H+64 (SELESAI)

1.4K 74 4
                                    

Sudut pandang Moza

Belum juga sampai ditujuan, Hera kembali menangis. Mau ga mau gue harus meminggirkan mobil ke tepian, dia menatap gue lalu beberapa saat kemudian dia langsung memeluk gue erat. "Moza jangan cuekin gue, jangan selingkuh, jangan putusin gue. Gue sayang lo, sayang banget!"

See? Dia secara ga langsung dia mengaku kalah atas permainan yang gue buat ini. Hahah, Untung menang.

Gue membalas pelukannya lalu menciumi puncak kepalanya. "Lo kangen gue ga?" Tanya gue mulai memancing. Di dalam pelukan gue bisa rasakan dia mengangguk.

"Gue cape Moza selalu dicuekin lo, gue butuh lo, gue ga bisa lama-lama dicuekin ataupun nyuekin lo." Ucapnya lagi. Gue melepaskan pelukannya lalu menangkup wajahnya dengan kedua tangan gue.

"Bilang sama gue kalau lo nyerah,"

Hera menarik nafasnya lalu mengangguk pelan. "Iya gue nyerah, lo menang."

Gue menyendarkan tubuh gue lalu terkekeh pelan, sedangkan Hera menyenderkan kepalanya di bahu gue. "Dari dulu aja Her bilang kaya gitu. Ga perlukan gue deket-deket sama sepupu gue, ga perlukan gue harus cuek sama lo, ga perlukan gue harus bilang ke keluarga gue sama keluarga lo kalau kita sedang memainkan sebuah permainan."

Hera menegakan kepalanya. "Maksudnya?"

"Her, lo kira keluarga kita ga bertanya-tanya kenapa seketika kita jadi jauh-jauhan kaya gini? Ya jelas mereka nanya ya terus gue bilang aja yang sebenarnya selain minta bantuan dari mereka."

"Gue ga ngerti,"

"Yaudahlah. Siap-siap aja gue bakal minta suatu keinginan sama lo,"

"Hm. Iya!"

.
.
.

Di bawah langit yang gelap, di bawah bintang-bintang yang bersinar dan di atas rerumputan gue dan Hera berada disana dengan tangan yang memegang sebuah jagung bakar. "Jadi, lo minta berapa keinginan?" Tanya Hera sambil memgelap bibirnya yang berlumur saus dengan tissue.

Gue membuang jagung bakar yang telah habis. Lalu menyandar ke belakang dengan tangan yang menjadi tumpuannya. "Cuma dua, only two."

Hera menyodorkan jagung bakar miliknya yang tidak habis. Sudah pasti meminta gue untuk menghabiskannya, gapapa deh bekas Hera ini. "Minta apaan?" Tanya Hera sambil mengelap tangannya yang kotor.

"Jauhin Dewa,"

Tubuhnya seketika diam. Dia menatap gue sambil menggeleng, "Gue ga bisa."

"Kenapa?" Gue membuang jagung bakar itu lalu menatap Hera dengan alis mata yang menaik.

"Dia abang gue."

"Bukan abang kandung. Her gue cemburu sama seperti lo cemburu sama sepupu gue yang kemarin lo liat berduaan sama gue. Itu cuma sepupu Her, ada ikatan darah lo cemburu apa lagi ini Dewa ga ada ikatan darah, gue layak buat cemburu ga?"

"Sepupu?"

"Iya kemarin sepupu gue."

"Oh, bagus deh."

"Gue mohon Her, jauhin Dewa."

"Gue coba kalau itu. Permintaan lo satu lagi apa?"

"Menikahlah dengan gue, cuma itu yang gue inginkan dari lo Her. Selama ini gue nunggu cuma buat itu, karena di saat ini lo pasti ga bisa bilang engga buat nolak permintaan gue yang satu ini."

"Hah? Lo lagi ngelamar gue? Ga romantis banget?"

"Lo mau cara yang romantis?" Hera mengangguk cepat. "Jauhi Dewa dan datanglah ke gue. Secepatnya kita akan bertunangan dengan cara yang romantis, seperti yang lo damba-dambakan selama ini."

"Oh....oke."

"Jadi permintaan gue yang satu ini diterimakan?"

Hera tersenyum lalu memeluk gue. "Emang ada jawaban lain selain iya atau iya?" Bisiknya kecil.

Yaudah berarti iya!



SELESAI

Surrender Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang