Semenjak hari itu, aku dan Gege masuk ke area yang entahlah. Pendekatankah? Tapi rasanya seperti teman. Tapi dibilang teman, kok lebih mirip pendekatan.
Kami sudah terlalu tua untuk saling mengingatkan makan siang. Gege juga bukan orang romantis yang rajin mengucapkan selamat pagi. Aku pun terlalu gengsi.
Selama beberapa hari ini percakapan kami selalu dimulai dengan pertanyaan yang sama,
"Sibuk?"
Aku selalu membalas dengan,
"Enggak kok. Kenapa?"
Tapi kalau aku yang tanya, Gege selalu sibuk. Bikin kesel.
Sepertiku, Gege tidak suka berbicara di telepon. Jadi sampai detik ini, aku tidak tau suaranya gimana. Katanya dia pernah dengar suaraku via Soundcloud. Sempet bikin gr sih. Berarti dia kepoin media sosialku.
Gege ini makhluk yang unik. Dia cukup misterius menurutku. Tidak pernah benar-benar terbuka kalau cerita. Dia seperti membangun dinding yang sulit kupanjat. Padahal aku selalu bisa meruntuhkan dinding-dinding yang ingin kuruntuhkan. Tapi tidak dengan Gege.
Pernah satu kali kutanya.
"Gak cari pacar lagi?"
"Enggak ah. Mau cari cewek aja. Mau nikah."
*klise*
Patah hati lalu banting stir. Emangnya orientasi sexual bisa berubah semudah mobil di jalan tol?
Tapi aku cuma bisa bilang,
"Been there done that." Soalnya aku dulu juga gitu.
Putus dari pacar pertama, dekat dengan perempuan. Hampir saja menikah. Tapi tidak jadi. Karena balikan lagi sama si mantan. Kuceritakan tentang itu nanti.
Gege tak pernah juga terlalu kepo tentang kehidupanku. Dia cuma sering bilang kalau aku hedon. Suka party, suka mabuk, bukan hidupnya, katanya.
Aku sempat drop, membaca pernyataannya. Tapi bukan Gege namanya kalau tidak bisa melambungkanku kembali.
"Yo, hari Rabu sibuk gak?" Tanyanya tiba-tiba.
Oiya, aku Rio. Ini sudah chapter 3 tapi namaku baru kesebut. Bukan sok misterius. Tapi lupa. Hehe.
"Enggak" tipikal jawabanku ke Gege.
"Nonton yuk. Ada World War Z premier."
Aku seperti ketiban durian. -sebenarnya ketiban durian itu gak masuk akal kalau diartikan sebagai rejeki. Karena ketiban durian itu pasti sakit-
"Dimana?" Jawabku singkat. Padahal rasanya aku sudah mau loncat-loncat.
"FX?"
"Sure! What time?" Dari kantorku di Blok M ke FX dekat! Yes!
"5 ya. Ketemu di QQ Kopitiam, ya?"
***
Hari itu, aku sengaja pakai kemeja andalanku. Biru muda kotak-kotak. Kupikir warna biru muda bisa mencerahkan warna muka. Dari pagi kupakai parfum lebih banyak dari biasanya. Aku tak suka menambahkan parfum setelah seharian bekerja. Wangginya tak sama.
Jam 5 tepat aku sudah duduk manis di QQ Kopitiam. Kukeluarkan sebuah buku dan kubakar sebatang rokok. Aku ingin Gege melihatku sedang membaca. Dia akan berpikir aku pintar. Membaca selagi menunggu. Uuuh. Hot!
15 menit berlalu. Lalu 30 menit lewat. Tak tampak juga batang hidung Gege. Tak ada pun pesan dari dia. Aku bertahan tak bertanya. Aku orang yang sangat punctual. Menghargai waktu itu PENTING!
Aku mulai kesal. Sulit berkonsentrasi membaca ketika amarah mulai berkuasa. Entah sudah berapa batang rokok yang kuhisap. Jam 5 pun hampir berganti ke 6.
"Sorry sorry telat banget. Aduh tadi gw udah jalan tapi dompet ketinggalan. Jadi muter balik lagi." Kata seorang pria menyerocos sambil mengambil posisi di depanku.
Oh God, he's cuter in real life!
"Ah gak apa kok. Gw juga belum lama." LIE!
Gege memakai kemeja flanel ungu tua dengan lengan digulung sedikit, jeans belel dan tas selempang. Sekilas gayanya sangat manly. Ku suka! Aku bisa mencium parfumnya samar-samar ketika dia lewat tadi.
"Mbak, Es Teh Tarik satu ya." Katanya pada waitress.
"Kayaknya gak keburu ya kalo makan dulu. Gak apa apa deh ya? Nanti pesen di bioskop aja." Sambungnya lagi.
Aku mengangguk. Aku membakar sebatang rokok lagi.
"Gak ngerokok?" Tanyaku.
"Enggak. Tapi sok aja. Gak masalah kok."
Okay dia Sunda banget. Senyumnya, manis banget.
"Akhirnya ketemu juga ya. Setelah setahun lebih." Kataku lagi.
"Hahaha iya ya. Terus gimana pas ketemu?"
Eh to the point banget.
"Hahaha. Ya gak gimana-gimana. Sesuai bayangan, kok." Jawabku salah tingkah. "Kenapa sekarang mau ketemu? Biasanya kan sibuk terus." Sambungku.
"Sekarangkan jomblo. Dulu kan ada pacar."
"Lah ngaruhnya?" Aku penasaran.
"Takutlah." Kedua alisnya mengkerut seperti ulat.
"Emang gw gigit? Hahaha."
"Takut khilaf." Jawabnya diikuti tawa lebar.
Selama film di putar, tak ada yang terjadi. Aku dan Gege penonton yang serius. Tak berdiskusi hanya menikmati. Gege tak juga bermodus untuk curi-curi pegang tangan. Aku pun sibuk dengan pop corn sendiri. Hingga film selesai.
"Pasti ada sequelnya, da!" Kata Gege sambil keluar.
Dia sok tau. Nyatanya sampai sekarang World War Z tak ada sequelnya.
"Pulang naik apa, Ge?" Tanyaku. Ada nada harapan disitu.
"Bawa motor. Lo?"
"Oh. Naik mobil."
"Parkir di?"
"B2."
"Sama donk. Barenglah." Katanya santai.
Sepanjang perjalanan ke tempat parkir kami membahas soal film. Dia nampak antusias. Matanya membesar ketika menjelaskan pendapatnya soal itu.
"Eh, nih. Buat lo." Kata Gege mengeluarkan sebatang coklat Silverqueen.
"Hah? Buat gw?"
"Iya. Buat nyemil sambil nyetir." Katanya sambil senyum.
"Makasih ya!" Aku tak bisa menyembunyikan gigi ketika mengatakannya.
Gege berjalan ke motornya. Aku berjalan ke mobil, menggenggam sebatang Silverqueen. Coklat murah yang tetiba menjadi mewah. Tak ada kata "hati-hati" yang ditukar, tapi Tuhan, aku jatuh hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo Gege! (Fin)
RomanceIni cerita pertamaku. Kisahku dengan Gege. Pria misterius yang pernah datang dalam hidupku. [bagian 18++ nya di private ya. Please follow me to read it] Ini cerita tentang percintaan sesama jenis. Dengan konten berlabel R. Jadi kalau yang belum 18 t...