H+32

610 44 4
                                    

Sudut pandang Moza

"Moz, sini deh," panggil Kak Miora sambil menepuk-nepuk sisi sebelah sofa yang dia duduki. Baru aja gue sampe rumah udah disuruh kaya gitu, biasanya nih kalau gini dia mau curhat atau ga mau nyuruh gue.

Gue menunjuk kemeja gue basah. "Bentar, gan—"

Kak Miora berdecak sebal, dia memutar matanya lalu kembali menepuk sofa di sebelahnya, maksa banget sih. "Bentaran doang Moz, buka aja sih kemejanya, biasanya juga pakai kaos," gue menaru tas laptop gue lalu dengan tangan yang membuka kancing kemeja gue mendekatinya.

"Apaan sih Kak? Cape nih," ucap gue sambil membuang tubuh sofa itu. Miora mendekatkan tubuhnya, dia menatap gue dengan tatapan yang sulit didefinisikan.

"Lo putus sama Hera? Mama Papa udah tau? Kayanya Mama tau dan Papa belum," refleks gue memundurkan tubuh lalu menggeleng. Perasaan sejauh ini Mama dan Papa ga pernah bahas tentang Hera. Gue kira selama ga pernah keliatan gataunya keliatan juga.

"Engga,"

"Terus kenapa? Biasanya kan nempel mu—"

"Kepo lo Kak!"

"Dih," Miora menyipitkan matanya. "Mungkin Mama sama Papa ga tau lo lagi ngerencanain apa, tapi gue sebagai Kakak lo dan juga sebagai anak muda gue tau maksud lo apa,"

"Emang apaan?" Bahaya kalau dia tau, bisa-bisa rencana gue bisa berantakan. Udah sebulan lewat gue melakukan permainan ini masa tiba-tina gagal ga lucu dong."

"Kepo lo Dek! Sukur gue balikin!"

"Dih ga jelas lo Kak, sana-sana jalan sama tunangan lo."

Kak Miora terkekeh pelan, tangan isengnya menarik ujung rambut gue membuat gue terpekik sakit, bercandanya nyakitin orang. "Gue bakal dilangkahin nih, liatin aja."

"Gajelas lo Kak!"

Kak Miora mendekatkan bibirnya ke sebelah telinga gue, tapi belum sempat dia ngomong gue sesegera mungkin ngomong duluan. "Ini ceritanya mau ngebisikin gue?"

"Berisik lo!" Dia kembali menarik ujung rambut gue yang refleks membuat gue mendekat ke arahnya. Dia membisikan sebuah sesuatu, pertamanya gue menolak tapi begitu melihat seseorang diujung sana yang baru saja diantarkan pulang oleh seseorang membuat gue langsung dengan cepat memgangguk dan menyetujui ucapannya.

"Oke, masih lama ini, sans."

Surrender Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang