Udah lama gak lanjutin ya ampun :")
Maafkan author mu ini :")
Chapter kali ini bisa dibilang agak... Serius. Author tadi sampe botak mo mikirin joke atau apa gitu tapi gak ketemu. Jadi this chapter will contain a bit bullying(sedikit). Dan action yang agak serius(mungkin). Ada sedikit sesuatu di akhir cerita karena sebenarnya author mo naro di chapter kapan tau tapi author bosan jadi ya wess lah.
___________________________________
Susah bagi Aranite untuk berbohong pada orang tuanya. Dan kebohongan itu dengan mudahnya keluar dari mulutnya.
Mama dan papanya menasehatinya soal mengabarkan mereka dan dihukum tidak boleh bermain kemana-mana setelah pulang sekolah. Itu bukan masalah bagi Aranite. Lagipula, dia tak memiliki teman. Dia hanya khawatir jika akan ada serangan. She can only hope.
Setelah itu, Aranite memilih untuk mengurung diri di kamar.
"Racket...?" Panggil Aranite pelan. Tidak ada respon. Saat perjalanan pulang, Racket izin untuk "offline" sementara. Dan Aranite merasa kesepian hingga ia tidak tahan untuk memanggil. Pada saat ini, remaja itu telah selesai mandi dan sedikit mengobati lukanya. "Uhm, maaf. Aku tau kamu lagi sibuk. Aku cuma ngetes."
Aranite terkekeh sendiri setelah itu. Ia menghela nafas berat dan perlahan menaruh Racket di kasurnya.
Saat ini Racket benar-benar terlihat seperti raket biasa. Tidak ada apapun yang spesial dari tampilannya saat ini. Aranite tidak mau mengakuinya tapi ia cukup merasa kesepian. "Aku akan makan malam bersama orang tuaku dulu, ya." Aranite pamit. Maksudnya adalah kepada Racket, tapi Ara merasa seperti orang gila sekarang. Tiba-tiba ia takut Racket tidak akan kembali. "Aku usahakan cepat."
***
"Aranite? Kamu gak makan?" Suara mamanyalah yang membawanya kembali ke tempatnya berada. Yaitu di meja makan, dengan spageti carbonara di hadapannya. "Spagetinya gak enak?"
"Uh? Oh, nggak, kok! Enak banget, ma. Cuma aku lagi nggak begitu lapar aja." Ucap Aranite cepat, tangannya menyambar garpu dan ia mulai memakan spagetinya.
"Nggak harus abis kok." Mamanya kembali berkata. "Daripada nanti mual."
Aranite hanya mengangguk.
Racket sudah kembali belum ya?
***
"Hmph. Racketeer cocok menjadi superhero. Kau? Huh. Jangan bercanda."
"Tidak sekarang." Kata Aranite pelan. "Aku tidak mood."
"Oh ya?" Salah satu lelaki dari kelas sebelah inilah yang paling hobi mengejek Aranite. "Karena posisimu direbut? Poor you."
Aranite mengernyit dan berusaha melewati lelaki itu. "Minggir."
"Aku belum selesai." Lelaki itu mendorong Aranite mundur.
"Aku serius, you jerk." Aranite menegaskan. Jerkie tetap bergeming, wajahnya semakin kesal karena panggilan itu.
Ya, lelaki di hadapannya ini bernama Jerkie. Jerkie Chan, sebenarnya. Jerkie adalah murid yang paling hobi mem-buli murid lain yang introvert tapi dia sedang kehabisan "mangsa" dan memilih untuk membuli Aranite saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Racketeer
AdventureSemua berawal dari sebuah mimpi yang aneh dan sangat tidak biasa. Tentu, siapapun akan berpikir itu hanya sebuah mimpi yang teramat menyenangkan dan patut diingat tapi tidak bagi perempuan yang satu ini. Dia begitu yakin mimpinya akan menjadi nyata...