Chapter 3

53 17 2
                                    

"Lava kenapa disini?" Tanya ku, setelah aku mengetahui pemilik suara tadi.

"Emang gak boleh?" Ucapnya sambil mendudukkan diri di samping ku. Tepat di bawah pohon.

"Boleh-boleh aja sih."

"Hahaha ya udah, jangan usir kalau gitu."

"Siapa juga yang mau usir."

"Yaaa, siapa tau aja."

"Enggak lahh."

"Baguss." Ucap Lava sambil menyenderkan tubuhnya pada pohon.

Sekilas info. Dia adalah Lava, Lava Arleth Darumi. Dia satu kelas dengan ku. Menjabat sebagai ketua kelas. Orangnya agak pendiam, tapi kalau udah deket, dia asik juga orangnya. Gak suka sama yang namanya keributan. Jadi kalau ada keributan di kelas, maka dia tidak akan segan-segan untuk membentaknya. Hobinya baca buku atau kumpul bareng sama geng abal-abalnya. Paling illfeel sama cewek yang genit sama dia.

***

Sudah hampir tiga menit kami terlarut dalam keheningan. Dan sepertinya memang dari masing-masing pihak tidak ada niatan untuk memulai lagi pembicaraan. Rasanya juga aku sudah terlalu lama diam disini. Jadi sebaiknya aku kembali saja ke kelas. Itu lebih baik, ketimbang harus terjebak dalam zona awkward seperti ini.

"...."

"Perasaan dari tadi belum ada bel ya? Apa jangan-jangan mati lampu?" Ucap Lava tiba-tiba, menghentikan ku untuk berbicara.

Oke baiklah. Aku akan meladeni dia mengobrol terlebih dulu.

"Jangan asal tuduh. Mending kita ke kelas aja yu. Takut udah masuk, nanti kan repot kalau telat."

"Biarin lahh, kan nanti pas kita di marahin punya alasan yang bagus. Bilang aja gak tau udah masuk karena tadi mati lampu."

"Kamu aja, aku gak mau! Lagian juga belum tentu mati lampu."

"Haha, gapapa, nanti bilang aja. Siapa suruh gak di bunyiin bel nya."

"Hussh, sama guru itu. Gak boleh!"

"Daripada diem aja nanti pas di introgasi."

"Kan seenggak nya kita harus sopan."

"Emang gak boleh ya membela diri?"

"Ya boleh-boleh aja sih. Tapii kalau itu juga hal yang bener!" Kataku sambil memberikan penekanan di akhir kalimatnya.

"Itu juga bener kan? Semua orang berhak loh punya kebebasan."

"Udah ahh, terserah kamu aja deh." Ucapku pasrah.

"Hahaha kalah nih ceritanya?"

"Siapa juga yang ngadain lomba?"

"Akuu! Hahaha."

"Gak lucuu ihh!" Kataku agak judes.

Cewek lain mungkin akan iri kepada ku. Kalian tahu sendiri kan bagaimana sikap Lava? Setelah hampir 2 Minggu sekolah disini. Lava sudah menjadi orang populer di kalangan cewek. Mau itu kakak kelas, atau pun satu angkatan. Jadi wajar saja jika mereka akan iri padaku.

Tak seperti mereka, aku malah merasa biasa saja jika sedang bersama dengan Lava. Mungkin karena itu. Lava jadi tidak sungkan untuk berdekatan dengan ku. Dia malah terbuka dan menunjukkan sisi ramahnya.

Bangga? Tidak juga sih. Karena aku memang tidak tertarik kepada dia.
Terkesan sombong? Tolong jangan katakan itu. Aku tidak seperti yang kalian pikirkan. Aku memang seperti ini orangnya.

Jika kalian bertanya kenapa aku tidak tertarik pada Lava. Cowok super keren yang digandrungi banyak cewek. Kalian akan tahu jawabannya nanti. Aku tidak akan membahasnya sekarang karena ini bukan saatnya. Jadi bersabarlah.

Ngomong-ngomong. Bagaimana dengan Fajria ya? Ahh aku malah melupakannya. Gara-gara ketiga cowok tadi. Aku jadi malah bersikap acuh kepada Fajria. Aku harus minta maaf padanya sekarang. Semoga saja dia tidak marah padaku.

"Lava, aku ke kelas ya?"

"Disini dulu aja, baru juga sebentar."

"Ada hal yang lebih penting yang perlu di selesaikan."

"Ohh okee."

Aku pun akhirnya bisa pergi dari taman ini. Meninggalkan Lava seorang diri. Setidaknya aku tidak kabur begitu saja darinya. Jadi aku tak perlu membuat orang terluka untuk yang ketiga kalinya.

Saat aku sedang melintasi perpustakaan. Tak sengaja mataku menangkap sosok orang yang sudah tak asing lagi bagiku tengah asyik menulis sesuatu dalam bukunya.

"Sedang apa dia?"

***

Jangan lupa 👉 VOMENT

Arigatou

Dibalik BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang