Atmosfer dingin menyelimuti ruangan direktur Prospek Corp pagi ini.
"Kamu yakin mau kerja di sini?"
"Iya, Pak."
"Kamu tahu pekerjaan kamu apa?"
"Bapak belum bicara mengenai itu pada saya."
"Oke. Kamu masuk di sini bukan lewat pihak HRD. Jadi saya ingin kamu melayani saya."
"A-apa? Melayani Anda?" Rani kebingungan dan mencoba mengartikan perkataan bossnya.
"Iya. Melayani saya."
"Maksud bapak? Saya melayani Anda?" Ucap Rani dengan menunjuk dirinya sendiri saat mengucap kata saya dan menunjuk marvin saat mengucap kata Anda.
"Pikiran itu harus dibersihkan dulu. Jangan selalu berprasangka buruk pada orang."
Rani langsung menghela napas lega.
"Kamu masuk ke sini langsung lewat saya. Dan kamu tahu Prospek Corp sedang tidak membutuhkan pekerja baru. Saya sendiri masih bingung mempekerjakan dan meletakkan kamu di mana. Berhubung kata Evan pekerjaan kamu bagus, okelah saya coba terima. Sementara ini kamu bisa bantu-bantu saya jika saya perlukan. Sambil melihat bagaimana kinerja kamu yang sesungguhnya," ucap Marvin panjang lebar.
"Baik, Pak."
Jujur, dalam pikiran Rani masih bertanya-tanya, kenapa Evan menyuruhnya melamar pekerjaan di sini yang sudah jelas bukan bidangnya. Padahal Rani bisa saja dengan mudah memperoleh pekerjaan yang ia mau dengan usahanya sendiri.
"Kamu siap mengerjakan tugas pertamamu sekarang?"
Rani mengangguk.
"Buatkan saya teh dengan tambahan sedikit daun mint," titah Marvin.
Hah? Yang benar saja??
Sejak kapan programer handal seperti Rani disuruh membuat teh? Apa bossnya sudah gila? Bahkan mungkin lebih gila dari mantan bossnya, Evan.
Anda sungguh menyebalkan.
Jiwa berontak Rani muncul. Ia memang kalem, tapi kalo sudah tidak sesuai dengan hatinya, ia langsung menolak mentah-mentah tanpa rasa sungkan dan malu lagi.
Seperti sekarang ini, ketika mendengar bossnya menyampaikan tugas pertamanya rasa tidak terima langsung menyelimuti dirinya. Rani langsung berdiri dari tempat duduknya.
"A-apa, Pak? Yang benar saja? Kenapa harus saya? Apa tidak ada ada office boy di hotel mewah seperti ini?" Rani langsung menyemprot Marvin tanpa mengingat siapa dirinya. "Apa jangan-jangan bapak memang mau menjadikan saya office girl?"
"Kamu baru saya suruh buat teh saja sudah seperti saya suruh terjun dari lantai 40. Bagaimana kalau saya beneran nyuruh kamu terjun dari lantai 50?"
Ok. Fix, Anda benar-benar menyebalkan.
"Baik, Pak." suara Rani sedikit terpaksa, sedangkan pikirannya masih sibuk mengumpat boss barunya ini.
"Kalau kamu tetap duduk di situ kapan saya bisa menikmati teh nya?"
Oh, rupanya Rani benar2 melamun.
"I-iya, Pak. Maaf, saya buatkan sekarang."
Rani pun keluar dari ruangan Marvin dengan wajah yang ditekuk sempurna, dan langsung disambut dengan sapaan Lisa.
"Kenapa?"
"Saya disuruh pak Marvin membuat teh. Bisa mbak Lisa tunjukkan di mana pantry di sini?"
Lisa tersenyum, lebih tepatnya berusaha menahan tawa. "Oke. Ayo ikut aku."
Di Pantry
"Terima kasih. Mbak Lisa bisa kembali bekerja, takut nanti Pak Marvin marah, nanti biar saya nanya OB di sini kalau ada yg belum jelas."
"Nggak papa. Jangan terlalu formal. Panggil Lisa aja. Biar lebih akrab." ucap Lisa. "Oh iya, Pak Marvin minta dibuatin teh apa?" Sambungnya.
"Teh dengan sedikit daun mint. Sebenarnya saya belum pernah buat teh yang macem-macem, biasanya tinggal ambil teh celup, gula, air mendidih, jadi deh."
Lisa langsung mengambil daun mint, meremasnya, menuangkan air hangat, gula dan sedikit madu, kemudian menyaringnya.
"Jadi deh. Kamu kasihkan ke boss kamu itu." Lisa menyerahkan teh daun mint ke tangan Rani."Boss kamu juga."
Mereka tertawa bersama. Benar-benar lebih akrab dari sebelumnya.
"Makasih, ya."
.
.
."Ini, Pak, tehnya."
"Taruh aja di meja situ." Tanpa melihat yang diajak bicara.
"Tidak diminum sekarang, Pak?"
"Kamu ngatur saya?"
"Maaf."
"Ya sudah bawa sini."
Marvin mengambil cangkir itu, mengangkatnya, perlahan membawanya menuju mulutnya.
Bruusssh.... Marvin menyemburkan minuman itu.
"Kamu tidak dengar apa yang saya perintahkan?" Marvin membentak Rani. Sungguh Rani benar-benar ketakutan. Tidak tahu letak kesalahannya di mana.
"Teh sedikit daun mint, Pak." Rani mencoba menjawab Marvin, meski dengan peruh rasa takut.
"Kamu saya suruh membuat TEH DENGAN SEDIKIT TAMBAHAN DAUN MINT." Marah Marvin dengan penuh penekanan. "Bukan Teh daun mint!"
"T-tapi ...."
"Tapi apa? Dan yaa ... siapa yang menyuruh kamu menambahkan madu? Saya paling tidak suka madu. Seharusnya kalau nggak tahu, kamu bisa nanya OB di sini, atau paling tidak tanya Lisa, sekretaris saya."
"Tapi ini bu Lisa yang membuatnya, Pak." Kalimat itu lolos dengan mulus keluar dari mulut Rani.
"Apa??" Marvin tahu. Ia sedang dikerjai oleh Lisa.
"Lisaaaaa ...." Marvin berteriak sekeras mungkin. Sedangkan yang bernama Lisa sedang tertawa puas di balik kokohnya pintu ruangan Marvin.
Sungguh sebentar lagi Marvin akan membuat perhitungan dengannya. Yang pasti selain memecatnya, karena ia tidak punya wewenang untuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Terakhir ✔ ✔✔
Romance***CERITA INI SUDAH PINDAH KE DREAME*** Kejar ke sana, ya. Jangan lupa tinggalkan love-nya. ========================== Gagal menikahi tunangannya karena terbentur restu orang tua, Marvin memilih menikah dengan bawahannya, Rani. Namun, apa jadinya ji...