"Kau serius mau masuk kelas puisi itu, Pig?"
Suara Sakura memecah keheningan perpustakaan. Sebenarnya kalau bukan paksaan sahabat pirangnya ini, pasti Sakura sudah pulang sedari tadi. Yah, mau bagaimana lagi, Ino sangat keras kepala. Mau tidak mau gadis berambut merah muda itu harus menemani Ino mencari buku tentang bunga.
Tangan Ino terhenti memilih buku. Gadis berambut pirang itu menoleh, menatap nyalang sahabatnya.
"Memangnya kenapa, sih, Jidat?" Bukannya menjawab, Ino justru bertanya balik. Sakura mendesah lelah.
"Kelas puisi itu nggak cocok untukmu, Ino. Kau 'kan ...," Sakura mencari kata-kata yang tepat. Ia memandang Ino dari kepala sampai ujung kaki.
"Apa?" merasa risih diperhatikan, Ino pun bertanya.
"Seperti ... itu?" lanjut Sakura ambigu. Ino menatapnya heran.
"Rasanya aneh saja kalau seorang Ino-pig masuk kelas puisi," kata Sakura jujur. Ino hanya tersenyum miring.
"Nggak apa-apa, dong. Aku ya aku. Jadi harus berani jadi diri sendiri. Lagipula kelas puisi nggak buruk juga, kok," jelas gadis bermarga Yamanaka itu.
Sakura menaikkan sebelah alisnya heran. Ia menyadari sesuatu dari sahabatnya. "Sejak kapan seorang Ino-pig bijak seperti ini?"
Ino mengendikkan bahu. "Entah. Aku juga nggak tahu aku kesambet apa, Jidat."
.
.
.
"Sampai jumpa, Ino."
"Sampai jumpa besok, Sakura."
Kedua gadis itu saling melambaikan tangan. Mobil milik Sakura melaju kencang. Meninggalkan Ino sendirian di gerbang sekolah. Gadis bernetra aquamarine itu mendengus.
Hari sudah semakin malam. Hening. Tentu saja, tidak ada siapapun selain Ino di sekolah. Sampai saat ini, belum ada yang menjemput Ino. Sialnya lagi, hp Ino telah tewas, ralat, mati. Gadis itu merutuki dirinya yang terlalu asyik memilih buku di perpustakaan.
"Sudah sore, belum dijemput, sendirian di sekolah dan baterai Hpku habis, haha," Ino tertawa garing.
"Apa yang lebih buruk lagi, ya?"
JDARR!
Suara gemuruh yang dahsyat membelah bumi. Petir saling bersahutan. Langit yang semula cerah menjadi kelabu gelap. Disusul oleh hujan deras.
Pertanyaan Ino terjawab. Hujan.
"Hahaha, bagus," Ino tertawa garing lagi. "Apalagi, ya?"
Kalian tahu nggak, aku pernah melihat preman mangkal di sekitar sekolah kita waktu malam hari.
Ada yang bertato. Ada yang botak kinclong. Dan ada yang bergigi emas.
Biasanya mereka malak anak sekolahan kayak kita.
Ino bergidik ngeri. Perkataan temannya yang gendut alias Choji tiba-tiba mengiang di kepalanya. Saat itu Ino tak percaya. Tapi sekarang ... Ino benar-benar ketakutan.
P-preman? batin Ino takut. Pikiran buruk merayapi otaknya. Ia menggeleng kepala kuat-kuat. Menyingkirkan pikiran buruknya.
"Tolong aku ...," Cicit Ino lirih. Gadis yang kedinginan itu memeluk dirinya sendiri.
"Butuh tumpangan?"
Ino menoleh, matanya terpana kala melihat siapa yang berbaik hati menawarkan tumpangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kau, dan Kelas Puisi [SAIINO] ✓✓
Fanfiction[COMPLETED✓] Di kelas puisi, kita bertemu. Di kelas puisi, kita berkarya. Tapi, Akankah kita jatuh cinta di kelas puisi? ### "Kau serius mau masuk kelas puisi itu, Pig?" tanya Haruno Sakura ragu pada sahabatnya. "Nggak apa-apa, dong. Aku ya aku. Jad...