01

562 114 128
                                    

Untuk memperoleh sesuatu itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, semua butuh proses. Bukan didapatkan secara instan.  Mau dapat gelar sarjana aja harus dilalui selama 4 tahun, padahal yang mau dikejar hanya dua kata. Sarjana Pendidikan.  Selama 4 tahun di tempat ini aku hanya berjuang untuk gelar itu agar bisa bekerja ditempat yang benar-benar sesuai dengan keinginanku. Bahkan demi gelar itu aku rela jauh dari orangtua dan tinggal di ibukota. Dan ini merupakan tahun terakhir aku menempuh pendidikan di tempat ini. Waktu dimana aku sedang sibuk-sibuknya mengejar dosen sembari membawa tumpukan berkas skripsi di tangan. Bahkan aku harus merelakan waktu dan tenaga untuk bolak-balik dari kos- kosan menuju kampus.

Seperti hari ini, usaha dan waktu yang ku korbankan terasa sia-sia. Pagi tadi aku sudah bersiap berangkat ke kampus hanya untuk melakukan bimbingan dengan dosen pembimbingku yang galaknya sangat luar biasa. Tetapi baru setengah jalan menuju kampus, beliau mengabariku jika beliau tidak bisa melakukan bimbingan hari ini dengan alasan ada urusan keluar kota.

Karena sedikit kesal dan kecewa akhirnya aku berakhir ditempat ini, di salah satu kafe yang terletak di daerah Kebayoran baru. Sudah hampir tiga jam aku menghabiskan waktu disini, menikmati kesendirian di sudut cafe sembari menikmati pemandangan kota Jakarta yang begitu padat.

Aku menyesap sisa-sisa caramel macchiato dalam cangkir ku. Aktivitasku terinterupsi karena dering ponselku yang terletak diatas meja. Aku meraih ponsel dengan malas dan segera menggeser tombol hijau.

"Lu dimana sih? Dari tadi gue sibuk muter -muter nyari lu di fakultas tapi enggak ada? Lu nyangkut dimana sekarang?"

Aku sedikit menjauhkan ponsel dari telinga ketika teriakan seseorang diseberang sana langsung menyapa gendang telingaku.

"Bisa enggak sih lu ngomongnya enggak usah sekeras itu? Gue enggak tuli ra."

"Hehehe, sorry deh. Habis gue kesal tau. Buruan kasih tau gue tempat lu sekarang dimana."

"Gue di kafe biasa."

"Ok. Gue langsung on the way kesana. Jangan kemana-mana."

Normal POV

Seseorang diseberang sana langsung mengakhiri panggilan sebelah pihak setelah Zira lebih tepatnya Kanaya Elzira memberitahukan lokasi keberadaannya. Zira kembali disibukkan dengan cheese cake dihadapannya. Tepat disuapan terakhirnya, Aira datang dan langsung mendaratkan bokongnya tepat pada kursi dihadapan Zira.

"Lu kok bisa berakhir disini Zi? Katanya lu ada bimbingan hari ini. Lu di PHP sama pak Indra?" Aira langsung memberondong Zira dengan beberapa pertanyaan.

"Tau tuh pak Indra ngeselin. Janjinya bimbingan hari ini, pas gue udah setengah jalan mau ke kampus tiba-tiba jadwal bimbingan gue dicancel. Alasannya dia mau keluar kota katanya." Zira tertunduk lesu. Ia menumpukan dagunya ke atas meja.

"Sabar Zi, gue juga kan sama kaya lu. Sama-sama korban PHP pak Indra." Aira tertawa garing kemudian menyesap ice americano pesanannya yang baru saja diantarkan pelayan.

Zira dan Aira merupakan teman satu ruangan. Mereka mengambil jurusan yang sama dan berakhir dengan dosen pembimbing yang sama. Zira dan Aira bersahabat sudah hampir tiga tahun, tepat ketika mereka memasuki semester ke tiga. Jangan tanyakan hal apa yang membuat mereka bisa sedekat dan seakrab itu. Fangirl, korean drama juga boyband korea. Itulah beberapa hal yang mendekatkan mereka, everything about South Korea.

"Nasib memang. Enggak usah bahas pak Indra lagi deh. Mood gue makin berantakan."

"Gimana kalo bahas mantan lu?"

Raut wajah Zira seketika berubah ketika Aira mengajaknya untuk membahas mantan Zira. Alden, pria tinggi berkulit putih yang juga termasuk kedalam daftar pria tampan di fakultasnya. Pria yang mendekati Zira sudah hampir 1 tahun dan jadian hanya 1 minggu.

The Reason Of The Emptiness (#Wattys2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang