Epilogue[1]

8.5K 531 31
                                    


washington, D.C

"See u, Prilly"

Di taman university Seattle dua gadis itu berpisah. Gadis dengan tumpukan buku dipelukannya melangkah menuju sepeda yang ia parkirkan di pinggir taman, meletakan buku-buku itu di keranjang, dan melaju menyusuri pinggir jalanan kota seattle. Ia melambai kepada siapa saja yang ia kenal, senyuman manis selalu terpatri di bibirnya, bersamaan dengan dres peach yang menari mengikuti hentakan kakinya pada pedal.

"Hai paman Boby!" Sapanya kepada penjual surat kabar yang sedang terduduk menikmati makan siang.

Paman Boby balas melambai, "Hai Sugar, perhatikan hari mu!" Triaknya tak kalah ceria.

Tak lama dari perjalanan yang ia tempuh, gadis itu berhenti di sebuah cafe kopi. Sepeda berwarna hijau lumutnya ia parkirkan lagi, dan membawa kembali buku-buku itu di dalam pelukannya.

Lonceng berbunyi nyaring ketika gadis itu masuk, menemui semerbak bau khas kopi dan nuansa retro menenangkan yang kentara.

"Sup Prilly, mari membuat kebisingan, duh," Pria Rusia seusia Prilly dibalik kasir menyipit senang melihat kedatangan gadis itu, segera memakai clemek menutupi kaos hitamnya.

"Hai Zack, sebenarnya aku bosan membuat kebisingan. Ku rasa itu  berpengaruh kepada telinga ku," Kekeh Prilly seraya meletakan barang-barang miliknya di laci kecil bawah kasir.

"Hai Bett!" Prilly menyapa gadis pekerja lain yang sedang meletakkan kopi panas di atas nampan, siap mengantar.

"Yo Prilly!" Jawab Betty.

"Alright, anyway, ini waktu mu untuk menjaga kasir."

"Ah, thanks God"

Zack berlalu ke pantry, melayani beberapa pelanggan wanita yang memesan kopi. Yah Zack salah satu daya tarik kafe ini karena wajahnya yang tampan maskulin, bahkan para gadis penggemar Zack rela duduk berjam-jam di kafe ini hanya untuk melihat Zack.

Prilly hanya mengeleng melihat wanita-wanita itu menjerit kala Zack menekan penghancur biji kopi, dan tentu saja memamerkan ototnya. Akhirnya Prilly kembali fokus pada pekerjaanya, melayani beberapa pelanggan yang ingin membayar.

Pekerjaan paruh waktu ini sudah di lakoni Prilly selama 2 tahun terakhir, setelah gadis itu mengundurkan diri dari pekerjaan menjaga perpustakaan kota karena terlalu membosankan. Bundanya juga bekerja di kota yang keras ini, bunda menjadi asisten di salah satu butik ternama, dan itu dengan susah payah didapatkan bundanya setelah beliau mengalami masa-masa pemulihan.

Yap, bunda sembuh, dan tidak ada lagi yang membuat Prilly sebahagia ini selain kabar itu.

Hidup Prilly nyaman dan aman selama 4 tahun terakhir, dia menikmati semua proses dengan sabar. Melewati masa-masa sulit saat Dimas kembali ke Indonesia lagi. 1 tahun Dimas berada di sini, mencarikan Prilly pekerjaan, Kampus, dan tempat tinggal.

"Berapa bill saya nona?"

Suara dingin menarik Prilly dari ruang nostalgianya, merampas kepingan-kepingan yang berusaha Prilly satukan.

Penggangu, gerutu gadis itu cemberut.

Prilly masih menunduk, kali ini bukan melamun, mencari pesanan apa saja yang di pesan pelanggannya itu, "Anda meja nomor berapa tu-"

Gadis itu tercekat kala mendongakkan kepalanya, oksigen disekitarnya terasa di hempas menjauh membuat gadis itu sesak. Reaksi yang ditunjukan sama dengan Pria di depannya, pria berbalut jas mahal itu menajam melihat Prilly didepannya.

He's My Bad Boy [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang