Kesedihan Tresi

670 21 4
                                    

Osa tidak habis pikir. Bagaimana bisa dirinya akan satu kamar dengan Tresi. Gadis setengah lelaki yang masih dipertanyakan jenis kelaminnya. Kalau Tresi itu lelaki, bisa gawat dia satu ranjang dengannya. Tapi kalau Tresi perempuan... bagaimana bisa ia punya suara semengerikan itu ketika meneriaki ibu kost? Gaya tidurnya saja seperti seorang lelaki. Dengkurannya juga terdengar cukup keras. Hanya rambut panjangnya saja yang mengesankan. Kalau rambut itu dipotong, seseorang akan mengiranya lelaki.

Aah, hal sekecil ini membuat Osa tidak bisa tertidur untuk semalaman meskipun telah mengarungi daratan panjang. Belum lagi gaya tidur Tresi yang sepak terjang. Kasur semungil itu membuatnya enggan jadi santapan Tresi. Bisa-bisa dirinya dikira bantal guling lalu seenak jidat mengukir peta di wajahnya.

Hoaamm..

Jarum jam menunjukan pukul 2 dini hari. Osa membaringkan tubuhnya di sebuah sofa panjang nan kusam kemudian menutup dirinya dengan selembar selimut tipis.

"Cuma kamar ni yang ada sofanye, kamar lain make kursi kayu. Itu juga cuman atu," Suara ibu kost kembali terngiang.

"Hmm, ya sudah bu, terima kasih."

"Masama, neng."

Osa memejamkan matanya. Satu detik, dua detik, tiga, empat, lima, bahkan hingga detik kesepuluh usai tidak ada kantuk di mata Osa. Ia pun meraih sebuah novel yang baru saja dibelinya tadi siang di sebuah pedagang buku loak pinggir jalan.

"Berapa harganya pak?" diangkatnya sebuah novel teenlit terbitan tahun 2005. Meski dari samping tampak lembaran-lembaran yang mulai menguning, rasanya novel itu memilki daya pikat untuk dibaca.

"Delapan belas ribu saja,"

"Ambil dua ya, sama yang Rain satu."

Belum genap tinggal selama sehari, Osa yakin dirinya akan menemukan obat untuk mengatasi gundahnya di emperan buku loak Yogya. Karena hanya buku yang bisa membuat Osa tidak merasa sepi meskipun sebenarnya ia sedang sendirian.

"Gue dulu napa!!"

Osa menggeliatkan tubuhnya. Kembali, dia menutupnya dengan selimut tipis karena udara cukup dingin. Senyap-senyap terdengar suara orang ribut yang membuatnya mengerjapkan mata lalu melihat ke arah kasur. Hanya ada selimut dan seprai yang berantakan.

Loh?! Tresi mana?

Osa terperanjat lalu ia mengusap layar ponselnya. Pukul enam?

Instansi! Hanya itu yang Osa ingat hingga dirinya bergegas siap-siap menuju kamar mandi.

Naasnya, begitu ia turun dari lantai dua terlihat beberapa orang tengah mengantri di depan kamar mandi.

Ya ampun! Derita anak kost. Gumamnya pelan.

Udara di luar sana cukup dingin. Sepagi ini ia bisa menebak hari akan cerah hingga malam. Tampak dari semburat cahaya jingga di langit biru nan bersih dari awan. Decitan burung-burung kecil juga menjadi nyanyian tersendiri. Kesanya ... udara di pagi ini cukup segar ditambah hamparan bunga mawar pink merrabella di halaman kostan.

"Mawar itu ditanam ibu ketika dia masih hidup."

Osa menoleh. Seperti biasanya, meskipun baru selesai mandi, Tresi tidak memedulikan kodratnya sebagai perempuan yang biasa mengeringkan rambut dengan handuk atau memoles wajahnya menggunakan make up. Justru ia membiarkan rambutnya berantakan seperti rambut singa.

"Saking sayangnya ibu dengan bunga mawar itu, ia sampai lupa dengan dirinya sendiri hingga penyakit kronis itu menyerangnya." Lanjutnya kemudian.

"Ibu kamu sakit apa?"

Tatapan Tresi masih lurus ke arah bunga-bunga mawar. Tersirat cahaya kebencian di sana.

"Typus. Semakin hari kondisinya semakin parah hingga ibu harus masuk rumah sakit. Gua ngerasa mawar-mawar itu sangat kehilangan ibu."

Pagi itu angin berhembus tenang. Seolah merasakan kepedihan Tresi. Bahkan semerbak harum bunga mawar menyeruak pada hidung kedua anak manusia tersebut.

Tresi beruntung. Pikir Osa demikian. Dia diberi kesempatan melihat sang bunda meski hanya di usia mudanya. Sedangkan dirinya? Hanya melalui selembar foto ia mampu melihatnya.
Ya, selembar foto kusam yang menampilkan seorang wanita memangku kedua bayi kembar tak se-identik. Kata Nenek, itu kembaran Osa. Dan yang menjadi pikirannya selama ini adalah, wanita yang telah melahirkan Osa dan saudara kembarnya telah pergi entah kemana setelah membawa kabur kembaran Osa.

Sedih bukan main. Entah seperti apa wajah kembaran Osa saat ini. Mungkinkah sama cantiknya dengan ibu?

***

SMK & SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang