Bab IV : Pertemuan Kedua

81 6 0
                                    

Malam setelah hari persiapan, Evan mengirimkan pesan singkat kepadaku yang bilang kalau dia akan menjemputkan keesokan harinya. Aku yang sudah beberapa hari hanya mengendap dikamar kost, sedikit senang karena sudah punya teman, tak apalah pikirku toh lagian Evan satu kelompok denganku. Pukul delapan tepat handphone ku berdering tanda pesan singkat masuk, ia mengabari kalau dia sudah didepan, sebelumnya aku sudah menjelaskan ancar ancar kostku dan dia paham. Aku turun kebawah dengan peralatan yang kucatat tempo hari saat hari persiapan, sesampainya digerbang kost aku menebar pandang mencari Evan, hanya kudapati mobil berjenis city sport bewarna putih terparkir tak jauh dari pintu pagar. Evan yang menyadari aku kebingungan serta merta membuka kaca mobil dan melambaikan tangan ke arahku, setelah beberapa saat aku sadar kalau yang ada didalam mobil putih itu adalah Evan, aku mendekati lalu masuk kedalam mobil.

Diperjalanan, Evan bercerita banyak hal, termasuk hobi dan makanan kesukaannya, aku dengan seksama mendengarkan. Ia juga banyak menanyakan tentang diriku, dari keluarga ku hingga pekerjaan ayahku, ia juga menanyakan aku bepergian menggunakan apa hingga hobiku. Aku menjawab semua pertanyaannya dengan santai hingga kami sampai kekampus tepat pukul setengah sembilan pagi. Sebelum turun dari mobil Evan juga bercerita kalau para senior ingin dia yang mengambil tanggung jawab acara puncak untuk kami, termasuk Nadia yang aku ceritakan sebelumnya. Aku bilang aku setuju, karena dia layak menurutku, selain good looking, Evan juga pintar, dia juga jago bahasa inggris dan perancis, jadi akan menarik nanti konsep acaranya.

Kami dikumpulkan dilapangan berumput yang sama, hanya saja lebih ketengah, tepatnya dibawah tiang bendera yang memang ada ditengah lapangan itu. Ada setumpuk bahan serta alat alat untuk kegiatan yang kami mau lakukan, seperti sterofom, kertas karton serta busa dan lainnya. Nadia berbicara melalui
pengeras suara untuk menjelaskan beberapa hal dan kami memperhatikannya. Hingga sampai pemilihan ketua pelaksana acara puncak yang akan dilaksanakan tepat sabtu malam diminggu depan. Ada dua kandidat yang mencalonkan diri, yang pertama Irul, yang kedua tentu saja Evan. Masing masing dari mereka memaparkan konsep acara yang akan mereka laksanakan jika terpilih nanti. Sampai diujung sesi kami diminta menuliskan nama orang yang kami pilih, tentu saja aku menuliskan nama Evan dengan yakin.

Tak lama berselang kertas demi kertas dibacakan, dan Evanpun menang telak dari Irul yang hanya mendapatkan total suara dua belas orang. Aku turut senang karena Evan sudah menyampaikan niatnya sesaat sebelum kita berangkat tadi. Setelah semua hampir selesai, Nadia melalui pengeras suaranya memanggil salah satu dosen yang bertanggung jawab dengan seluruh kegiatan orientasi jurusan ini, Suryo namanya, dosen muda yang mengampu beberapa mata kuliah di kampus ini. Pak Suryo memaparkan beberapa hal dan sedikit memberi motivasi, aku yang duduk berkelompok dangan Elva, Desi, Ulan dan Diana memperhatikan hingga pidatonyo di tutup oleh Nadia yang sedari tadi berdiri disamping pak Suryo.

Sesi persiapan itu selesai hampir magrib tiba, aku dan beberapa temanku merasa lapar karena memang dari siang belum makan, aku memilih bercengkrama dan makan sedikit roti lapis coklat yang kubawa dari kost pada siang hari tadi saat kami diberikan jam istirahat. Elva mengajak kami berempat makan diburjo depan kampus, aku yang familiar dengan nama "burjo" setuju setuju saja. Setelah mengambil tas kami masing masing, kami berjalan beriringan kearah pintu gerbang kampus, kami tertawa dan saling bercerita satu sama lain, Elva banyak memberi info penting tentang Jogja, karena dia memang asli jogja.

Sesaat kami mau menyebrang jalan raya yang tidak jauh dari gerbang kampus itu, Evan memanggilku dari kejauhan, seketika aku menoleh dengan sedikit kaget, kami berhenti sejenak dan menoleh ke Evan yang berlari kearahku. Ia menanyakan aku mau kemana, aku bilang kedia aku dan yang lain mau makan ke burjo depan kampus. Evan sedikit bingung, lalu dia mengatakan dia juga belum makan, aku mengajaknya tapi dia menolak dan malah mengajakku ketempat lain dengan nada yang sedikit memaksa menurutku, aku merasa serba salah, aku tidak enak membatalkan rencana kami ke burjo depan kampus bersama Elva, Desi, Ulan dan Diana tapi aku tidak punya kekuatan untuk menolak ajakan Evan. Ditengah kebingunganku, Evan menggapai tanganku dan menariknya.

"ayo", katanya pelan

Aku menoleh ke arah teman temanku, dan mereka tersenyum ramah.

"ndak papa, hati-hati yaa..", kata Elva sambil melambaikan tangan diikuti oleh Ulan, Desi dan Diana.

Didalam mobil Evan, aku menebar pandang sembari menunggu Evan yang berbenah, mungkin kalau kalian masih ingat laki laki yang memanjat pipa air yang menjorok kebagian luar dipojok gedung yang menyatu dengan koridor berkaca itu, ia terlihat lagi namun sekarang mencoba menuruninya, kuperhatikan laki laki itu, setelah berhasil kebagian bawah koridor ia mendadak masuk ke basement parkiran motor yang memang pintu masuk dan keluarnya tak jauh dari pipa itu, aku hanya menggeleng geleng seperti sebelumnya, masih takjub dan kesal dengan kelakuannya. Setelah Evan men-starter mesin mobil aku menanyakan akan kemana kita, ia bilang akan mengajak makan di ruas jalan Gejayan, itu adalah salah satu jalan terkenal di Jogja, aku yang tak paham hanya manut saja.

Setelah kurang lebih lima belas menit perjalanan kami sampai di salah satu restoran makanan jepang yang katanya terkenal dikota ini. Letak persisnya diujung jalan gejayan, kami disambut oleh doormannya lalu mengarahkan kami ke meja khusus untuk berdua. Sebelumnya gambaran restoran ini adalah family resto yang biasanya bermeja bundar besar dan dikelilingi sofa khusus yang dapat menampung banyak orang, layaknya makan keluarga besar. Hanya beberapa diantaranya berkusi empat dan dua. Ditengahnya ada tungku yang disediakan untuk memanggang dan merebus makanan khas jepang itu, layaknya seperti kebanyakan restoran yang sering aku kunjungi dengan ayah dan ibuku. Evan memesan makanan untuk berdua dan dua gelas milkshake blueberry, setelah kami duduk, aku dan dia berbicara banyak hal lagi, ternyata aku baru tahu kalau Evan diserahkan bisnis pom bensin dikota Solo, jadi dia punya bakat jadi pengusaha atau mungkin dia belajar dari ayahnya yang memang bisnismen dikota yang sama. Kami semakin akrab, bercerita panjang lebar hingga rencana kedepan setelah kuliah nanti walaupun aku sadar aku juga masih belum ada gambaran tentang hal itu.

Pukul delapan kami selesai, Evan membawaku jalan jalan memutari kota Jogja malam hari, aku senang , aku tertawa dan bercanda bersama didalam mobil yang tak tau arah, hanya berputar putar sampai melewati jalan Gejayan kesekian kali hingga pukul setengah sebelas malam. Evan mengantarku pulang, Evan menghentikan mobilnya beberapa meter dari pintu gerbang kost, tepatnya didepan tanah kosong yang luas dan hanya di tumbuhi pohon pisang. Aku pamit untuk langsung balik kekost, ketika ingin membuka pintu mobil, tangan kananku digenggam oleh Evan, aku sontak kaget dan membalikkan pandangan, Evan melihatku tajam penuh arti, aku mulai merasa tangan hangatnya menggenggamku, jantungku mulai tidak karuan, aku tak bisa mengatur nafasku, aku mulai susah bernafas, namun sebisa mungkin ku kontrol agar tidak malu dihadapan Evan. Ditengah keadaan yang tak terduga itu Evan mulai berbicara, dengan pelannya, "besok aku jemput" katanya. Aku yang masih sibuk mengatur nafas hanya mengangguk dan tersenyum lalu benar benar pamit kepada Evan.

LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang