Hari Jumat sekolah Ulis pulang sangat pagi, jam 10.00. Jumat benar-benar hari istimewa untuk Ulis. Hari Jumat berarti lebih banyak ijin untuk bermain ke rumah tetangga, juga berarti ijin dikunjungi teman atau berkunjung ke rumah teman sekali waktu, sekali waktu yang sangat langka.
Jumat itu, Ulis memutuskan untuk bermain ke rumah tetangganya yang sudah lolos seleksi Ulis. Sebuah keluarga dengan segala keterbatasan dan kekurangan mereka masih mampu tumbuhkan rasa nyaman dalam diri Ulis.
Ulis mengucapkan salam di depan sebuah rumah kuno yang terlihat sangat rapuh dan tidak terawat, hanya menunggu waktu saja sebelum akhirnya ambruk. Tidak perlu waktu lama untuk mendengar suara salam balasan dari dalam rumah. Seorang wanita berwajah murung, berkulit putih pucat dan tinggi berdiri di pintu perbatasan antara ruang tamu dan bagian dalam rumah. Wanita itu adalah kakak dari ibunya Weni, bude Saminah.
" Belum datang Weninya, Lis. Main dari tadi. Sepedaan." Ulis hanya diam." Ayo wes masuk."
Ulis tidak miliki rencana cadangan, Ulis sudah terlanjur memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan Weni, keponakan wanita itu. Ulis juga tidak ingin kembali ke rumahnya. Ulis ingin menghirup udara bebas untuk sesaat di rumah yang kekurangan sinar matahari itu.
Setiap ruangan rumah itu terdiri dari perkakas yang sangat sederhana dan berumur. Ruang tamunya hanya miliki empat buah kursi kuno dengan meja marmer bulat yang terlihat sudah sangat tidak terawat. Semakin ke dalam, perkakas-perkakas terlihat tidak hanya berumur dan tidak terawat, tapi juga memerlukan perbaikan.
Ulis memilih duduk di sebuah meja panjang yang beralih fungsi sebagai tempat tidur Weni, teman mainnya. Sementara wanita itu duduk di kerangka sofa panjang yang terlihat sangat kumal. Wanita itu melanjutkan menonton acara telivisi yang sedari tadi dinikmatinya.
Ulis membaringkan tubuhnya miring. Ulis selalu suka berada di atas meja ini. Tinggi, tapi tidak terlihat oleh orang-orang. Tentu saja tidak kelihatan, kerangka sofa yang hanya mampu menampung tiga orang, tempat anggota keluarga ini duduk menonton tv terletak di depan meja panjang tempat Weni tidur.
Itu yang Ulis suka dari keluarga ini. Mereka lalu lalang tanpa memperhatikan dirinya atau Weni. Sekali waktu saja mereka mengajak Ulis bicara untuk hal-hal penting. Sesekali saja keluarga Weni bertanya apa yang terjadi tadi pagi, tadi siang, tadi sore antara Ulis dan ibunya. Maklum. Halaman belakang rumah Ulis yang cukup luas berserberangan dengan halaman belakang rumah Weni yang berisi sumur, kamar mandi dan sedikit tempat untuk menjemur pakaian. Tembok pembatas yang tidak terlalu tinggi dan siap ambruk antara rumah Ulis dan keluarg Weni, sangat memungkinkan siapapun yang sedang berada di halaman belakang akan mendengar suara tangis Ulis atau suara marah mengerikan ibunya Ulis.
" Tadi pagi knapa, Lis??" Tanya seorang laki-laki berkulit gelap yang baru saja masuk.
Ulis kaget mendengar suara yang begitu mendadak dengan pertanyaan yang selalu sulit untuk Ulis temukan jawabannya. Ulis hanya mengerjapkan matanya berkali-kali.
" Knapa?" Bude Saminah tidak lagi memperhatikan sinetron kesukaannya. Pertanyaan yang baru saja dilontaran oleh ayah Weni jauh lebih menarik. Mata Ulis semakin mengerjap.
" Aku pas di blakang. Kok seperti swaranya Ulis. Aku ambil dingklik. Rambutnya dijambak, diseret ke kamar mandi. Trus emboh wes. Aku ndak tau. Trus ndak onok suarane."
" Di tenggelamkan di air lagi, ta, Lis?" Dulu Ulis heran darimana orang-orang dalam keluarga Weni bisa mengetahui apa yang terjadi, karena Ulis tidak pernah membenarkan, tidak pernah menjawab pertanyaan mereka. Ulis selalu kehilangan kata-kata ketika menghadapi pertanyaan seperti itu. Sekarang tidak lagi. Sekali waktu ketika Ulis tidak mampu lagi menahan diri, semuaya keluar, semua diceritakannya pada Weni. Dan Ulis menyesal karena membiarkan Weni mengetahui semuanya. Weni menjadi juru bicara Ulis ke keluarganya. Herannya, meski Ulis menyesal, Ulis tidak bisa menghentikan cerita-ceritanya pada Weni.
KAMU SEDANG MEMBACA
ulis saidah
General Fictionsemua tulisan yang dibuat tahin 2008 dipublikasikan untuk umum untuk mencapai kenikmatan karya berupa punya pembaca.tanpa diedit lagi