4

58 8 1
                                    

Ting nong!

Dodo menggeliat, setengah terpejam meraba-raba mencari ponselnya. Pesan dari Elis datang sepagi ini. Dia ingin melanjutkan tidurnya lagi, tetapi ingat kalau punya janji. Dengan malas, Dodo membuka pesan itu.

Elis : Cepet turun, gue udah di bawah!

Bunyi nada dering telepon berulang lagi. Dodo menutupi kepalanya degan bantal, tetapi bunyi itu seakan bisa
menyusup dari mana-mana. Akhirnya, Dodo menyerah, melihat jam bekernya. Sungguh, dia masih sangat mengantuk dan ingin menikmati tidurnya, setidaknya dua jam lagi sebelum bersiap - siap untuk pergi ke sekolah. Pantas saja, sekarang masih pukul tiga pagi.

Setengah sadar, Dodo membalas.

Dodo : Masih tidur! Nanti aja di sekolah!

Dia kembali menarik selimut. Denting yang sama terdengar lagi. Kalau bukan Elis, Dodo sudah
akan melempar ponselnya ke ujung ruangan agar berhenti berbunyi.

Elis : Sekarang! Atau gue gak bakal bantu lo buat ngejalanin misi lo itu! Buruannnn!

Arggghhh. Penuh keterpaksaan, Dodo menyeret tubuhnya turun dari ranjang. Lain kali, dia akan pikir - pikir untuk berjanji.

Mata Dodo yang digelayuti kantuk langsung terbelalak saat melihat penampilan Elis di depan rumahnya. Rambutnya di gerai sedemikian rupa. Sekarang mereka berdua sudah berpakaian seragam sekolah dan menggedong tasnya masing - masing.

"Mau kemana sih? Jam segini bisa dikira maling," ujar Dodo kesal sekaligus menguap.

Elis yang bisa membaca raut Dodo, langsung menjawab. "Jangan banyak nanya!" katanya sok galak.

Tanpa memberi perintah terlebih dahulu, Elis langsung masuk ke dalam mobil. Dodo mengikuti Elis seperti seorang pengawal yang patuh pada putri yang dijaganya. Sepanjang perjalanan, Dodi tidak protes
dan mengikuti arah yang diberikan Elis. Semangat menya-nyala yang keluar dari Elis tidak ingin Dodo lunturkan degan sikap menyebalkannya. Meskipun terkadang Dodo merasa Elis sangat menyebalkan dan seenaknya. Dodo tetap selalu ada di samping Elis. Karena Elis adalah teman semasa kecilnya dan untuk selama - lamanya.

***

SMA Airlangga menjadi tujuan mereka. Dodo mengikuti Elis yang berjalan memasuki gerbang sekolah tanpa kenal takut. Suasana di dalam sekolah masih sepi, mungkin hanya mereka berdua yang ada di sekolah. Langit juga masih gelap.

Elis dan Dodo berjalan melewati koridor, suara aneh dan seram terngiang di telinga Dodo yang membuatnya merasa takut. Tidak dengan Elis yang berjalan sangat santai layaknya model fashion show.

Mereka berdua berhenti di depan kelas XII IPS 1 yaitu kelas Elis.
"Lis, lo yakin mau masuk? Entar ada memedi gimana?" tanya Dodo sedikit ketakutan.

"Gak usah takut, deh. Lo kan cowok!" sahut Elis. Elis lalu membuka pintu dan menghidupkan lampunya. "Lagian kalo lo ketemu setan. Palingan juga setannya yang takut sama lo" kata Elis lagi sambil tertawa kecil.

Dodo menatap Elis dengan tatapan sebal. "Maksud lo, muka gue lebih seram dari setan?" Sungut Dodo.

"Bukan gue yang bilang ya" kata Elis sambil berjalan ke arah mejanya. Dodo mengikuti dari belakang sambil celingak - celinguk.

Elis memeriksa mejanya, ternyata belum ada surat. Sudah pasti si penulis surat belum datang.

"Kita ngapain sih ke sekolah pagi - pagi gini? mana gue ngantuk lagi!" Dumel Dodo.

"Berisik!"

Satu ide terbesit di benak Elis. Elis lalu segera menutup pintu dan mematikan lampu. Dodo dan Elis duduk di dekat rak buku sambil mengintip.

"Lo ngapain matiin lampunya?" tanya Dodo.

"Dodo. Kalo kita nyalain lampunya, udah pasti yang nulis surat itu gak berani masuk ke sini. Karna dia tau ada orang di dalam" jelas Elis.

"Ternyata lo pinter juga" puji Dodo.


****

Waktu sudah menunjukkan pukul 4 pagi, tetapi tidak satu pun orang masuk ke dalam kelas. Dodo sudah tidur pulas di pundaknya, sedangkan Elis masih saja mengintip.

Karna merasa ngantuk, tanpa sadar Elis ikut tertidur.

G: Dia, Cinta & Rahasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang