Kecewa

482 24 17
                                    

Pertemuan Langit dengan Alviona sukses membuatnya gila seketika. Perempuan aneh yang secara gamblang menyukainya. Untuk kesan pertama diantara mereka, Langit membencinya.

Tidak. Bukan berarti Langit Membenci Alviona seperti orang-orang fikir. Langit hanya benci dengan perkataan Viona yang menohok hatinya.

"Berarti gak pacaran."

Langit mendengus kasar. Setelah itu dia beranjak dari taman menggunakan motornya dan melaju dengan kencang. Membiarkan gadis aneh itu sendirian di taman. Langit kejam? Viona lebih kejam.

"Sekarang dia boleh berfikir kalau gue sama Jora gak ada apa-apa. Liat aja besok." Langit bersungguh-sungguh dengan ucapannya.

"Gue baru sadar kalau sekarang malam minggu," ringisnya menggigit pipi bagian dalam dengan keras.

Biasanya setiap malam minggu Langit akan mengurung diri dikamar. Selain menangisi diri sendiri, Langit menyibukan diri dengan sekaleng fanta dan semangkuk bakso mang Ajo. Gila? Langit bisa lebih gila lagi kalau dia menyia-nyiakan waktunya dengan menelusuri sosial media.

Panas. Kelamaan jomblo jadi begini.

"Ajak Jora malam mingguan, dia mau, ga?"

Sedikit lirikan, Langit mengamati rumah tetangganya yang terlihat tenang dan damai. Cahaya dari lampu teras dengan tambahan tanaman hias disekitarnya, membuat Langit tenang.

Melihat rumahnya saja Langit bisa setenang ini. Bagaimana kalau Langit mengajak Jora untuk pergi berjalan berdua. Menyusuri kota di malam hari, kemudian duduk disalah satu tempat makan yang ada ditengah kota.

"Ajak aja kali, ya? Jora ga mungkin nolak," ujarnya penuh percaya diri.

Langit mempersiapkan dirinya. Sebelumnya Langit sudah mengirim pesan singkat kepada Jora. Bermodalkan baju yang di belinya bersama Arin enam bulan lalu, Langit memantapkan diri untuk mengajak Jora.

Lebih dari tiga puluh menit Langit menghabiskan waktunya untuk bersih-bersih. Ini rekor terlama yang pernah Langit lakukan. Biasanya Langit tidak akan memakan waktu yang lama. Tapi baginya, bertemu dengan Jora harus dengan penampilan yang sempurna.

"Ma.." teriak Langit keluar dari kamarnya.

Baju kotak-kotak biru dan celana jeans. Bagian bawah celananya sengaja dilipat beberapa kali.

Langit berjalan menuju dapur mencari keberadaan Arin.

"Mama!" teriaknya lagi mengelilingi dapur dari sudut ke sudut.

"Mama cantik mirip Irene dimana?"

Kepala Langit berputar ke segala arah, dan fikirannya terkunci pada satu objek. Pintu kamar orangtuanya. Satu hal yang baru Langit sadari saat ini, awal bulan di bulan April. Artinya, orangtua Langit menikmati hari-hari mereka di dalam kamar berdua.

Apalagi papa Langit adalah tipikal ayah pekerja keras. Beliau bisa pergi keluar kota untuk pekerjaan selama dua sampai tiga minggu.

"Rasanya agak perih," Langit meraba bagian jantungnya pelan, "baru kali ini ngerasain nge-jomblo."

Tangannya mengambil ponsel genggam dalam saku celana, mengetikan sesuatu untuk Arin. Tidak enak, kalau Langit mengetuk pintu kamar dan menganggu acara mama dan papa. Tidak sopan.

"Langit pergi dulu, ma, pa," pelannya mulai berjalan santai keluar rumah.

Hari ini Langit memakai kaos hitam lengan pendek ditambah baju kemeja merah. Bisa dibilang ini kali pertama Langit mengajak seorang perempuan pergi keluar. Teman-temannya disekolah juga tidak tahu Langit itu pernah pacaran atau tidak. Mereka mengira Langit menyukai teman-temannya. Bintang dan Awan. Tidak sedikit dari mereka juga berfikir Langit itu belok.

Langit dan Kejora ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang