Mas Salman

955 19 1
                                    

Adalah lelaki pertama yang kutemukan di instansi. Sama halnya aku, ia juga sedang menyelesaikan magangnya. Namun bedanya ia telah lebih dulu ada sebelum aku ada. Umurnya juga dua tahun lebih tua dariku. Makanya aku memanggilnya dengan embel-embel mas.
Orangnya cukup menyenangkan, karena dia sama sepertiku! Penyuka buku. Dan ia sedang menekuni blog pribadinya.

Meski belum genap sehari aku berkenalan dengannya, tidak ada rasa canggung seperti pertama kali aku bertemu Tresi. Bahkan sesekali ia juga mengajariku teknik pengambilan gambar dan bidang pandang.
Omong-omong aku suka dengan caranya memegang kamera. Seperti orang yang memegang kamera pada umumnya, namun dari dia aku merasa berbeda.

Angin menerpa. Sesekali ia tersenyum pada gadis yang duduk di batang pohon imitasi. Batang pohon itu sengaja dirancang oleh pemilik studio dengan miniatur imitasi lain seperti bebatuan dan patung kura-kura.

Sementara tak jauh di sana, seorang lelaki berjongkok di sebuah batu seraya memilah-milah hasil potretannya. Ada kepuasan tersendiri usai jemari-jemari itu menyeleksi beberapa foto.

Pihak Instansi memang menyediakan kamera untuk para pegawainya. Mereka diperbolehkan membawa kamera ketika akan ada job. Kebetulan Osa dan Salman baru saja keluar dari acara pemotretan.

Maka dari itu mereka masing-masing masih mengalungkan kamera.

Jepret!!

Satu gambar tanpa blitz berhasil masuk ke memory Nikon. Spontan Salman menoleh padanya, "Sa! Kamu mau makan nda?"

Gadis itu gelagapan, "Eh a-apa? Makan? Di mana?"

Alih-alih sambil mengesampingkan kameranya, Osa menghampiri Salman meskipun dadanya mulai berdebar. Beruntung Salman tidak mencurigai Osa yang secara diam-diam mengambil gambarnya.

"Di warung makan, nda jauh kok. Kita bisa jalan kaki dari sini." Katanya.

Aah seperti ada getaran tersendiri ketika lelaki itu berbicara seantusias ini. Tidak seperti biasanya, bibir Osa mulai tersungging dan jari jemarinya saling bertautan. Bahkan keringat dingin sedikit demi sedikit mulai membanjiri tubuhnya.

"Atau mau ke angkringan jalan raya deket GOR hayuk aja," katanya lagi.

Bukannya menjawab, Osa malah senyum-senyum sendiri. Tiba-tiba saja kecanggungan menyergapnya sehingga membuatnya tidak mampu berkata-kata.

"Weelah dalaah... kok malah senyum-senyum sendiri iki piye toh? Mau nda makan bareng aku?"

Osa masih senyum-senyum.

"Wess kamu aku traktir, deh! Anggap saja ini sebagai bonus pertemanan kita! Ayok nanti keburu waktu istirahat kita habiss." Ucapnya seraya menarik pergelangan tangan Osa.

***
Entah dengan siapa lelaki itu bicara melalui ponsel jadulnya. Bisa jadi adiknya karena dari cara menjawab sepertinya sosok dari ponsel itu begitu perhatian, pikir Osa demikian.

Tapi ia mencoba tidak peduli siapa tokoh perhatian di sebrang ponsel itu. Yang ada sekarang ia tidak ingin melewatkan senyuman cowok yang tampak memukau di depannya. Alhasil, beberapa gambar yang diambil secara sembunyi-sembunyi berhasil didapatkannya.

"Halo? Iyo, aku ndang maem iki nang angkringan biasa... Opo?... Koe wis maem toh, Ra?... Yo wes, aku balik biasa jam pitu wengi. Ojo lali adus yo, Ra. Hahaha."

Klik. Lelaki itu mengakhiri panggilannya. Lalu tak lama kemudian makanan yang mereka pesan pun datang.

Cepat-cepat Osa meletakan kameranya seraya melempar senyum pada Salman.

***

SMK & SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang