sekarang matanya melihat kearah pasukannya yang sedang membunuh beberapa titan yang tersisa di dalam dinding.

'Sudah sampai di bagian ini yah..'

"Hari ini sedang ada pembersihan titan, dan disini masih ada warga yang belum dievakuasi," gumamnya entah untuk siapa.

Kurasakan tubuhku terangkat dan direngkuh seseorang, tidak, aku tau siapa orang itu.

"K-komandan Erwin,"

"Aku masih belum percaya padamu, sudah pasti kau  bukan warga asli disini,"

"Jangan bilang kalau kau kolosal titan," lanjutnya.

Hey, aku bukan tokoh jahat disini!

"Komandan, ceritanya sangat panjang. Tapi sungguh, aku bukan kolosal titan" teriakku membelah suara keributan yang terjadi karena ledakan peluru meriam.

Dia masih diam dan membawaku ke tempat pengungsian. Aku merontak menolak turun dari gendongannya. Wajahku memerah malu. Sialan.

Eh, tunggu!?

'No! Aku masih ingin bertemu karakter lain!? Kami-sama tolonglah,' inner milikku mulai berteriak.

"Kumohon, aku ingin ikut masuk pasukan pengintai" rengekku. Kulihat dia mengerutkan keningnya heran.

"Sudah pasti kau bukan kadet, ataupun prajurit." Semua orang menatap kami. Aku bukan tipe orang yang suka suka menarik perhatian. Dia juga menurunkan ku dari gendongannya.

"Kau bahkan terlihat tidak terlatih," Ucapnya lembut. Aku memasang wajah super memelas.

"Kumohon... sungguh, aku benar-benar ingin masuk pasukan pengintai," rengekku sekali lagi. Persetan dengan harga diriku.

Kulihat dia tampak berpikir.

'tampannya, bagaimana wajah levi nanti yah?'

Kalau dilihat lihat, tinggiku hanya sebatas sejengkal dibawah bahunya. Hei tinggiku hanya 152 cm. Itu normal bukan? Umurku masih 17 tahun, lagipula tinggi ku sudah sesuai dengan orang-orang asia lainnya.

"Siapa namamu?" Mata birunya menatap lekat kearah manik (e/c) milikku. Aku menjawab dengan penuh hormat.

"(Y/n) (L/n)"

"Kau tahu? Pasukan pengintai adalah pasukan dengan julukan pasukan cari mati." Aku ingat kata kata ini!?

"60 pers--"

"60 persen dari prajurit pengintai gugur saat ekspedisi. Itu adalah jumlah yang sangat besar dalam empat tahun ini! Tapi aku tidak peduli akan hal itu!" Ucap ku lantang. Beberapa pasukan pengintai mendekat kearah keributan yang dibuat olehku. Wajahku memerah.sejauh dalam riwayat kehidupanku sebelumnya, untuk pertamakalinya aku menarik perhatian banyak orang.

'Aissshh malunya...." aku menarik nafasku. Membuatkan rasa maluku jatuh tak berdaya. Dengan suara lantang aku berteriak.

"AKU BERSUMPAH! AKAN MENGABDIKAN JANTUNGKU INI UNTUK KEBEBASAN UMAT MANUSIA!!!" Teriakku lantang. Tak lupa dengan tangan kananku yang kuletakkan tepat dijantungku. Dan meletakkan tangan kiriku di belakang pinggangku. Memberi sikap hormat. Kulihat ia membuka mulutnya kemudian tersenyum.

"Aku memang ragu dengan keahlianmu." Aku menghela nafas pasrah. Tentu saja aku akan di tolak mentah mentah. Pasukan pengintai bukan berisikan orang lemah sepertiku. Tapi biarpun begini, sepupuku selalu mengajariku beladiri samurai setiap liburan musim panas. Jadi sangat mudah bagiku untuk menggunakan pedang, walaupun sedikit berbeda pada cara memegangnya.

"Tapi meskipun begitu, aku cukup tersanjung dengan keberanianmu," aku melebarkan mataku.

Kini aku benar benar bahagia. Dia tersenyum 'dialah dewa sebenarnya' ucapku dalam hati.

Aku mencari karakter yang aku kenal  diantara para prajurit yang mengerumuniku dengan wajah yang sulit ku artikan. Namun nihil aku tidak melihat siapaun yang kukenal.

"Sampai jumpa lagi (y/n) kami akan menunggumu," Erwin berlalu dan meninggalkan kami. Beberapa prajurit memberi hormat padanya sebelum menlajutkan kegiatan mereka yang sempat terhenti.

'Titan! Karakter favoritku! Aku datang!!!'



Bersambung...

Second Life || Levi Ackerman [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang