[END]

1.6K 61 10
                                    

¤¤¤

Author PoV

Putra ikut berlari mengejar putrinya. Air mata mengalir begitu derasnya meski pun pantang baginya untuk menangis.

Putra menyesali setiap perbuatannya. Setiap detik setelah bertindak kasar terhadap putri satu-satunya, Putra selalu menyesalinya. Namun emosi dalam dirinya sering kali memuncak. Entah apa penyebabnya, yang jelas Putra menyesalinya.

Mungkin memang perbuatannya tidak bisa dimaafkan begitu saja. Karena memang, entah karena perbuatannya mau pun perkataannya, putri satu-satunya itu sakit hati.

"Tolong maafkan ayah, nak."

Maaf? Mungkin sudah tidak berlaku lagi baginya.

Seiring dengan langkahnya yang besar, kini Putra berada cukup jauh dari putri satu-satunya, Shanin.
Melihat bahu kecilnya yang naik turun, putra yakin Shanin pasti menangis.

Tentu saja dia menangis! Dasar bodoh! Bukankah sejak tadi dia sudah menangis?!

Putra ingin merengkuh tubuh kecil Shanin ke dalam pelukannya, namun Putra tahu, hanya akan ada penolakan yang dia dapatkan. Putra tahu seberapa besar kebencian yang tertanam dalam diri Shanin akibat perlakuan kasarnya. Untuk itu Putra mengurungkan niatnya untuk menghampiri Shanin.

"Elvira.. lihatlah.. putri ku sendiri membenciku.." lirihnya.

Tak berselang lama, Putra melihat sebuah mobil yang menyebabkan tubuh kecil Shanin terhempas. Dan dalam sepersekian detik tubuh kecil itu terkulai lemas di atas trotoar.

Putra yang melihat kejadian itu di depan matanya, tubuhnya lemas seketika. Namun Ia tetap berusaha menghampiri Shanin.

Darah bersimbah di kepalanya. Dengan segera Putra mengangkat kepala Shanin dan memangkunya di pahanya.

"Shanin, bertahan lah nak."

Dengan susah payah Shanin mengeluarkan suaranya.
"A.. yaa..hh"

"Ayah di sini nak, bertahanlah.."

Tangisan Putra semakin menjadi saat Shanin menutup matanya rapat. Dengan sigap Putra mengangkat tubuh kecil Shanin untuk dibawa ke rumah sakit.

Dalam perjalanan, Putra terus saja memangis. Menyesali dirinya yang hanya mengawasi Shanin dari jauh bukannya menolongnya agar tidak terjadi kecelakaan. Sementara Diandra yang juga ikut bersamanya, juga ikut menangis. Biar bagaimana pun, Shanin pernah menjadi teman mainnya dan sekarang Shanin menjadi anak tirinya.

¤¤¤

Setibanya di rumah sakit, Putra membopong Shanin dan berteriak.
"Dokter!!! Tolong anak saya!! Cepat!!!"

Dan tak lama kemudian, suster pun datang dan membawa Shanin ke ruang UGD.

"Maaf pak, mohon anda tunggu di sini biar dokter yang menangani putri bapak." Pintu ruangan pun tertutup.

Diandra mencoba menenangkan Putra, namun Putra terus saja menyesali dirinya sendiri dengan mengusap kasar wajahnya.

"Loh, om kok di sini? Siapa yang sakit?"

Dia Rio, yang tidak sengaja lewat dan melihat Putra dan Diandra yang berada di depan ruang UGD.

Putra diam, tidak menjawab pertanyaan Rio. Tapi dalam hati dia terus berdoa untuk keselamatan Shanin.

"Shanin"

Satu nama tersebut membuat jantung Rio berhenti seketika.
"Shanin?! Bagaimana bisa?!"

¤¤¤

Sementara di ruangan Elang..

Elang terbangun dengan keringat yang bercucuran di pelipisnya. Napasnya memburu.
"Hah, kenapa gue mimpi serem banget??? Masa iya gue mimpi Shanin nyusul bunda???"

Ya Tuhan, Shanin baik-baik aja kan? Kenapa perasaan gue jadi ga enak gini?

Seseorang masuk ke ruangannya, Rio. Melihat wajah pucat Rio, Elang bertanya.
"Lo kenapa? Muka lo pucet banget?"

"Shanin, Lang"

DEG

"Dia kecelakaan"

Mendengar bahwa Shanin kecelakaan, Elang langsung melepas selang infus dari tangannya begitu saja. Elang menghampiri Rio,
"Di mana Shanin sekarang?"

¤¤¤

Dan di sinilah Elang sekarang. Di depan ruang UGD bersama dengan Putra, Diandra dan Rio.

"Ini semua salah ayah, coba saja kalau tadi ayah menghampiri Shanin dan membawanya kembali ke rumah, semuanya pasti tidak akan seperti ini. Maafkan ayah, nak."

Dokter pun keluar dari ruangan tersebut. Membuat mereka menghampirinya.
"Keluarga pasien?"

"Iya dok, saya ayahnya. Bagaimana keadaan putri saya????"

"Keadaan pasien masih kritis, akan tetapi pasien ingin menemui saudara Elang. Apa diantara kalian ada yang bernama Elang?"

Elang maju selangkah.
"Saya Elang dok"

Tak butuh waktu lama untuk Elang masuk ke dalam ruangan tersebut. Dan di detik berikutnya Ia melihat Shanin yang terbaring lemah dengan banyak darah mengalir di kepalanya.

Elang menghampiri Shanin dan langsung menggenggam tangan Shanin.
"Lo kenapa bisa kaya gini sih???"
Air mata pun lolos begitu saja dari pelupuk matanya.

"Jangan nangis, Lang."
Ucap Shanin dengan nada suara lemahnya.
"Gue minta lo ke sini bukan buat liat lo nangisin gue. Tapi gue mau lo janji satu hal sama gue. Kalau gue pergi, tolong tepatin janji lo ke gue ya."

"Lo ga boleh ngomong kaya gitu, Shan? Emang siapa yang mau pergi? Yang seharusnya pergi itu gue, bukan elo."

Tak bisa dipungkiri, jantung Elang berdetak sangat cepat. Bercampur dengan rasa takut kehilangan yang mendalam. Rasanya Elang tidak akan sanggup jika harus kehilangan Shanin.

"Cukup janji sama gue, Lang."

Dengan berat hati Elang mengangguk.
"Gue janji"

"Maafin gue ya, Lang."
Lagi, Elang mengangguk.

Rasanya Elang pasrah jika memang dia harus kehilangan orang yang sangat disayanginya, lagi.

"Gue sayang banget sama lo, Lang."

"Gue juga"

"Lo harus bisa lawan penyakit lo"

"Gue ga yakin"

"Tapi gue yakin lo bisa"

"Ga janji"

Shanin tersenyum sebelum akhirnya menutup matanya secara perlahan.
Gue udah ga kuat, maafkan Shanin ya Tuhan..
























¤¤¤
Woahhhhhh ga kerasa ya udah ending aja😆
Part selanjutnya epilog ya wkwk
stay vomment gaezz!!!
Lopyu❤

My Pretty Boy✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang