Karena peristiwa "Maria", aku jarang bahkan bisa dibilang sudah tidak pernah bermain sepak bola di lapangan sekolah, jadi aku mengganti rutinitasku tiap sore hari setelah pulang sekolah menjadi bersepeda santai dengan teman-teman. Kami biasa bersepeda disekitar lingkungan rumahku tepatnya dibelakang perumahan tempatku tinggal, di sana ada tanah lapang yang ditengah-tengahnya ada sebuah sendang. Menurut orang-orang yang ada di sekitar perkampungan, sendang itu angker dan memiliki cerita sejarah sendiri sehingga sendang itu walaupun sudah tidak digunakan, tidak ada seorangpun yang berniat untuk menyingkirkan sendang tersebut. Suatu sore, aku dan teman-temanku bersepeda dan melewati sendang itu, aku tak melihat ada sesuatu yang mencurigakan disitu. Mulai dari isu keangkerannya ataupun cerita-cerita yang berkembang di sekitar kampung, aku justru merasa saat sore hari disekitar sendang ini terasa sangat sejuk dan sangat nyaman digunakan untuk bermain, mungkin hawa sejuk ini dikarenakan di sisi sendang itu ada pohon beringin yang sangat besar yang mungkin sudah berusia sangat tua. Sampai suatu hari di sore itu aku yang memang terkenal iseng pernah mencoba melempar petasan ke arah pohon itu, tapi yang terjadi justru petasan itu tidak mau lepas dari jariku dan akhirnya meledak di tanganku, untungnya saat itu hanya petasan kecil sehingga tak ada luka yang serius hanya saja setelah itu telingaku berdenging, disaat telingaku berdenging samar-samar aku seperti mendengar ada yang berkata,
*Bagian dari ilustrasi
"ojo dolan neng kene" (jangan main disini),
entah darimana suara itu berasal namun itu terdengar sangat jelas ditelingaku.
Setelah peristiwa itu aku memutuskan untuk pulang. Jalan pulang yang menghubungkan antara perumahan tempatku tinggal dengan perkampungan ini terdapat sebuah rumah yang yang berdiri sangat kokoh dan memiliki dua lantai dengan bangunan yang cukup besar, namun sayangnya rumah ini sudah lama sekali tidak berpenghuni, padahal rumah ini terlihat sangat nyaman untuk ditinggali dengan bagian depan rumahnya yang terdapat taman ditambah lagi kolam ikan yang memiliki air mancur kecil sehingga rasanya cukup nyaman jika kita menghabiskan sore hari dengan bersantai didepan rumah. Selain itu yang membuatnya terlihat sangat rindang dikarenakan adanya sebuah pohon mangga dengan ukuran cukup besar yang terletak ditengah-tengah taman sehingga menciptakan lingkungan rumah yang terlihat sangat asri.
Sore itu waktu hampir memasuki waktu maghrib aku lewat didepan rumah tersebut. Aku yang sedang mengayuh sepeda dari kejauhan memperhatikan dengan seksama rumah tadi, aku melihat rumah itu terang dengan semua lampunya yang menyala, disitu aku melihat seorang wanita tua yang berdiri di lantai dua tepat dipojokan sambil melihat ke jalanan. Dalam hati aku berucap,
"wih akhirnya ni rumah ada yang nempatin juga".
Agar tak terkesan angkuh aku tersenyum pada nenek itu dan diapun membalas senyumanku. Sesampainya aku di rumah orang tuaku yang biasa berada di kios, ternyata mereka pulang ke rumah bersama dengan adik kecilku karena ayahku ada undangan untuk rapat RT di komplek perumahan kami, saat itu aku menatap mereka namun mereka melihatku seperti sedang marah. Aku yang baru saja sampai rumah tentu saja kebingungan apa yang menyebabkan mereka marah karena jika masalah kios sepertinya tidak mungkin karena saat aku main, karyawanku masih menjaga kios kami, akupun sudah berpesan pada karyawanku kalau aku ingin bersepeda dengan teman-teman. Setelah ayahku selesai mandi dia marah-marah padaku ternyata ada seseorang yang memberitahukan ke orang tuaku soal keisenganku di pohon beringin, bukan hanya ayahku, ibuku yang mendengarnya juga ikut memarahiku.
Setelah suasana sudah cukup kondusif orang tuaku bercerita jika pohon beringin itu sudah ada sejak lama bahkan sebelum aku lahir. Konon banyak orang yang mencoba untuk menebang pohon tersebut namun tak ada satupun orang yang berhasil untuk menebang pohon tersebut. Semenjak itu aku tak pernah main disekitar pohon beringin itu karena aku takut jika nanti suatu hari nanti "dia" yang mendiami pohon itu menampakkan wujudnya di depanku.
Malam harinya saat sedang aku dan ayah sedang makan malam bersama aku bertanya ke ayah,
"yah emange ayah mau arisan jam piro to?" (yah emang tadi ayah arisan jam berapa?), tanyaku.
"Sore jam 5nan mau, ngopo?" (sore tadi sekitar jam5, kenapa?), jawab ayahku
"omah pojokan seng cedak kampung kae wes enek seng tuku to yah?" (rumah pojokan yang deket kampung itu udah ada yang beli yah?), kataku
"durong wong ijek sepi kok seng nuku ki sopo lewato saiki kan ijek petengan, la emange ngopo?" (belum orang masih sepi kok yang beli siapa coba kamu sekarang lewat sana kan masih gelap, emang kenapa?), papar ayahku.
"rak..rak popo yah, takon wae" (nggak..nggak papa yah, tanya aja), jelasku.
Aku yang mendengar ucapan ayahku kaget dan bertanya dalam hati,
"lalu siapa sosok nenek yang tadi sore tersenyum padaku padahal aku melihat dengan sangat jelas rumah itu sangat terang".
Selesai makan malam ayahku pergi duduk di kursi yang ada depan toko, sedangkan aku memilih menyusul ibuku yang sedang menidurkan adikku dikamar.
*Bagian dari ilustrasi
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Melihat Mereka
Horrorcerita ini berdasarkan pengalaman pribadi seorang narasumber dengan mengganti nama tokoh dan tempat kejadian jangan lupa buat follow instagram saya : i_octaviann