Keesokan paginya dengan penuh suka cita kukirim pesan ke Gege.
"Sayang banget lo gak ikut nonton! Filmnya seru banget!" Pesannya tak langsung dibalas Gege.
Pekerjaanku sangat banyak hari itu. Sehingga aku tak sempat melihat handphone. Kubiarkan handphone itu di meja, sementara aku wara-wiri kesana-kemari.
"Yo, tolong data ini ada dimana?"
"Yo, inget gak MoU sama PT. Bangun dipegang siapa?"
"Yo, udah lapor SPT?"
Aaakkkhhh. Kenapa semuanya "Ya Yo Ya Yo!" Aku cukup snewen sepanjang pagi itu. Belum lagi Pak Billy kumat. Marah-marah tanpa alasan yang jelas. Mungkin dia tidak dapat jatah semalam.
Jam 11 .15 aku punya sedikit waktu untuk melihat handphone. Tak ada balasan dari Gege. Aku cukup heran, kenapa dia tak membalas pesanku. Tak mungkin dia masih tidur. Dia kan bekerja.
Kubuka Whatsapp dan pesanku ternyata belum dibaca. Aku mulai khawatir.
Kukirim pesan lagi,
"Ge, are you okay?" Pesan itu pun tak dibalas.
Kuhabiskan waktu makan siang mengirim berbagai pesan ke Gege yang tak satu pun di balas. Aku berusaha berpikir positif. Mungkin handphonenya tertinggal di kosan. Gege bukan orang paling teliti sedunia.
Kuputuskan meyakini dugaanku itu, sehingga aku bisa melanjutkan pekerjaanku dengan baik. Tanpa perlu memikirkan kenap Gege tak juga membalas. Tapi diam-diam aku tetap takut. Takut ada apa-apa dengan Gege. Aku tak mendengar kabarnya dari semalam.
Setiap ada pesan masuk, hatiku terasa ngilu, seperti saat naik roller coaster. Tapi yak ada satu pesan pun dari Gege. Tak terpikir olehku untuk meneleponnya. Bodoh.
Sekitar jam 4 lewat, ada satu pesan masuk. Gege.
"Sibuk?" Tanyanya singkat.
"Gege! Ya Tuhan! You're alive!" Balasku dengan lebaynya
Aku bahkan tak engeh kalau pesan Gege terdengar aneh. Ia tak menanggapi semua pesanku.
"Hehehe. Alhamdulillah." Katanya.
"Lo baik-baik aja kan?" Ku ulang pertanyaanku.
"Baik kok. Maaf ya baru bales."
"Handphone ketinggalan?" Tanyaku lagi.
"Enggak." Jawabnya sangat singkat.
Pikiranku mulai aneh-aneh. Berarti dia memang sengaja tidak membala pesanku.
"Bikin orang khawatir deh." Kataku mulai kesal.
"Hehe. Maaf ya. Nanti kalau udab pulang kabarin." Katanya mengakhiri sesi whatsapp yang sudah kutunggu seharian.
***
Jalanan Jakarta yang macet bukan kepalang menyebabkanku baru tiba di rumah pukul 8 malam. Setiap sampai rumah aku selalu melakukan rutinitas wajib sebelum melakukan hal lain.
Kulepas pakaianku lalu mandi. Seharian di kantor berac membuat kulitku kering. Mandi juga membantuku menghilangkan stress karena macet.
Lalu aku makan malam. Si Mbak masak sup iga kesukaanku. Mama sudah makan sementara yang lain belum sampai di rumah. Jadi aku makan sendirian.
Setelah itu minum vitamin. Harus itu.
Baru kemudian aku mengirim pesan pada Gege.
"Huahh.. kenyanggg..." kataku.
Gege membalas dengan cepat.
"Makan apa?"
"Sop Iga. Udah makan?" Tanyaku santai.
"Udah. Udah mandi juga." Jawabnya.
"Pantesan. Haluuuumm." Aku menggodanya.
Dia tak tertawa.
"Ehmmm Yo... boleh ngomong?"
Jantungku berhenti seketika. Entah kenapa kuyakin ini bukan hal baik.
"Ngomong apa?" Jawabku ragu.
"Gw... gw gak bisa."
"Gak bisa apa sih?" Tanyaku lagi.
"Ehmm gw gak bisa lanjutin ini." Kata-kata ini terbayang di mataku berbulan-bulan lamanya.
"Maksudnya gimana ya?"
"Yo, maafin gw. Tapi gw udah pikir baik-baik. Setelah kenal lo lebih jauh dan ketemu temen-temen lo, dunia kita beda banget. Lo anak gaul. Gw mah cupu. I cannot catch up. Gak cocok gw dengan lifestyle lo."
Gege is typing...
"Ditambah, seperti gw bilang. Gw mau coba sama perempuan. Kasian nyokap gw. Dia kepengen punya cucu."
Gege is typing...
"Maafin gw ya Yo. Tapi kita bisa temenan kok."
Aku terdiam di ujung kasur. Menangis bukan gayaku. Tak ada yang cukup pantas ditangisi selain kematian. Itu prinsip hidupku. Tapi dadaku sakit. Ngilu setengah mati. Aku tak tahu harus membalas apa.
"Oh." Itu saja yang kuketik.
Perasaanku campur baur. Kecewa, sedih dan marah menjadi satu tak keruan. Aku tak paham apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa dia berubah pikiran tiba-tiba. Aku terlalu lelah untuk menyalahkan diri sendiri. Jadi kusalahkan dia atas perubahan drastis ini.
Terngiang di telingaku lagu 'Halo' dengan liriknya menari-nari di pelupuk mata. Aku benci lagu itu!
Selama ini kusalah menduga. Kupikir pelan-pelan Gege mulai jatuh cinta kepadaku. Ternyata tidak. Cinta tak akan mudah berubah karena alasan remeh-temeh yang masih ada jalan keluarnya. Bahkan ketika tak ada lagi jalan keluar,
Cinta tak akan pernah menyerah.
***
Beberapa bulan kemudian tanpa sengaja ku bertemu Gege di Grand Indonesia. Dia tak melihatku. Dia sedang makan malam bersama seorang bekas artis cilik yang tak perlu kusebutkan namanya. Yang jelas aku sering berjumpa dengan artis ini di club tempat para lelaki penyuka lelaki datang berdansa.
Kucari instagram Gege yang sudah ku unfollow sebelumnya. Rupanya Gege dan si artis baru pulang dari liburan ke Singapura. Merayakan satu bulan mereka bersama.
Perutku mual. Tak ada rasa lagi yang tersisa selain rasa jijik akan kemunafikannya.
Lalu kuketik sebuah pesan untuk Gege,
"So I am just ain't famous enough for you, ya. Congrats Ge. You get what you deserve."
Tak lama setelah itu, aku bertemu dengan si artis di sebuah sauna. Kugoda dan kucumbu disana. Tanpa Gege tau pacarnya sudah kucicipi juga.
Revenge is a dish best served cold.
Dan hingga hari ini, mereka masih bersama. Dua orang munafik yang saling cinta.
(Tamat)
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo Gege! (Fin)
RomanceIni cerita pertamaku. Kisahku dengan Gege. Pria misterius yang pernah datang dalam hidupku. [bagian 18++ nya di private ya. Please follow me to read it] Ini cerita tentang percintaan sesama jenis. Dengan konten berlabel R. Jadi kalau yang belum 18 t...