PKL

948 20 0
                                    

Pagi itu cuaca kurang mendukung. Awan kelabu menggembung di langit-langit hingga pecah sedikit demi sedikit menimbulkan tetesan demi tetesan rintik hujan yang singgah di kaca bus dan terasa enggan terbawa angin.

Pffffttt....

Seorang gadis duduk di salah satu bangku bus. Bukan Osa namanya jika ia tidak berhasil memperebutkan tempat duduk di samping jendela. Alasannya cukup sederhana. Gadis itu bisa saja tidak mabuk kendaraan dengan cara seperti itu atau mungkin jika ia mengangguk sebentar saja, harus sesegera mungkin mendongak hanya untuk memperkecil risiko mabuk. Entah sejak kapan bisingnya kendaraan melaju tergantikan dengan dengkuran gadis di samping Osa.

Kalau aku jadi kamu, aku enggak bakalan bisa tidur setenang itu di dalam kendaraan yang begitu bergejolak seolah ingin memuntahkan isinya.

Osa menghela napas panjang. Mengguratkan lengkungan bibir manis sambil menahan tawa yang hampir pecah ketika melihat segaris putih basah di sudut bibir Tresi. Air liur itu ....

Gadis di samping Osa melenguh hebat. Kelopak matanya perlahan bergerak, terbuka, dan ... terbelalak.

"Lo ngapain ngeliatin gue?"

"Ng... A-aku..."

"Huueeekk! Hooo.."

"Ya ampun Tresi!!" pekik Osa.

Osa pikir dirinyalah yang akan muntah lebih dulu. Namun ternyata Tresi sudah memuntahkan seluruh isi perutnya tanpa memberi aba-aba lebih dulu sehingga Osa terkena imbasnya.

"Hh... Plastikh, Sa... Phlastikh... Hooeekk!!!"

Osa buru-buru menyambar plastik hitam dan disodorkannya pada Tresi. Sedangkan kenet bus sudah memberi aba-aba bahwa mereka sudah hampir tiba di Yogya.

"Kita udah mau nyampe, Tres."

"Hoooeeekkkk!! Hooo ...."

Osa mengoprek isi tasnya dan mengambil minyak angin yang kemudian dioleskan ke tengkuk Tresi seraya memijatnya.

"Udah dong, Tres. Udah mau nyampe."

"Hh.. Apaan si lo bawel banget. Turun duluan sono. Gue lemes tau! Hooeekk.. "

***

Hiruk pikuk manusia berlalu lalang di trotoar. Banyak turis berpakaian seksi dengan kamera dikalungkan. Ada juga yang hanya sekadar foto-foto layaknya model.

Langit terlihat begitu cerah dan berbeda dari pagi tadi. Kedua gadis itu menyusuri tepi jalan besar sambil menyeret koper. Belum lagi debu dan asap kendaraan besar yang mengepul hebat.

Tresi memang ada-ada saja. Coba saja tadi ia tidak mabuk berat. Mana mungkin saat ini mereka jalan kaki dan berbalik arah cukup jauh.

Melintasi alun-alun dan angkringan. Asap sate yang dibakar juga mengepul hebat. Mengembalikan nafsu makan seorang Tresi yang tadi habis muntah.

"Waah..." Tresi tampak kagum begitu melihat sate yang dikipas-kipas di sebuah angkringan.

"Tres... Tresi. Jangan bilang kamu mau makan." Suara Osa terdengar mencurigai gadis itu.

Tresi menoleh seraya menggerakkan kepala, "Hayo kita serbu! Kapan lagi coba?"

Lalu gadis tomboy itu melesat ke angkringan sate.

"Ya ampun Tresi... Tresi."

_____

SMK & SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang