Tanpa Shino sadari, ia merasa nyaman di kelas puisi.
"Shino, aku kepo, kenapa kamu ikut kelas puisi?" tanya Lee penasaran seusai kelas puisi. Kini mereka berdua--Lee dan Shino--masih membereskan alat tulis. Yang lain? Mereka sudah pulang duluan.
"Yah.. alasanku agak aneh, sih?" Shino menggaruk pipinya sendiri. "Intinya gitu, deh," katanya ambigu.
"Gitu gimana?" tanya Lee lagi. Tingkat penasaran laki-laki beralis tebal itu naik.
"Ceritakan, Shino-senpai~" pinta Lee dengan wajah memelas. Niatnya sih ingin terlihat imut. Tapi yang Shino lihat adalah tampang Lee yang menjijikkan dan membuatnya ingin muntah. Bagi Shino, Lee sangat tidak cocok untuk image "imut".
"Tapi ceritanya bosenin lho," Shino memperingatkan. Pasalnya, setiap kali ia curhat,--selalu saja--sang pendengar selalu tertidur. Memangnya Shino mendongeng, apa? Menyebalkan.
"Ceritakan!" desak Lee. Matanya sudah berapi-api saking penasarannya.
Shino menghela nafas, lalu memulai ceritanya dengan sebuah pertanyaan, "Kamu tahu, aku dari klan Aburame. Saat dengar kata 'Aburame' kamu kepikiran apa, Lee?"
Lee berpikir sejenak. "Setahuku, klan Aburame punya banyak ternak."
"Ternak serangga," lanjut Shino. Ia membuang muka, lalu kembali menatap Lee yang menyimak dengan serius. "Waktu itu..."
[Flashback]
"Shino, kamu tahu hewan apa ini?" tanya Aburame Shibi sambil menunjuk sebuah sarang. Di dalamnya, banyak lebah-lebah sibuk melakukan--apapun itu.
"Ya lebah madu lah," jawab Shino malas. "Ayah kira aku nggak tahu kalau itu lebah apa?"
"Cuma mengetes aja," kata Shibi acuh tak acuh. "Siapa tahu kan, kamu nggak tahu."
Menyebalkan, batin Shino sebal.
"Biar Ayah jelaskan lebih rinci." Oh tidak. Shino benar-benar tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Setelah mengucapkan kata sakral itu lebih tepatnya.
"Lebah madu mencakup sekitar tujuh spesies lebah dalam genus Apis, dari sekitar 20.000 spesies yang ada. Saat ini dikenal sekitar 44 subspesies. Mereka memproduksi dan menyimpan madu yang dihasilkan dari nektar bunga. Selain itu mereka juga membuat sarang dari malam, yang dihasilkan oleh para lebah pekerja di koloni lebah madu...." Dan masih banyak lagi penjelasan yang lebih panjang daripada rel kereta. Ralat, bukan penjelasan, tapi ceramah. Ceramah yang bersumber pada Wkwkpedia.
Penjelasan Ayah jauh lebih parah dari Orochimaru-sensei, batin Shino sambil mendengus kasar.
Ya, beginilah nasib si pewaris klan Aburame. (Harus) selalu belajar tentang segala serangga. Mulai dari jenis, nama, harga, kualitas, sampai manfaat. Bahkan, jika sudah dewasa, Shino tidak diperbolehkan bekerja menjadi apapun selain peternak serangga oleh ayahnya.
Shino jenuh dengan semua ini. Seandainya saja ia punya hobi untuk melepas penatnya selain menonton televisi--itu pun sangat jarang.
***
"Nah! Dari situ kamu kepikiran buat ikut kelas puisi kan?!" tebak Lee sambil menjentikkan jari. Sekarang, Lee dan Shino sedang dalam perjalanan ke gerbang depan. Ya, Shino bercerita sambil berjalan.
"Jangan potong ceritaku, Lee," kata Shino sambil berkacak pinggang. Pipinya digembungkan sebelah. Ah, Shino jadi kelihatan lucu kalau begitu. Lee gemas melihatnya.
"Iya, iya~ Shino-senpai~" Lee nyengir lebar, memamerkan deretan gigi putih terawatnya. "Lanjutkan!"
Pipi Shino mengempis. Tangannya kembali turun. "Setelah itu..."
***
"Hinata, dengar ya! Ini untuk yang ke terakhir kalinya! Kamu jangan ikut kelas puisi itu!" terdengar omelan Neji dari lorong koridor sekolah. Dia terus mengomel-omel sambil mengejar Hinata yang berjalan cepat. Suaranya sangat keras, sampai-sampai lamunan Shino buyar.
Kelas puisi? batin Shino. Sebelumnya, ia tidak tahu ada yang namanya kelas puisi di Konoha High School. Baru kali ini ia dengar. Jadi, ia memutuskan diam dan memasang kuping baik-baik, alias menguping.
"Hinata, kamu dengar nggak, sih?!" teriak Neji kesal dengan kelakuan adiknya.
Hinata berhenti mendadak. Ia berbalik, menghadap kakak overprotektif-nya. "Untuk kesekian kalinya, Nii-chan. Mau Neji-nii ceramah sepanjang rel kereta pun, aku tetap ikut kelas puisi!" balas Hinata malas. Ia kembali berjalan cepat ke kantin.
"Hey! HINATA!" panggil Neji sambil mengejar Hinata.
Ah, dasar kakak yang overprotektif.
Kelas puisi ya? Mungkin aku bisa ikutan. Bosen diceramahin Ayah melulu, batin Shino berpikir.
Tanpa Shino sadari, ia mulai tertarik pada kelas puisi.
.
.
.
Berbekal dengan kebohongan ke perpustakaan untuk belajar kelompok--padahal memang benar, Shino nekat ikut kelas puisi. Ia ingin beristirahat. Sejenak saja.
Kelas puisi tidak seperti yang Shino kira. Sama sekali tidak. Ia berpikir, kelas puisi adalah kelas sepi yang cocok untuk tidur. Tapi ia salah. Kelas puisi tidak sepi dan terlihat menyenangkan.
Mulai dari perkenalan Jiraiya-sensei yang kocak, perdebatan si alis tebal dan rambut durian, sampai sistem belajar di mana murid-murid diperbolehkan mengobrol--asalkan tugas mereka tuntas. Semuanya benar-benar melepas penat Shino.
Tanpa Shino sadari, ia merasa nyaman di kelas puisi.
***
"Nah, dari situ lah, aku suka kelas puisi," Shino mengakhiri dengan senyum yang mengembang begitu saja.
Lee memandang Shino dengan mulut melongo. "Jadi... cuma karena kamu bosan, kamu jadi suka kelas puisi?" Lee mengambil kesimpulan.
"Ya, kira-kira begitu." Shino mengangguk. Ia menoleh ke arah Lee dan menatapnya. "Kalau kamu sendiri? Gimana, Lee?"
Lee senyam-senyum sendiri. "Kalau aku--oh, kamu sudah dijemput, Shino." Lee menunjuk ke arah mobil hitam yang parkir di halaman depan sekolah.
Shino mengikuti arah telunjuk Lee. Benar, itu mobil milik ayahnya. Bagaimana Lee tahu? Shino tidak ambil pusing tentang itu. Ia lebih baik segera pulang sebelum ia diceramahi ayahnya lagi.
"Ya sudah. Sampai jumpa, Lee," pamit Shino. "Besok, gantian kamu yang ceritakan ya."
"Okey dokey!" Lee tersenyum lebar sambil mengedipkan sebelah mata.
Shino membalas senyuman Lee, lalu berlari ke arah mobil itu. Ia mengecek kaca jendela sang sopir--takut salah orang. Setelah yakin itu ayahnya, Shino pun masuk dan duduk di samping kursi sopir. Mobil pun mulai melaju, tanpa ada basa-basi di antara 2 makhluk hidup itu.
"Siapa dia?" cercar Shibi tanpa mengalihkan pandangannya. Bisa-bisa terjadi kecelakaan.
"Cuma teman belajar," jawab Shino acuh tak acuh. "Namanya Lee."
"Dia mirip seseorang," kata Shibi setengah melamun. "Maito Guy."
Guy? Rasanya Shino tidak asing dengan nama itu.
Ah iya, puisi Lee hari itu. Puisi yang ia bacakan di depan perpustakaan, dan menangis setelahnya. Shino benar-benar ingat.
"Kayaknya, ini ada hubungannya sama alasan Lee ikut kelas puisi," gumam Shino.
"Kamu bilang apa?" desis Shibi.
"Nggak apa-apa," balas Shino. "Cuma tentang temanku tadi itu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kau, dan Kelas Puisi [SAIINO] ✓✓
Fanfic[COMPLETED✓] Di kelas puisi, kita bertemu. Di kelas puisi, kita berkarya. Tapi, Akankah kita jatuh cinta di kelas puisi? ### "Kau serius mau masuk kelas puisi itu, Pig?" tanya Haruno Sakura ragu pada sahabatnya. "Nggak apa-apa, dong. Aku ya aku. Jad...