Tujuh belas

7.8K 339 1
                                    

Gadis itu baru berumur 20 tahun. Namanya adalah Issabella. Dia anak seorang pemilik perkebunan anggur. Ayahnya cukup kaya dengan hasil perkebunan tersebut. Namun sayang, kehidupan bahagia yang tadinya dirasakan Issabella seketika sirna setelah kematian orang tuanya. Dan kepemilikan harta warisan jatuh pada pamannya yang pemalas dan tamak akan harta.

Kekayaan yang sebenarnya milik Issabella lama-kelamaan terkuras dan habis. Pastinya itu karena pamannya yang menghabiskannya dengan berfoya-foya tanpa mau mengelolanya.

Paman Issabella adalah seorang penjudi. Tentu saja, harta Issabella di habiskannya dalam meja judi. Dia berharap akan menambah kekayaan dengan cara yang tidak halal. Dan semua hanya sia-sia. Setiap uang yang ditaruhkan dalam setiap permainan selalu tak pernah kembali. Begitu seterusnya hingga mau tidak mau dia harus menggadaikan perkebunan milik keponakannya tersebut.

Dan hasilnyapun masih sama. Dia lalu berputus asa karena sudah tak memiliki uang sama sekali. Akhirnya dipaksanya Issabella untuk bekerja. Dan uang hasil kerja gadis itu di rampasnya begitu saja tanpa menyisakan se senpun untuknya.

Merasa tak cukup, akhirnya diapun mulai berhutang pada seorang rentenir yang kikir dan kejam. Masih dengan kebiasaannya dalam berjudi. Uang yang di pinjamnya habis pula di meja sesat itu. Dan pria itupun semakin kacau dengan menambah hutang-hutangnya pada sang rentenir.

Karena terlalu banyaknya hutang dan belum sepeserpun di bayar, akhirnya pinjamanpun di hentikan sang rentenir. Dia malah balik menagih pada pria itu.

Issabella di paksa bekerja lebih keras lagi siang dan malam. Gadis itu jadi tak terurus. Tubuhnya menjadi kurus karena hampir tak pernah mencicipi sebutir nasipun dalam sehari. Matanya yang sesungguhnya indah, kini menjadi cekung seperti tak ada kehidupan di dalamnya. Dia seperti seorang mayat hidup.

Sang rentenir menagih paksa atas pinjaman yang di lakukan paman Issabella. Dia mengancam akan memasukkannya dalam penjara kalau tidak dapat melunasi hutang dalam waktu sepuluh hari. Yang tersisa adalah rumah yang mereka tinggali. Dan terpaksa, pria itu harus menjual rumah tersebut untuk membayar hutang-hutangnya. Namun itupun masih belum cukup. Karena terlampau banyak bunga yang di hasilkan dari hutang itu sendiri.

Akhirnya pada suatu hari, pamannya yang sudah buntu dan tak menemui jalan keluar akibat desakan sang rentenir, dia pun menjaminkan Issabella atas hutang-hutangnya. Issabella di jual kepada seorang mucikari yang mau membelinya mahal karena Issabella masih memiliki sebuah harta yang berharga. Yakni keperawanannya. Pastinya uang itu di pakai pamannya untuk melunasi hutang-hutangnya yang telah menumpuk.

Dan disinilah kisah itu di mulai. Issabella baru pulang dari kerjanya saat beberapa orang bertubuh kekar mendatanginya dan ingin membawanya pergi. Untungnya Issabella waspada dan mengetahui gelagat buruk yang akan menimpa dirinya.

Diapun lari sekuat tenaganya. Dan jadilah disini sebuah adegan kejar-kejaran seperti dalam film-film trailer. Tentu saja Issabella berusaha dengan kuat untuk menghindar dari kejaran para lelaki bertubuh besar itu. Dan sampailah dia pada sebuah mobil yang akan melintas di sebuah jalan raya besar. Seketika dorongan hati memaksanya untuk menghentikan mobil tersebut walaupun resiko kecelakaan akan diterimanya seandainya pemilik mobil itu tidak mengerem dengan cepat.

Issabella mengakhiri ceritanya.... Matanya masih tetap tampak layu dan sendu. Namun hatinya sudah mulai tenang. Tak ada rasa takut lagi saat ini yang di rasakannya.

"Lalu kemana tujuanmu sekarang?" tanya Ernest setelah gadis itu mengakhiri kisahnya.

"Entahlah tuan, saya tidak punya tujuan. Saya juga tak punya saudara lagi, selain paman saya itu." jawab gadis itu bimbang.

"Dan pastinya aku tak akan mengantarmu kembali pada pamanmu setelah mendengar ceritamu ini." tutur Ernest seakan memberi kesimpulan.

