4- Memory (Adika POV)

130 8 0
                                    

Everyday heartaches grow a little stronger, I can't stand this pain much longer. I walk in shadows searching for light. Cold and alone no comfort in sight.
«What becomes of the broken heart

Berdiam diri di rumah seharian penuh, hanya akan membuat hatiku semakin kalut. Suasana rumah sama seperti hari minggu biasanya, ramai dan gaduh. Biasanya suasana seperti ini sangatlah aku suka, namun sekarang rasanya sangat mengganggu suasana hatiku yang saat ini sedang sangat kacau.
Aku berjalan di sekitaran rumah, kakiku hanya melangkah tanpa arah, namun setidaknya hatiku sedikit lebih tenang dengan suasana jalanan yang lenggang.

Aku menikmati siang, tapi bukan siang yang hangat, melainkan siang yang juga kalut seperti suasana hatiku. Awan gelap tampak mendominasi langit, hingga birunya tak lagi terlihat. Gemuruh semakin riuh mengisi kekosongan jalanan dan rintikan - rintikan kecil mulai bertaburan, luapan langit kepada bumi.
Aku berlari menyebrangi jalan, mencari tempat untuk berteduh, menghindari hujan yang semakin lama semakin gencar membasahi tubuhku. Langkahku tertuju pada sebuah Kafetarian yang letaknya tak jauh dari tempatku berdiri tadi, setidaknya aku bisa menunggu hujan mereda sambil menikmati secangkir kopi di sana.
Aku memilih duduk di salah satu meja yang telah disediakan. Keadaan disana tidak buruk juga, tidak terlalu banyak pengunjung. Aku memperhatikan daftar menu yang disediakan, saat mataku fokus pada deretan menu yang akan aku pesan, Aku merasa bahwa gadis yang duduk berselang dua meja dihadapanku sedang memperhatikanku sejak tadi. Namun, aku merasa sedikit kurang yakin apakah aku yang menjadi objek pengelihatannya sejak tadi. Untuk memastikan, maka aku menoleh ke arahnya. Dan benar saja, dia memang memperhatikanku, ekspresinya tampak sangat terkejut melihatku yang berbalik menoleh ke arahnya. Aku mengingat wajahnya. Dia perempuan yang kemarin juga sedang melihatiku di ruang musik, tersenyum bodoh dan juga lari seperti orang ketakutan ketika aku tak menggubrisnya samasekali. Dan sekarang dia juga menatapku dengan tatapan seperti itu, tatapan yang seolah mengintrogasi setiap inci gerakan yang aku ciptakan.

Aneh, mungkin itu kata yang cocok untuk mendeskripsikan gadis itu.

Tapi mungkin hanya kebetulan saja kami bertemu lagi di tempat ini. Intinya, bukan sesuatu yang cukup penting.
.
.

Aku mengedarkan pandanganku ke arah luar sambil sesekali menyesap kopi pesananku.
Kopi pahit, hujan yang pilu, udara yang dingin, perpaduan yang sempurna untuk memutar memoriku tentang dia, setengah rasaku yang sekarang telah hilang, pergi, entah kemana.

Sejak kemarin semuanya telah usai, tak akan ada lagi sapa, cerita, hingga tawa yang biasanya mengisi waktu kita setiap harinya. Entah apa alasan yang membuatmu mengakhiri semuanya. Aku tak tau dan juga tidak akan mencari tau karena kau tampaknya tak ingin aku mengetahuinya.

Seharusnya, aku tak boleh dikendalikan oleh perasaan bodoh ini. Benar kata orang, mengikuti apa yang kita rasa sama saja dengan menjatuhkan diri ke titik paling lemah. Percaya pada rasa nyaman sesaat, rasanya jadi hal terkonyol yang pernah aku lakukan.

Tak akan pernah lagi, kuharap itu yang terakhir kali.

Hello guys :)
Sorry for slow update.
Semoga suka walaupun part kali ini singkat.

NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang