NAFAS X 15

6.8K 483 12
                                    


NAFAS X 15
***

Aku pikir reuninya hanya dua atau tiga angkatan saja, nyatanya ada mungkin lima, setahu yang aku itung cepat tadi waktu lewat di gedung sekolah Ilham.

"Ayo,"

"Iya," sahutku yang mengikutinya masuk ke dalam aula sekolah yang cukup luas. "Gede juga ya sekolah lo,"

"Iyalah. Sekolah elit." aku mencebik mendengar songongnya dia muncul itu. "Gini lo kaga mau ikut gua reuni,"

"Denger, ya, kalo bukan karena Mama, enggak mau gua nemenin lo ke sini." ujarku. "Pasti gua nanti lo kacangin. Gua entar teriak cangcimen cangcimen dah,"

"Bisa aja lo," Ilham terbahak dan tangannya sudah merangkul bahuku bak sahabat lama baru ketemu. Ini aku istri ya, perlakuannya enggak enak bener. Aku kan wanita, pengennya disayang-sayang aja.

Buset. Masuk ke dalam gedung aula yang udah dipermak sedemikian rupa jadi kayak tempat pesta ala ala anak jaman SMA gitu, bekennya promnight. Halah, ini kayak enggak inget umur.

"Tuh makanan enak-enak," Ilham menunjuk barisan meja panjang dengan taplak warna warni di atasnya tersaji makanan enak. Dari kudapan, salad, ayam goreng, pokoknya semua ada.

"Gua haus." Ilham membawaku ke meja berbagai minuman. Warna warni yang enggak yakin bakal ada sampanye ala ala orang kaya, ini sekolahan elite lho ya.

Aku mengambil jus jeruk dan menyeruputnya hingga tandas, sumpah aku haus ditambah kepanasan kayak gini, padahal ruangan ini berAC dingin. "Gua rakus ya?"

"Iya,"

"Hmm, gua ke toilet aja deh."

"Hati-hati, ada setannya..."

"Enggak usah nakut-nakutin, yang ada setannya keplayu (lari terbirit-birit) liat gua," sungutku kesal.

"Oke," dia membuat tanda OK dengan jarinya. Aku melengos pergi meninggalkannya.

"Gila, si Ilham makin ganteng aja." aku diam aja, nguping, bisa dibilang nguping enggak sih kalo dua orang bergosip di samping kita pas?

"Harusnya pas kuliah lo gebet, Gabb," saran temennya satu lagi sambil ngerapiin make up yang aku liat sih enggak ada yang salah, atau emang dianya aja doyan dempulan, ya?

"Iya, nyesel gua dulu pas diajak pacaran." ucap yang namanya Gabb Gabb itu, paling temennya Grab itu dia.

"Kenapa enggak lo gebet sekarang aja? Mumpung ketemu di reunian,"

"Gua sih enggak yakin," aku lirik itu cewek yang namanya Gabb Gabb, cantik sih tapi kurang bahan pakaian dia, emang sih ini cewek seleranya Ilham banget. "Lo tau enggak si Rani? Maharani,"

"Ratunya sekolahan dulu?"

"Iya, dia kan pacaran lama sama Ilham dulu, sampe kuliah juga," aku berdeham tak nyaman, membuat dua cewek yang lagi asik liatin aku pake slow motion horror gitu. "Ngapain nguping?"

"Ini tempat umum, ya. Wajar dong kalo denger." kataku yang melengos pergi ninggalin mereka.

Pas aku balik ke tempat acara, jantungku kayak ditusuk jarum akupuntur. Sakit-sakit bergetar ngilu gitu. Si Ilham lagi asik ngobrol bareng temennya emang, tapi yang bikin aku sakit itu, cewek yang di sampingnya itu pake acara pegang lengan Ilham. Bukan pegang, tapi meluk lengan Ilham kek anak SMA lagi asik kena roman picicsan.

"BERHUBUNG SEMUA UDAH HADIR, YUK KITA SAMBUT RAJA DAN RATU ANGKATAN KITA. MAHARANI DAN ILHAM." seketika hati aku remuk bagaikan serpihan debu, Ilham yang ditarik-tarik cewek itu -si Rani Rani Itu.

Sakit hati hamba, Ya Gusti.

Aku liatin mereka nelangsa. Ilham yang asik banget berduaan di panggung sama cewek Maharani itu, nama yang udah mirip banget sama merk mahendi itu.

Aku jadi ragu sama pernikahanku. Buat apa dia nikahin aku sebenarnya? Pelampiasan atau main-main aja?

"Lho lho?" aku menarik tangan Adit yang baru akan masuk ke dalam. "Lu kenapa main narik gua? Laki lo mana?" sungut Adit.

Aku udah nangis kejer di depannya, meperin ingus di jas licinnya, "WEH!"

"Dia... Anterin gua pulang pokoknya." isakku enggak peduli aku orang-orang liatin aku kayak apa. Ini hati aku sakit banget. "Gua sakit, Dit."

"Lah? Lu kesini kan sama itu laki, pulang juga ama dia lah, asa gua anterin lu? Gua baru dateng, Rin." ujarnya yang kulihat jadi kebingungan sendiri gara-gara jadi pusat perhatian di luar ruangan acara.

"Plis, anterin gua pulang." aku sudah berjongkok di depannya, nangis kejer-kejer minta dianter pulang Adit. "Plis, anterin pulang."

"Iya iya." Adit membantuku berdiri dan membawaku ke mobilnya yang buset, jauh bener dia parkir.

***

"Lu yakin dianter ke sini?" aku cuman mengangguk, "kalo Ilham nyariin?"

"Makasih, Dit." aku masuk ke dalam rumah, menatap sekilas ayah dan ibu yang lagi asik nonton jodoh wasiat emak.

"Sendirian?" pertanyaan ibu tak kujawab, aku memilih masuk ke dalam kamar dan mengunci diri. Menumpahkan semua rasa sakit sendirian. Ibu dan ayah enggak usah tahu, aku enggak mau bebanin mereka, apalagi pernikahanku ini masih seumur upil bayi, lembek-lembek bening.

"Rin?" aku tak menjawab panggilan ibu yang terus menggetuk pintu kamar, "enggak sama Ilham? Sendirian?"

"Paling udah tidur dia," aku mendengar suara ayah yang berhasil membuat ibu tak lagi menggetuk pintu kamarku.

Aku meringkuk di kasur, nguras air mata buat basahi bantal. Hapeku yang tergeletak menggenaskan di atas karpet agi lagi berkedip tanda panggilan dan pesan masuk.

Aku enggak peduli. Sakit tau diginiin, kalo emang enggak cinta, enggak usah nikahin aku. Ujung-ujungnya aku yang nelangsa gini.

"Jahat banget sih lo." gumamku terus. Maki-maki sendiri enggak ada orangnya itu enggak afdol banget, tapi aku enggak mau liat dia sekarang. Terlalu sakit liat muka dia sekarang.

"Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi," lagu favoritku kalo lagi galau gini, buat ngeplongin hati aku sekarang ini. Mending nyanyi galau sampe mulut bebusa. "aku tenggelam dalam lautan luka dalam. Aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang. Aku tanpamu butiran debu." udah berliter air mataku nangis buat si bo-ke kampret itu.

"hingga tiba saatnya aku pun melihat. Cintaku yang khianat, cintaku berkhianat ooh..." aku enggak bisa nyelesein lagunya, udah nangis kejer-kejer akunya. Sampe ini napas pengap enggak bisa nafas. Dadaku sesak.

Ya gusti, gini amat ya pernikahanku? Nelangsa hambamu ini Gusti.

Crazy Marriage [FINISHED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang