(30) Kemarahan

449 43 5
                                    

Hening.

Yang terdengar hanya deruan nafas Alvin yang kian memburu.

Matanya masih tertuju lurus pada sosok gadis yang bersimpuh diatas lantai dengan kepala menjuntai lemas,bahkan dengat sangat jelas bisa Alvin saksikan bagaimana tubuh lemah itu bergetar hebat.

Perlahan kepalan pada kedua tangan laki-laki itu makin menguat hingga menampakkan urat-urat kuat dikedua pergelangan tangannya.

Baru saja kakinya akan melangkah menarik tubuh yang gemetar itu hingga sebuah suara isakan kecil menghentikan langkahnya seketika

Alvin melarikan pandangan keseluruh penjuru ruangan, dan yang dilihat hanyalah tumpukan bangku-bangku rusak yang sudah tak terpakai lagi. Dan salah satu dari bangku itulah yang ditabrak oleh tubuh yang bergetar itu. Apa sekeras itukah efek tamparannya?

Entah mengapa kini, jauh didalam sana seperti ada sebuah hantaman keras untuk Alvin.

"Kemana bacot lo tadi hah? Gue harap lo bisa mikir dua kali sebelum nyari masalah sama gue" Alvin memilih mengabaikan secuil perasaan aneh yang sempat datang padanya, bagaimanapun juga gadis ini pantas mendapatkan ini semua.

Benarkah?

"Yah, mulai sekarang gue--, gue akan mikir seribu kali buat nyari masalah sama lo" dan suara yang terdengar lemah itu kembali menghentikan langkah Alvin yang akan pergi meninggalkan gudang. Laki-laki itu kemudian menoleh.

"Bagus" singkat dan menyesakkan.

Sivia memberanikan diri mengangkat wajahnya yang memucat dan tampaknya ada sedikit noda darah diujung bibirnya. Seketika Alvin langsung membuang pandangannya dari gadis itu.

"Iya, soalnya gue jatuh cinta sama orang yang salah"

Dan saat itu juga kedua pasang mata itu saling memandang dengan arti yang sulit diartikan. Seolah masing-masing dari mereka sama-sama membenarkan apa yang telah dikatakan oleh Sivia barusan.

------

Ify tidak tahu sudah keberapa kali dirinya mondar-mandir dari bangku tempatnya duduk menuju pintu kelas yang setengah tertutup.

Pikirannya kali ini benar-benar sedang bercabang antara sahabat dan pacarnya, yah setidaknya kata pacar bisa sedikit menenangkan untuk didengar walau sebenarnya status resmi itu belum didapatkan.

"Hoy!" Tiake yang sedari tadi sudah sangat ingin menegur Ify atas kegiatan membingungkan sahabatnya itu akhirnya menghadang langkah Ify tepat didepan pintu.

"Lo ngapain kayak setrikaan rusak gini? Lo sehat? Obat masih aman kan? Atau---, lo lagi PMS dan lupa bayar pembalut? Iya? Bener gitu? Wahh Fy--," Ify menatap malas pada Tiake yang saat ini tengah memberinya tatapan terhoror milik gadis berkaca mata itu.

"Ke, gue lagi ga doyan becanda ya sekarang" kilah Ify dan mengintip dari balik pintu, melihat apakah ada sosok Sivia yang sudah setengah jam belum balik juga. Apa masalah gadis itu dengan Alvin belum juga kelar?

Sesekali Ify juga menepuk-nepuk pahanya, pertanda rasa cemas yang kian besar dan juga untuk memastikan bahwa apakah ada tanda handphonenya berbunyi. Mungkin saja Rio akan menghubunginya kembali untuk memberikan penjelasan.

Mungkin saja,Ify juga sedikit ragu dengan hal itu.

"Seriusan deh Fy, sebelum bel pulang bunyi mending lo berbagi sama kita semua. Muka lo udah kaya gajah ke injek semut tau" Ify menghela nafas gusar seraya memalingkan wajah menatap satu persatu teman sekelasnya yang juga tengah menatap kearahnya

"Apa lo perlu ruang khusus buat cerita? Diatap sekolah gimana? Mumpung guru-guru masih asik rapat. Ah kalau lo mau ditoilet aja? Atau di kantin? Apa dibwah kolong meja aja biar lebih seru? Dimana aja ayo? " jujur sebenarnya Ify terharu melihat perhatian teman sekelasnya yang begitu perduli padanya, hanya saja apa perlu selucu itu penyampaian belaskasihan mereka?

DIA & KENANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang