CHAPTER 2: Da Furst

16 1 0
                                    

Hohoho~

Hae gaes~

Selamat membaca~

______________________________________

"Ya... Jadi kamu benar-benar harus menyelamatkan warga." Ucap Racket serius. "Ayo, jangan buang waktu!"

"Baiklah. Tunggu sebentar." Aranite lalu hendak melempar Racket ke kasurnya sebelum ingat. "Oh, ya. Inikan kamar mandi." Ia terkekeh sendiri sebelum menyenderkan Racket di tembok. Lalu Aranite meraih lemari kecil di kamar mandinya dan mengambil hair dye.

"Mana yang lebih penting, penampilan atau keselamatan dunia!?" Seru Racket di belakang Aranite dengan jengkelnya.

"Sabar, Rackie. Seorang pahlawan patut menyembunyikan identitas asli mereka." Balas Aranite yang kembali balas dengan Racket yang memutar matanya. Dia memakaikan dye ke rambutnya sebelum kembali ke Racket. "Nah, ayo!"

Racket berkedip beberapa kali melihat rambut Aranite berubah drastis. Yang tadinya coklat, sekarang menjadi silver dan salah satu anak poninya yang panjang sampai hidung berwarna ungu.

Aranite mengambil Racket dan membuka pintu kamar mandi sangat perlahan dan pergi menuju kamarnya.

Di kamar, ia mengganti baju dan mengambil kacamatanya. Racket yang menyarankannya untuk pakai ini dan pakai itu.

Dan akhirnya Aranite mengenakan celana olahraga selutut, baju biru polos tidak sampai sikut, dan luarannya seperti baju pemain basket hanya saja warnanya putih polos.

"Nah... Ini nyaman." Aranite menghela nafas. "Baiklah. Ayo kita pergi!"

Aranite lalu mengambil Racket yang berada di kasurnya dan melompat keluar jendela, memegang ujung atap yang berada di depan jendelanya dengan satu tangan dan mengangkat dirinya ke atas atap. Aranite tercengang.

"Wow... Aku pikir aku bakal jatuh." Ucap Aranite takjub. "Well, let's go!"

Lalu Aranite mulai berlari ke pinggir atapnya sebelum bertanya ke Racket.

"Di mana?"

"Satu kilometer ke Barat." Jawab Racket. Aranite mengangguk dan berlari ke arah barat, melompat ke atap tetangganya. "Woah, Aranite. Aku tidak tahu kamu bisa juga melakukan ini."

"Sudah menjadi impianku menjadi superhero, Rackie!" Ucap Aranite dengan semangat menggebu-gebu seraya berlari dan melompat dari atap ke atap. Terdengar Racket mendengus tapi Aranite memilih untuk tidak memedulikannya untuk saat ini.

Tentu saja. Racket sudah bisa memprediksi ini, tapi ia tetap tidak siap saat 'kepala'nya menghantam salah satu atap cukup kencang. Aranite, saat hendak melompat ke atap selanjutnya, tidak melompat cukup tinggi dan tersandung ujung atap itu sebelum terjatuh wajah terlebih dahulu.

"Baka!" Seru Racket, rasa kesal bercampur rasa sakit. Aranite sendiri sedang mengaduh kesakitan seraya memegangi hidungnya yang sekarang merah. "Kita bahkan belum bertemu musuh."

"Kamu bisa merasa sakit, Rackie?" Tanya Aranite, bingung. "Kamu kan, benda."

"Benda yang memiliki mata untuk melihat dan mulut untuk berbicara. Seingatku benda mati tidak seperti itu." Balas Racket. "Dan jangan panggil aku itu lagi."

"Okay, okay. Understood." Kata Aranite sarkastis. Racket menggerutu.

Aranite bangkit dan kembali berlari dan melompat. Tak lama, Mata silver dan mata coklat yang berada dibalik kacamata melihat suatu makhluk yang ukurannya amat besar, berwarna silver, mulut besar yang dapat menelan suatu gedung dengan satu lahap, tangannya kecil seperti T-Rex, dan kaki yang... Ya, kau bisa menebaknya. Besar.

RacketeerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang