pertama

57 11 3
                                    

**

Ramainya halaman sekolah menyambut kedatangan Sherin yang baru saja menginjakan kaki di depan gerbang. Gadis itu berjalan dengan langkah kecil menuju kelasnya. Ia menunduk, merasa takut karena sempat menghilang tanpa kabar dan tiba - tiba muncul. Teman - temannya tidak ada yang tau dimana keberadaannya selama hampir 5 bulan menghilang, hanya para guru yang tau. Tapi Sherin berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua akan baik - baik saja.

Setelah sampai di depan kelasnya, tanpa sadar ia menghela napas panjang. Merasa cukup tenang, ia membuka pintu kelasnya. Mendadak kelas yang awalnya gaduh, menjadi hening. Tatapan bertanya - tanya tertuju kepada Sherin, membuat gadis itu gugup.

Dengan langkah yang sangat pelan dan kepala yang masih tertunduk. Ia menuju tempat duduknya yang berada di bagian belakang.

"Oy, Sher. 5 bulan ilang kemana lo?" pertanyaan Nadya -teman sebangkunya- membuat Sherin tersentak. "Eh, sori sori. Gue nggak maksud bikin lo kaget."

"Iya, nggak apa - apa." jawab Sherin dengan senyumannya. "Tadi lo nanya gue 5 bulan ini kemana?" lanjut Sherin yang dibalas anggukan Nadya. "Rumah sakit."

"Hah? ngapain lo?" kerutan di dahi Nadya membuat Sherin tersenyum kecil.

"Ya... kalo di rumah sakit ngapain? ngepel gitu? heheh."

"Maksud gue, lo sakit apa sampe 5 bulan? setiap gue mau nanya ke guru. Jawabannya lo izin terus." jelas Nadya.

"Kenapa lo mau tau?" tanya Sherin mendadak serius.

"Ya, karena gue temen lo kan? wajar dong kalo gue mau tau keadaan temennya. Lagian gue jadi kesepian duduk sendiri. Meski kalo duduk bareng, kita jarang ngobrol." mendapat jawaban seperti itu, Sherin merasakan hatinya dipenuhi kehangatan. Ternyata masih ada yang mempedulikannya. Ia jadi menyesal sempat melakukan hal bodoh.

"Gue-"

Ucapan Sherin terpotong karena bel tanda masuk sudah berbunyi, membuat seluruh penghuni kelas berdecak malas dan mau tak mau kembali ke bangku masing - masing.

"Ck, cepet amat belnya. Nanti cerita lagi ya, Sher." Sherin hanya mengangguk mendengar perkataan Nadya.

Tak lama setelah itu, guru berbadan gemuk dan berkumis tipis datang untuk mengajar di jam pertama. Guru yang disapa Pak Nima itu mulai menjelaskan materi yang di ajarkan di papan tulis. Dia juga sesekali memberi contoh soal agar para muridnya mengerti.

Meski mengajar matematika, Pak Nima adalah salah satu guru favorit di SMA Elang. Penjelasannya yang mudah di mengerti dan gaul membuat anak muridnya betah di ajar lama oleh Pak Nima.

"Oke anak - anak, hari ini kita akan membahas ulangan harian minggu kemarin ya."

"Oke Paaakkkk," seru seisi kelas kompak.

"Eh tapi Pak, Sherin kan belum ulangan." Celetuk Nadya, yang membuat seisi kelas serempak menoleh ke kursi Nadya dan Sherin.

"Oh iya. Yaudah, Sherin tolong kamu ambil soal ulangan ya di ruang guru. Ada di atas meja Bapak." Ucap Pak Nima yang diangguki Sherin.

Setelah keluar kelas, Sherin bergegas ke ruang guru. Ia harus melewati kelas 11 Mipa 3, 4 dan 5 sebelum berbelok dan mencapai ruang guru.

Saat melewati 11 Mipa 5, Sherin di buat heran dengan anak laki - laki bertubuh jangkung yang berada di depan kelas itu. Dia sedang mengangkat sebelah kakinya dan kedua tangannya memegang telinga.

Lagi dihukum kali ya? Pikir Sherin.

Sherin memilih tidak peduli dan kembali berjalan menuju ruang guru.

ForelsketWhere stories live. Discover now