Bagian 3

5.5K 106 43
                                    

Pada saat aku berusia 12 tahun adikku lahir, karena tepat memasuki masa libur sekolah kami sekeluarga menghabiskan masa libur sekolah di tempat mbah, aku dan keluargaku pergi berlibur ke rumah mbah di daerah Surabaya, kami sampai di rumah mbah pad...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada saat aku berusia 12 tahun adikku lahir, karena tepat memasuki masa libur sekolah kami sekeluarga menghabiskan masa libur sekolah di tempat mbah, aku dan keluargaku pergi berlibur ke rumah mbah di daerah Surabaya, kami sampai di rumah mbah pada sore hari. Sesampainya kami disana ternyata ada tetangga mbah yang sedang memiliki hajat. Di sebelah rumah mbah ada rumah budhe yang kebetulan punya anak yang selisih satu tahun lebih tua dariku namanya Edo, saat aku sedang berlibur ditempat mbah kami sering bermain bersama. Keesokan harinya seperti biasa kami bermain bersama, aku dan mas Edo bermain kelereng bersama dengan teman-teman mas Edo, saat hari mulai gelap dan memasuki waktu maghrib mbah putri menyuruhku untuk masuk rumah (karena kebetulan mbah kakung sudah meninggal saat umurku masih 7 tahun). Di daerah jawa ada anggapan,

"nek wayah maghrib ojo dolan neng njobo omah" (bila saat waktu memasuki masa maghrib jangan main diluar rumah)",

orang yang tinggal di daerah jawa pasti tau tentang hal ini, mbah memanggilku dan mas Edo untuk segera pulang,

"le ndang balek wes meh maghrib" (nak cepat pulang udah mau maghrib), perintah mbahku.

aku berpikir permainan sedang seru dan akan sangat tanggung jika berakhir sekarang, aku menjawab,

"sedilit mbah dilit meneh menang" (sebentar mbah sebentar lagi menang), jelasku.

Tak berapa lama permainan kami selesai aku memunguti kelereng yang ku gunakan untuk bermain bersama mas Edo lalu aku bergegas untuk masuk rumah tapi saat aku akan masuk rumah ada hal yang menarik perhatianku, aku melihat ada seorang wanita yang menggendong anak kecil seolah-olah anaknya dilempar ke atas lalu ditangkap(biasanya orang jawa menyebutnya dengan dikudang) yang sedang berjalan menuju ke arah orang yang memiliki hajat, saat itu aku tidak berpikir macam-macam sampai pada akhirnya aku melihat orang itu menembus tenda yang digunakan untuk hajatan, aku memanggil mas Edo,

"mas, kowe deloki wong mau rak seng ngudang anake?" (mas kamu lihat orang tadi nggak yang lagi gendong anaknya?), tanyaku.

sambil berjalan masuk ke rumah Mas Edo menjawab,

"rak ono wong dek, ngelindur yak'e kowe" (ngak ada orang dek, kamu ngelindur kali), jawab Mas Edo.

Aku yang ketakutan setalah melihat itu langsung lari masuk ke rumah mbah meninggalkan mas Edo, saat mandi aku masih terbayang dan berpikir,

"benar juga kata mas Edo jika memang dia manusia seharusnya dia berputar untuk menuju ke rumah tetangga mbahku yang sedang punya hajat karena tenda itu rapat dan tak mungkin bisa dilewati manusia, tapi yang ku lihat dia bahkan tidak berputar melainkan menembus penutup yang digunakan untuk menutup tenda tersebut".

Semenjak peristiwa itu selama liburan di rumah mbah aku merasa rumah ini tidak pernah sepi seolah-olah banyak orang yang sedang mengamati semua kegiatan yang sedang ku lakukan terutama saat hari mulai gelap.
Malam harinya saat aku sedang tidur sendirian aku benar-benar merasa seolah-olah sedang dalam keadaan sadar, disitu aku merasa sedang berada di luar rumah namun dengan keadaan lingkungan yang benar-benar sepi seolah-olah tidak ada satu orangpun di rumah mbah.

Aku Melihat MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang