Chapter 7

33 11 4
                                    

Sore itu untuk pertamakalinya aku pulang diantar oleh seorang anak laki-laki.
Ini aku lakukan demi dia menerima permintaan maaf ku. Bukan karena apa-apa.

Saat dalam perjalanan menuju rumah ku. Hujan tiba-tiba saja turun sehingga memaksa kami untuk berteduh terlebih dahulu disebuah kedai bakso.

"Lama banget ini." Ujar Vega dari sebelah kiriku.

"Kapan redanya ya?" Ujarnya lagi kemudian.

Selang beberapa detik iapun kembali berbicara "Makan dulu aja yuk, mumpung disini."k

Langsung saja ku tolehkan kepala ku kearah nya, sambil menggeleng kecil. "Aku gak punya uang kak. Kan tadi kakak juga tau."

"Kamu gak denger tadi aku bilang apa?"

"Maksudnya?" Tanya ku. Betul-betul tidak paham dengan apa yang dia ucapkan.

"Kamu itu pikun apa bloon sih? Hahaha."

"Jahat!" Ucapku tak terima dengan ucapannya barusan.

"Lebih jahat siapa coba? Nuduh orang yang enggak-enggak?" Kata Vega menyindir.

"Jangan salah dulu. Itu merupakan salah satu bentuk perlindungan diri tau." Kataku membela diri.

"Gak liat apa? Tampangku? Emang wajah aku kayak wajah kriminal?" Tanyanya.

"Ya enggak juga sih."

"Jadi kenapa? Waktu itu gak mau?"

"Wajah itu gak menjamin cerminan hati loh kak. Ada juga orang yang memanfaatkan wajahnya untuk hal yang tidak baik. Tau gak psikopat? Ya kayak gitu, mereka seperti orang normal bukan? Tapi nyatanya?" Jelas ku panjang lebar.

"Ohh.. jadi nyamain aku sama psikopat ya?" Celetuknya kemudian.

"Astaga kakak! Itu cuma contoh! Bukan nuduh kakak seorang psikopat!" Ucapku buru-buru membenarkan.

"Haha bercanda." Ucapnya sambil mengacungkan kedua jarinya membentuk huruf V.

"Jadi ngebakso gak nih?" Tanya dia.

"Kan aku udah bilang gak punya uang."

"Kamu itu! Kan aku udah bilang tadi pas mau nganterin kamu. Masih lupa? Mau di ulang lagi?"

"Apa?"

"Karena aku lagi baik! Jadi aku bayarin." Ujarnya, sambil menekankan ucapannya di awal kalimat.

"Hah? Serius? Ohh jadi ceritanya kakak lagi nlaktir aku nih?"

"Bukan! Ngasih sedekah!"

"Ishhh."

"Udah yu? Nanti keburu reda lagi. Tapi syukur sih biar gak jadi keluar uang."

"Ngapain nlaktir kalau bilang gitu?"

"Hahaha."

Kami berdua pun masuk kedalam kedai tersebut. Sambil sesekali bercanda bersama. Orang-orang mungkin akan menganggap kami berpacaran. Tapi nyatanya? Kami hanya seorang teman baru. Yang baru saja baikan. Aneh memang. Tapi disitulah letak ketidak biasaannya dari kebanyakan orang.

***

Jalanan mulai sepi, sehingga Vega pun dengan leluasa memacu kendaraannya dengan cepat. Waktu menunjukkan pukul 16:30. Dan ini sudah sangat sore.

Jalanan masih terlihat basah, akibat sisa-sisa hujan tadi. Lampu-lampu di jalan pun sudah menyala karena cuacanya yang sudah gelap. Akibat hujan tadi kami pun terpaksa meneduh di kedai bakso agak lama. Dan menjadikan kami pulang sore.

"Rumah mu yang mana?" Tanya Vega.

"Di depan sana. Yang pagarnya hitam."

Tepat dimana aku menunjukkan keberadaan rumah ku. Vega pun menghentikan laju motornya.

Setelah itu akupun turun dari motor. Kemudian berbalik ke arahnya sebelum masuk ke dalam rumah.

"Makasih ya kak. Buat baksonya, sama udah nganterin pulang juga." Kataku.

"Percaya gak sekarang?"

"Percaya apa?" Tanya ku kembali.

"Percaya kalau aku ini bukan perampok atau apapun itu hal aneh, yang pernah terlintas di benak kamu."

"Oh hahaha, percaya kok. Sekarang aku percaya kalau kakak itu bukan seorang perampok."

"Jahat banget ya ngatain aku perampok!"

"Hahaha maaf-maaf."

Dia pun hanya tersenyum menanggapi hal tersebut. Senyuman yang begitu manis. Dan sukses membuat ku salah tingkah.

"Sekali lagi makasih ya?" Ucap ku sambil menundukkan kepala.

"Iya sama-sama. Udah sana masuk." Titahnya padaku.

Aku pun mengangguk. Kemudian berbalik bersiap memasuki rumah. Tepat di langkah ku yang ketiga. Dia pun kembali memanggilku.

"Dira?!"

"Iyaa?" Ucap ku, sambil menghadap kembali ke arahnya.

"Sini."

Secara tidak sadar. Aku pun menuruti keinginan dia. Kembali ke hadapannya. Dan menunggu apa yang ingin dia sampaikan.

Selang beberapa detik berada dalam kesunyian. Ia pun akhirnya mulai tersenyum.

Selanjutnya dia pun menempelkan kedua jarinya di pipi kananku.

Sontak aku pun terkejut atas apa yang telah dia lakukan tadi. Ku lihat dia pun tersenyum kembali. Kali ini lebih mengembang. Wajahku tiba-tiba memanas tak karuan. Sehingga aku pun menunduk menyembunyikan wajahku, takut dia tahu.

"Selamat ulang tahun Adira. Maaf telah membuatmu gelisah selama ini. Hanya ini yang bisa aku lakukan."

Kata-kata itu sungguh membuat ku membeku. Apa maksudnya ini?

Tak lama setelah itu suara motor pun mulai terdengar. Pertanda dia akan segera pergi. Ingin rasanya aku mengantar kepergiannya. Namun raga ku tak dapat melakukannya karena terlalu terkejut atas sikapnya tadi.

Yang ku lakukan hanyalah menunduk sampai suara motor itu menghilang dari pendengaran ku. Setelah itu aku pun mulai berjalan. Memasuki taman depan rumahku. Dan saat tepat di depan pintu rumah, aku pun berbalik kembali dan tersenyum.

Terimakasih.

***
G

imana-gimana? Feel nya dapet gak? 😅 Maaf ya kalau masih kurang dapet. Maklum lah masih pemula, ada yang baca juga udah bersyukur banget 😅❣️.

So Jangan lupa 👉 VOMENT

Kasih kritik dan saran :)

Thank you so much!!!💋

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dibalik BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang