Chapter 8

20 2 0
                                    

Terserah mau vote apa gak, author gak maksa

Author udah lelah

Happy Reading 😊


Di Dorm

Author pov

Donghan pun membawa Ji Eun pulang ke dorm pria lalu kembali lagi ke agensi. Donghan ingin menitipkan Ji Eun kepada Daniel, karena hanya Daniel yg ia kenal. Ji Eun terbaring di kasur kamar Daniel. Ponsel Ji Eun yang diletakkan di meja depan TV berdering, seseorang menelponnya. Daniel yang merasa risih langsung mengangkat telpon tersebut. 

"Ji Eun, kau dimana" Terdengar suara dari seberang sana.

“ Tenang hyung, dia bersamaku di dorm pria sekarang. Tadi dia pingsan, jadi dibawa pulang ke dorm.

“ Oh, baiklah. Jaga dia baik-baik.” Setelah itu telpon ditutup secara sepihak. Daniel pun meletakkan kembali ponsel Ji Eun di meja lalu ia menuju dapur untuk membuatkan bubur untuk Ji Eun. Demamnya sudah agak turun jadi dia bisa kembali beraktifitas. Daniel masih belum yakin dengan perkataan Woojin waktu itu.

“ Apa benar dia pacar Ji Eun? Apa dia cuma mengada-ada?” Gumamnya pelan. Sambil menunggu buburnya mendidih, ia pun menghampiri Ji Eun di kamar. Tiba-tiba terdengar suara Ji Eun.

“ Woo...Woojin.” Lirih Ji Eun pelan dengan mata yang masih terpejam erat.

Daniel hanya menoleh ke Ji Eun yang sepertinya ia hanya bermimpi. Tapi kemudian ia mendekati Ji Eun. Setetes air mata mengalir keluar dari sudut mata Ji Eun.

“ Woojin.. jangan pergi.” Tutur Ji Eun lagi.

Merasa kesal mendengarnya, Daniel pun beranjak menuju dapur.

Ji Eun pov

  Ku peluk erat tubuh Woojin dari belakang dan mencoba mencegahnya untuk pergi.

“ Woojin, aku tahu kita ini berbeda. Tapi ku mohon, jangan tinggalkan aku. Aku rela memberikan darahku untukmu daripada harus kehilanganmu.”

“ Maafkan aku, aku harus pergi. Selamat tinggal.” Woojin langsung melepas pelukanku lalu perlahan menghilang di balik kegelapan. Aku pun berusaha berlari mengejarnya tetapi aku terjatuh. Seketika aku terbangun dan mengusap air mataku. Perlahan aku tersadar dengan keberadaanku di sebuah kamar yang tak terlalu luas.

“ Ini kamar siapa?” Gumamku lalu melihat lemari yang tertempel beberapa foto disana. Merasa penasaran, aku berjalan perlahan mendekati lemari tersebut. Aku sedikit terkekeh melihat foto Daniel waktu masih kecil, gendut sekali. Ada juga beberapa foto kami berdua waktu kecil. Merasa baru tersadar, aku mulai mencari ponselku yang tidak ada di saku celanaku. Aku mencari ponselku hingga membuka satu persatu laci nakas. Hasilnya nihil, tapi aku menemukan sebuah amplop. Setelah dibuka, amplop itu berisikan sepucuk surat. Mataku langsung terbelalak tak percaya, bukan karena surat itu ditujukan kepadaku. Dalam surat itu, terdapat sebuah kalimat yang membuat otakku seakan berputar.

“ Maafkan aku yang tidak sengaja membunuh kedua orang tuamu. Jujur, semua ini ketidaksengajaan. Sebagai hukumannya, aku harus menjagamu sampai kapanpun. Kau tau, aku ini sebenarnya berdarah merah yang berusaha bersikap baik layaknya darah biru. Karena aku tak ingin dipandang buruk oleh orang lain.” Aku masih diam mematung. Tiba-tiba saja terdengar bunyi kenop pintu terbuka. Secepat kilat kumasukan kembali surat itu ke dalam laci. Tak mungkin aku kembali naik ke kasur dengan cepat, karena akan membuat Daniel curiga. Jadi aku berpura-pura telah terjatuh dari atas kasur dan mengusap kakiku.

“ Ya ampun Ji Eun, kau tidak apa-apa?” Daniel langsung meletakkan nampan berisi bubur dan susu di atas meja lalu menggendongku kembali ke kasur.

“ A..aku tidak apa-apa.” Aku berusaha mengontrol diri agar tidak gugup.

“ Ini aku buatkan bubur untuk mu, ayo makanlah.”

“ Terima kasih, aku tidak lapar.”

“ Bohong, kau pasti belum makan dari siang tadi.”

“ Aku tak nafsu makan.”

“ Ji Eun, aku pengen nanya sesuatu tapi jawab jujur ya. Apa benar Woojin pacarmu?” Daniel menggenggam kedua bahuku.

“ Eumm...eumm.. I..iya.” Aku tertunduk dan mulai menitikkan air mata.

“ APA? Jadi selama ini kau anggap apa persahabatan kita, Hah..?” Daniel menaikkan nada bicaranya dan memperkuat cengkraman tangannya dibahuku. Sakit, tapi hanya bisa ku tahan.

“ Ma...ma..maafkan aku..hiks..hiks.” tangisku benar-benar pecah.

“ Maaf? Aku tak akan marah kalau tidak kau rahasiakan dariku. Kau mau mati ya?”

“ YA. Aku lebih baik mati dibunuh Woojin dan menyusul kedua orang tuaku yang telah kau bunuh. Hiks..hiks..”










To be Continue>>

The Dark Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang