Bagian 4

4.8K 115 24
                                    

Keesokan harinya aku yang masih ketakutan untuk pindah dan tidur dikamar yang ada di bagian depan yang langsung menghadap jalan, saat itu jendela rumah mbah masih terbuat dari kayu sehingga aku tidak bisa melihat apa yang melintas dijalan, walaupu...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya aku yang masih ketakutan untuk pindah dan tidur dikamar yang ada di bagian depan yang langsung menghadap jalan, saat itu jendela rumah mbah masih terbuat dari kayu sehingga aku tidak bisa melihat apa yang melintas dijalan, walaupun begitu bukan berarti "mereka" tidak bisa menggangguku. Karena peristiwa yang ku alami kemarin, aku dan mas Edo tidur dikamar yang sama, malam itu aku tidur dikamar depan dengan mas Edo, layaknya anak kecil kami tidak langsung tidur karena liburan kami berdua begadang dan bermain nitendo dikamar dengan volume rendah dan dengan keadaan pintu kamar kami kunci, saat waktu menunjukan kurang lebih pukul 23:30 malam mas Edo tidur terlebih dahulu

"dek aku turu sek ya wes ngantuk aku" (dek aku tidur dulu ya aku udah ngantuk), kata mas edo.

"iyo mas" (iya mas) jawabku,
heningnya malam mulai terasa disitu aku merasakan ketidaknyaman karena jika bukan suara manusia yang ku dengar berarti "mereka" lah yang bersuara. Benar saja seperti perkiraanku saat waktu menunjukkan sekitar pukul 00:00 malam aku yang belum bisa tidur dan masih bermain nitendo tiba-tiba aku mendengar seperti ada orang yang menggesekkan kukunya ke jendela kayu kamar tempat aku dan mas Edo tidur,

"sregggggg, sreggggg",

bukan hanya sekali namun berkali-kali aku mendengarnya, saat itu aku ingin membangunkan mas Edo untuk menanyakan apa dia mendengar apa yang aku dengar, aku menggoyangkan tangan mas Edo,

"mas tangi mas krungu suoro kuku rak mas?" (mas bangun mas denger suara kuku ngak?), kataku.

tapi sepertinya mas Edo sudah terlalu lelah sehingga saat aku menggoyangkan tangannya dia tetap tidak terbangun. Aku yang sangat ketakutan akhirnya mematikan TV dan nitendo lalu lari ke tempat tidur dan menyembunyikan mukaku dibalik guling yang ku peluk. Aku tidak bisa melihat apa yang ada dibalik jendela itu namun aku yakin itu bukan manusia karena dikampung simbah jika sudah masuk pukul 22:00 malam pasti jalanan sudah sepi dan jika itu keisengan orang rumah sepertinya lebih tidak mungkin lagi karena semua orang rumah sudah tidur bahkan mereka sudah tidur saat aku dan mas Edo masih bermain nitendo.

Malam itu aku benar-benar ketakutan bahkan untuk buang air kecil saja aku tidak berani keluar dari kamar, selain karena suara kuku di jendela, jarak kamar mandi dengan kamar tempat aku tidur juga cukup jauh. Kebiasaan mbah pasti dia akan mematikan hampir semua lampu utama saat malam dan hanya menyisakan beberapa lampu untuk tetap menyala. Aku yang tidak bisa menahan untuk buang air akhirnya memberanikan diri untuk keluar menuju ke kamar mandi. Aku keluar dari kamar seorang diri dengan meraba-raba dinding untuk menyalakan lampu. Sesampainya di dapur aku tidak menyalakan lampu dapur namun aku merasa seperti melihat ada seseorang yang sedang duduk di meja makan tapi aku mencoba mengacuhkannya dengan langsung lari masuk ke kamar mandi, selesai buang air aku berniat untuk masuk ke dapur dan mengambil minum lalu kembali ke kamar namun betapa kagetnya aku saat aku mendengar ada suara yang berbicara padaku,

"le rak sah toktokmen rak deloki aku, aku ngerti kowe iso delok aku" (nak ngak usah pura-pura ngak lihat aku, aku tahu kamu bisa lihat aku)

Aku yang saat itu takut sekaligus penasaran memberanikan diri untuk mendekat dan menyalakan lampu dapur, disitu aku melihat sosok pria tua dengan wajah yang cukup berwibawa memakai baju yang sangat kuno sedang duduk di kursi makan. Aku mencoba mengajaknya berkomunikasi,

Aku Melihat MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang