2

89 12 5
                                    

Hari ini Elis datang lebih pagi ke sekolah. Suasana sekolah masih begitu sepi, bahkan Nadia yang notabene-nya murid paling rajin belum juga datang.

Elis memang sengaja datang lebih pagi, karena menurut informasi di Instagram, hari ini akan ada tilang di perrtigaan, jalan menuju sekolahnya.

Elis masuk ke dalam kelasnya lalu duduk di mejanya dan tepat saat ia ingin memaaukkan tasnya ke dalam kolong meja, Elis menemukan amplop berwarna hijau muda.

To : Gelisia Venelizia

Elis segera membaca surat di dalamnya.

To : Elis

Selalu ada alasan, mengapa orang tak berani menyatakan perasaannya.

Pertama, ada yang takut untuk ditolak

Setiap orang memiliki alasannya masing - masing, yang pastinya tidak diketahui banyak orang.

Begitu juga aku.

Percayalah, kelak kamu akan mengetahui alasannya.

                                 ***

"Lihat Dodo, nggak?" Elis asal bertanya ke murid yang dia tahu sebagai teman sekelas Dodo. Dia melongok ke dalam kelas, tetapi tak menemukan keberadaan Dodo.

"Dodo nggak masuk" pandangan Elis masih terarah kepada murid itu, seakan-akan dia memberi jawaban yang tidak benar. Elis menengok ke dalam lagi, Dodo masih tetap tida ada.

"Oh, makasih ya."

Dari dalam saku, Elis mengeluarkan ponselnya. Dia mencoba menghubungi Marko lagi. Sedari tadi, dia sudah mencoba, tetapi tak satu pun panggilannya yg di terima. Tidak biasanya Marko seperti ini. Mau tidak mau, Elis merasakan khawatir.

"Apa Dodo marah ya, gara -gara sikap gue kemarin?" Batin Elis. Elis memang tersinggung degan kata-katanya Dodo, tetapi dia tidak bermaksud bermusuhan selamanya, apalagi sampai mengusir Dodo dari kehidupannya.

"Eh Lis, Lo sama Dodo kan udah kayak surat sama amplopnya. Masa lo ga tahu dimana dia. Apa jangan - jangan kalian bertengkar lagi?" Selidik murid tadi.

"Jangan kepo deh lo!" Kata Elis. Lalu segera pergi meninggalkan murid itu.

Dia mencoba mencari ke taman belakang, kantin, perpustakaan, seluruh sekolah, namun hasilnya
nihil. Murid tadi memang tidak bohong. Mobil Dodo pun sama kali tidak terlihat di parkiran sekolah. Haruskah Elis bertanya ke mama Dodo? Namun Elis mengurungkannya. Kalau ada hal yang membuat Dodo urak - urakan seperti ini, Elis tahu betul apa penyebabnya. Elis memutuskan untuk menunggu. Dodo pasti kembali.

                               ***

Ponsel Dodo bisa dihubungi, tetapi telepon dari Elis, tidak juga diangkat. Elis sendiri sudah menghubungi mama Dodo, yang didapat dari mama Dodo adalah kabar kalau Dodo baik-baik saja.

Meski mama Dodo tidak mau memberi tahu dimana dia berada. Bagaimana bisa Dodo baik-baik saja kalau degan mamanya, sekolah, dan Elis saja, cowok itu tidak bisa peduli.

Elis berdecak kesal. Kejadian dua surat asing itu memang harus segera diceritakan.

Elis berjalan di koridor sekolah degan kepala tertunduk. Sepanjang malam Elis berdoa agar cowok itu baik-baik saja. Ya, Dodo sahabat terdekatnya, tidak bisa dia bayangkan kalau harus kehilangan Dodo duluan.

Tiba-tiba saja ada bola basket yang menggelinding ke arah kaki Elis. Pandangannya tertuju kepada
bola yang berhenti di dekat sepatunya, selama beberapa saat mengamati benda itu. Kemudian,
Elis mendongak saat merasa ada yang mendekatinya.

Mata Elis tertuju pada sosok cowok jangkung yang begitu akrab. Ada kelegaan luar biasa mengalir di dalam hatinya. Sungguh Elis ingin tersenyum, tetapi seluruh tubuhnya kaku. Kehadiran sosok tinggi
di depanya itu mengejutkan. Dodo berdiri di hadapannya, berjarak beberapa langkah saja. Senyum jail tersungging di bibirnya yg tipis. Selanjutnya, Elis hanya termangu. Rasanya ingin mengomeli Dodo, tetapi melihat cowok itu kembali sudah cukup membuatnya bersyukur. Mereka berdua duduk berdampingan di taman belakang. Senyum di bibir keduanya sudah menguap. Tinggal kecanggungan yang ada di antara mereka berdua. Elis merasa bersalah karena sudah marah kepada Dodo waktu itu. Keduanya tetap bertahan sama-sama sunyi.

Elis menggoyangkan kakinya pelan-pelan, sambil mengamati jarum panjang di jam tangan hitam kesayangannya. Dodo memperhatikannya. Diam di antara mereka ini sesungguhnya membuat
Dodo merasa sangat tidak nyaman.

"Lo ke mana aja sih, gue khawatir tahu?!"

"Fue ga kemana-mana kok, gue cuma lagi malas aja," balas Dodo.

"Nggak lucu," kata Elis. Dia tahu Dodo bermaksud bercanda dan mencairkan kebekuan antara mereka. Namun saat ini, bukanlah waktu yang tepat. Kecemasan Elis tidak bisa ditebus degan semudah itu.

Awalnya Elis ingin marah, tetapi dia tidak kuasa melakukan itu. Dia hanya tidak ingin Dodo pergi lagi.

"Lo marah ya sama gue?"

"Gue marah sama lo, terus kabur gitu?" Dodo menyeringai. "Ge er banget lo ya."

"Syukur deh kalau bukan karena gue."

Elis menghela nafas, mengamati wajah Dodo dari samping. "Terus karena apa dong?" Elis memberi jeda pada pertanyaannya, mengumpulkan keberanian untuk mengutarakan itu.

"Apa ini gara - gara bokap lo lagi?" seperti yang sudah Elis kira, air mata Dodo langsung berubah.

"Ahh. Nggak usah dibahas deh, Males." kilah Dodo.

"Tapi lo nggak bisa kayak gini. Ngambek, terus kabur. Gimana kalau lo nggak naik kelas. Masih untung nggak di drop out."

Di ujung kalimat Elis, Dodo langsung bangkit beridiri. Raut mukanya mendung. Lalu begitu saja dia meninggalkan Elis

G: Dia, Cinta & Rahasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang