Di sebuah Tempat Pemakaman Umum, terdengar lirih suara doa-doa yang tulus dipanjatkan khusus untuk manusia tanpa nyawa di bawah tanah tepat di depan sang pelantun doa.
"Assalamu'alaikum. Maaf, Pa, Marvin baru bisa ke sini hari ini. Marvin tidak pernah lupa mendoakan papa tiap hari. Semoga papa bahagia di sana bersama mama."
Sejenak kalimatnya terputus. Ia mulai mengambil napas dan membuangnya. Meneruskan kembali curhatan yang terhenti.
"Minggu depan Aurel akan menikah, doakan putramu tetap kuat menjalani ini. Marvin balik dulu, Pa. Marvin pasti akan balik ke sini lagi. Assalamu'alaikum."
Setelah selesai berdoa dan menumpahkan segala kepiluan dalam hatinya, ia segera bangkit dari pusara sang ayah sambil menghapus air mata yang turun tanpa diminta. Ia sangat tahu bercerita dan menangis di depan tempat peristirahatan ayahnya tidaklah akan menemukan solusi, tapi setidaknya setelah seperti ini ia akan sedikit lega. Tidak akan ada yang mengatainya cengeng, dan beban di hati pun sedikit berkurang.
Dikendarainya mobil mewah itu, terus melaju membelah sepinya jalan, hingga akhirnya sampai pada tujuan. Salah satu rumah di perumahan kalangan atas, Jati Asri Jakarta Utara.
*****
ia memasuki rumah, hendak menuju kamar mandi dan membersihkan diri. Langkahnya berhenti sesaat, melihat wanita paruh baya -yang dia anggap sebagai ibunya- selarut ini masih aktif di dapur.
Bunda Rika, begitu Marvin memanggilnya. Yang ia tahu dari masa kecilnya, Bunda Rika dulu adalah pembantu di keluarganya. Ia yang merawat Marvin dari bayi. Kasih sayangnya melebihi mamanya sendiri. Hingga suatu saat sang mama sakit dan meminta Rika menikah dengan Hadi, ayahnya.
Melihat pemuda itu dengan tampilan yang acak-acakan dan mata sedikit bengkak jauh dari tampang sehari-harinya, membuat wanita setengah baya itu berpikir sejenak.
Pasti karena masalah itu.
Rika pun menyapanya.
"Marvin, baru pulang, Nak?"
"Iya, Bunda. Habis dari makam papa dan mama. Bunda belum tidur?"
"Ooh. Iya ini lagi bikin bumbu buat persiapan memasak besok. Masjid dekat RS. Sigma Medika besok mau ngadain pengajian. Jadi kita bikin nasi bungkus buat para jamaah yang hadir."
"Kenapa harus repot sih, Bund? Kenapa tidak beli saja?"
"Lebih enak bikin sendiri, Nak. Lebih murah juga. Lagian bunda kan lagi nggak sibuk. Lumayan buat ngisi waktu, dari pada bosan," jelasnya. "Kamu sudah makan? Bunda siapin makanan dulu, ya?"
"Sudah. Bund, tadi di jalan. Bunda istirahat saja kalau capek. Sudah malam."
Rika tersenyum. Bunda tahu kamu belum makan. Jangan sampai karena masalah Aurel, kamu jadi tidak punya semangat hidup seperti ini. Cepat atau lambat kamu pasti bisa menemukan kebahagiaanmu sendiri.
Setelah percakapan singkat dengan Bunda Rika, Marvin meneruskan langkahnya. Masuk kamar mandi. Mengguyur badan dengan air dingin dan meneruskan ritual mandinya.
Dia masuk kamar, mengistirahatkan badan dan pikiran yang sudah membuatnya kelelahan sepanjang hari ini. Tidur adalah pilihannya.
________________________
Shalys Chan
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Terakhir ✔ ✔✔
Romance***CERITA INI SUDAH PINDAH KE DREAME*** Kejar ke sana, ya. Jangan lupa tinggalkan love-nya. ========================== Gagal menikahi tunangannya karena terbentur restu orang tua, Marvin memilih menikah dengan bawahannya, Rani. Namun, apa jadinya ji...