Suasana hening sesaat. Hanya deru mesin mobil yang terdengar membelah jalanan pada ibu kota Inggris tersebut. Tiba-tiba mata Issabella membulat, dengan sinar yang berbinar-binar. Dia lalu menoleh ke arah Ernest yang tengah fokus dalam mengemudi.

"Tuan...bagaimana kalau tuan mengajak saya ke rumah anda," kata gadis itu tiba-tiba membuat Ernest seketika menginjak rem pegas.

"Apa?" serunya.Tau apa yang di pikirkan pria di sampingnya itu, Issabella cepat-cepat memotong.

"Ehmmm .... Jangan salah paham dulu tuan. Saya tau anda adalah orang kaya. Dan pastinya banyak sekali pelayan yang anda pekerjakan di rumah anda. Tapi saya rasa anda takkan keberatan kalau anda akan menampung seorang pelayan lagi. Saya akan bekerja pada tuan, saya berjanji akan melayani tuan. Saya mohon tuan, ijinkan saya ikut anda." gadis itu memelas.

Ernest menarik napas panjang. Dia berfikir sejenak untuk kemudian dia berkata dengan pelan, "Baiklah."

* * * * * * *

Ernest sudah tiba di rumah mewahnya. Di ajaknya Issabella masuk dan gadis itupun mengikutinya dari belakang. Beberapa pasang mata tampak mengawasi gadis lusuh itu.

Ernest memanggil Fred si kepala pelayan. Dia menyuruh pria itu membawa Issabella.

"Mulai saat ini, dia bekerja di rumah ini. Beritahu tugas tugasnya, dan berikan dia pakaian yang layak." Ernest berkata pada Fred

"Baiklah tuan." Jawab Fred singkat.

Fred hendak meninggalkan majikannya, sebelum akhirnya Ernest kembali memanggilnya.

"Apakah kau melihat Ros?" tanya Ernest.

"Beliau keluar sejak tadi siang tuan."

"Apakah kau tau dia pergi kemana?" Ernest meneliti lebih jauh.

"Nona mengatakan akan pergi ke rumah nyonya besar."

"Baiklah aku akan menyusul nya kesana."

"Apakah anda tidak akan makan terlebih dahulu?"

"Aku rasa tidak perlu. Dan nanti malam aku akan makan malam disana."
Ernest lalu kembali pergi meninggalkan kediamannya.

* * * * * * * *

Sementara itu, di sebuah rumah yang tidak terlalu besar. Terkesan sederhana namun indah, seorang wanita paruh baya dengan membawa secangkir teh hangat mendekati Ros yang tengah berdiri melamun di dekat jendela.

Wanita itu menyodorkan minuman yang di pegangnya kepada Ros. Dan Ros menerimanya dengan seutas senyum yang menyungging di bibir tipisnya.

"Bagaimana kabarnya? Apakah dia tetap sibuk dengan pekerjaannya?" wanita itu bertanya pada Ros yang tengah meneguk tehnya.

"Ya, dia sangat baik. Dan seperti yang kau pikirkan...dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya." Jawab Ros sambil melirik sekilas ke arah wanita paruh baya tersebut.

"Apakah kalian bahagia?"

"Tentu saja. Kenapa anda bertanya demikian?"

"Aku takut, karena kesibukan putrakuuu...." wanita itu tak meneruskan kata-katanya. Dia tertunduk.

"Jangan khawatir, walaupun waktu di antara kami tidak cukup banyak untuk selalu bersama, namun saya pastikan kami tetap bahagia karena kami saling mengerti satu sama lain." Ros cepat-cepat menangguhkan kata-katanya.

"Memang, terkadang cinta juga tak cukup di jadikan jaminan seseorang akan hidup bahagia dalam pernikahannya. Tetap saja di perlukan saling pengertian, pemahaman satu sama lain." wanita itu memberi pngertian, membuat Ros mengangguk-angguk mengerti.

"Lalu bagaimana dengan anda?pernikahan anda sendiri, seperti apakah kehidupan pernikahan kalian?" Ros menelusur. Ini adalah kesempatan yang bagus untuknya mengorek keterangan.

Wanita itu sedikit gugup. Dia lalu berjalan menuju sebuah tempat dimana sebuah piano berdiri tegak disana. Dan diapun duduk, perlahan-lahan jari-jarinya yang indah mendentingkan sebuah irama lagu.

Sebuah lagu klasik di mainkan hingga selesai. Dan dentingan piano itu membuat Ros terbuai dan larut dalam lamunan. Sebuah bayangan seorang pria tiba-tiba melintas dalam benaknya. Bukan Ernest. Tapi Earth.

Apa yang pria itu telah lakukan padaku hingga dalam mimpi dan bahkan lamunanku hanya wajah dan sosoknya yang selalu tampak.

* * * * * *

To be continued

LOVE ME or KILL ME ✔(Sudah Terbit Di Playstore dan Playbook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang