" Kau sudah Koma selama enam hari lamanya." Aku terkejut mendengar jawaban dari Fahri."
----Jambi, 27 Februari 2050
Kriiiiiiiinnnggggg..........
"Huaaaaaaaaaaa...." Mataku masih sedikit terbuka dan kulihat jika langit sudah cerah. Sekarang pukul 7 pagi. Hari ini adalah jadwalku untuk traveling ke Jakarta bersama kedua sahabatku, Putra dan Fahri. Aku segera bergegas mandi dan merapikan semua perlengkapan yang akan kubawa selama travelling nanti.
Setelah semuanya beres, "Anand, cepat turun... Teman temanmu sudah menunggumu!" Tiba tiba suara nyaring ibuku memanggilku. Ya.. namaku Ananda, yang biasa dipanggil Anand. Tanpa basa basi, aku langsung mengangkat ranselku dan membawanya turun. Dari tangga, kulihat wajah santai Putra Dan Fahri sembari bermain game kesukaan mereka masing masing.
"Sudah siap?" Tanyaku dengan mereka berdua. "Sudah dong, kalo belum kenapa Kita ada disini" jawab Putra simple. Dia anaknya suka nyerocos kalau ngomong, walaupun benar juga sih. "Nih, sarapan kalian bertiga selama perjalanan nanti." Kata ibuku yang tiba tiba Sudah ada dibelakangku. "Nggak perlu bu... Nanti dipesawat juga Kita dikasih makanan." Jawabku santai. "Bawa aja... mana tau nanti kalian lapar lagi." Kata ibuku dan memberi bekal tersebut. Terpaksa kuambil lalu kusimpan diranselku.
"Pesawat kita 3 jam lagi boarding, ayo kita berangkat!" Seru Fahri yang baru bicara Karena dari tadi dia terlihat asik dengan gamenya. "Bu... Kita berangkat ya." Kataku sambil menyalami ibuku diikuti dengan kedua sahabatku. "Hati-hati dijalan, kabari ibu kalau sudah sampai di Jakarta." Kami bertiga langsung masuk kedalam mobil. Kali ini Mas Yono yang ngantar kami kebandara. Dia supir pribadiku yang selalu ngantar kemana aja aku mau.
Bandara Sultan Thaha, Jambi
Sesampainya di Bandara, kami langsung menurunkan barang Dan langsung masuk ke dalam Bandara. Kali ini Fahri yang akan bertindak, dia yang akan check-in. Fahri anaknya avgeek (Suka Penerbangan), ya kalau masalah Penerbangan dia ahlinya. "Penerbangan Kita bentar lagi, cek barang kalian, jangan sampai ketinggalan kayak dulu lagi." Kataku, Sebelumnya kami Sudah pernah travelling ke Medan dan Handycam milik Putra hilang di Bandara dan belum ketemu sampai sekarang.
Sekarang kami Sudah didalam pesawat. Selama Penerbangan kami melakukan kegiatan sendiri. Aku melihat awan Karena aku duduk di window seat (kursi yang paling dekat sama jendela), Fahri sibuk dengan majalah katalog barang yang dijual maskapai tersebut, sedangkan Putra tidur dengan nyenyak.
Jakarta, 27 Februari 2050
Singkat cerita, kami bertiga Sudah sampai di hotel yang Sudah kami pesan melalui salah Satu situs perjalanan. Kami memilih untuk menginap di kawasan Ancol Karena dekat dengan laut dan banyak wisata yang keren.
Hari pertama kami di Jakarta, kami hanya melihat pemandangan laut yang indah, ditambah dengan hempasan ombak yang tenang. Tetapi Tak lama kemudian, Putra teriak memanggil aku dan Fahri yang sedang melihat laut. Aku pun panik sedangkan Fahri santai karena Putra sudah sering nge-prank dia. Dikamar, Putra langsung menyuruh untuk melihat fenomena Antartika yang mulai mencair dengan sangat cepat.
"Apa-apaan ini!?" Kataku, hatiku langsung takut karena guruku pernah mengajar tentang Antartika, apabila Antartika mencair, kemungkinan 80% daratan akan tenggelam dan lenyap. Apalagi Indonesia yang mempunyai banyak sekali Pulau, pasti akan tenggelam.
"Jakarta akan rentan terkena dampak mencairnya Antartika, dalam beberapa minggu lagi, Jakarta akan tenggelam sepenuhnya...."
"Ahh... Antartika kan jauh, Mana mungkin Indonesia bakal kena dampaknya, apalagi Jakarta. Paling negara-negara didekat Antartika aja yang lenyap." Kata Fahri tanpa beban. Aku mencoba menenangkan diri, mungkin yang dikatakan Fahri ada benarnya. "Tadi kulihat, katanya NASA akan kerjasama dengan 20 negara lainnya untuk buat Graha Terapung. Kalau memang Kita kena dampaknya, Kita harus mencari Tau letak Graha tersebut, dan Kita akan kesana." Putra mulai berkata bijak. Putra memang sedikit labil. Terkadang dia eror, kadang dia bijak. Sifatnya membuatku ingin bersahabat dengannya.
Jakarta, 28 Februari 2050
Hari kedua di Jakarta aku dan kedua sahabatku menghabiskan waktu untuk pergi ke Taman hiburan yang berada tak jauh dari hotel yang kami tempati. Ketika sedang duduk disalah Satu cafe di Taman hiburan tersebut, tiba tiba muncul bunyi sirine yang menyakitkan telinga, terlihat semua pengunjung berlari tak tentu arah. Aku hanya bisa diam dan tak tau apa apa. Kami bertiga berpegangan tangan sambil berdoa. Lalu dihadapan kami...
Wuuuuuuuuussssshhhhhhhh.....
Jakarta, 05 Maret 2050
Badanku terasa sakit sekali, kubuka perlahan mataku karena sinar matahari yang begitu terik. Aku mulai melihat langit cerah, tapi ketika kulihat ke kiri dan kanan, semuanya biru. Aku mulai berdiri, tetapi sulit rasanya. Ternyata aku Ada didalam kapal boat kecil. Sejauh mata memandang, hanya laut yang kulihat.
Tak lama kemudian, muncul dua pria dihadapanku, mataku masih sedikit kabur sampai akhirnya aku bisa melihat sepenuhnya. Ternyata mereka adalah sahabatku, Fahri Dan Putra. Mereka berdua Tiba tiba memelukku. "Akhirnya kau sadar juga, kukira kau Sudah tiada." Kata Putra nyerocos. Aku mulai bingung, "memangnya aku kenapa? Kalian kenapa seperti ini?" Banyak sekali pertanyaan yang ingin kutanyakan, tetapi terlalu sulit untuk mengucapkannya. " Kau sudah Koma selama enam hari lamanya." Aku terkejut mendengar jawaban dari Fahri. Kulihat lagi sekeliling Dan masih lautan tanpa batas.
"Nanti kujelaskan, Ayo makan dulu, kau Sudah enam hari belum makan!" Suruh Putra sambil menyodorkanku sekaleng ikan sarden. Sebenarnya aku tidak suka sarden, tapi karena Tak Ada pilihan, terpaksa kumakan. "Selama kau Koma, banyak kejadian yang kami alami disini." Putra memberikan segelas air minum. "Terima kasih." Langsung kuminum air tersebut dengan cepat karena aku Sudah kehausan.
"Kau masih ingat ketika sirine di taman hiburan berbunyi?" Tanya Putra padaku. "Tentu saja aku ingat, memangnya kenapa?" Tanyaku penasaran. "Hmmm... Sirine tersebut adalah sirine bencana Alam. Makanya banyak orang yang berlari lari Tak tentu arah. Lalu, ketika Kita berpegangan. Kau tiba Tiba pingsan." "Tunggu? Apa? Aku pingsan? Sejak kapan aku bisa pingsan? Selama hidupku aku tidak pernah pingsan kecuali tidur." Aku terkejut ternyata aku pingsan. "Aku tidak Tau kenapa kau pingsan, akhirnya aku Dan Fahri menggendong mu. Tapi tiba tiba ombak besar Dan tinggi tiba Tiba muncul dihadapan kami. Kami hanya diam dan berpelukan karena kami menggendongmu." Aku mulai terharu mendengar perjuangan mereka yang ingin menyelamatkanku. "Akhirnya kita tergulung ombak tetapi entah kenapa, Kita bertiga tidak berpisah dan ada di atas kapal ini." Jelas Putra.
" Sudah dulu ceritanya. Sekarang, Kita pikirkan dulu soal Graha Terapungnya." Fahri muncul membawa peta ditangannya. "Kau benar, sebaiknya Kita segera mencari Graha tersebut." Kataku sambil mencoba untuk berdiri Dan akhirnya bisa. "Hmmm... Sebelum kita terkena tragedi ini, aku baca majalah kalau Graha terdekat dari sini Ada di Tokyo." Kata Putra sambil menunjuk wilayah Tokyo di Peta yang dibawa Fahri tadi. "Jauh amat Tokyo!?" Kataku kaget. "NASA memperkirakan Dua minggu lagi akan terjadi banjir besar, ternyata mereka salah, Dan yang baru selesai hanya Ada lima, letaknya berjauhan, yang Paling dekat ya Tokyo, lalu Ada di Rusia, Canada, Brazil, Dan Afrika Selatan. Padahal Ada Graha yang akan selesai besok kalau belum terjadi, letaknya di Bangkok. Ya.. mau gimana lagi, cuma Tokyo yang Terdekat dari sini." Jelas Putra. Sekarang aku bingung, aku berada dimana sekarang. "BTW... Kita sekarang dimana?" Tanyaku langsung. Fahri dan Putra saling bertatapan. Lalu Fahri menjawab, "kurasa sekarang Kita Ada di atas Surat Thani" kata Fahri. "Su... Surat Thani?" Aku kaget ternyata selama aku Koma, aku Sudah berlayar dari Jakarta ke Surat Thani.
Tiba tiba, Fahri tersenyum. "Aku Sudah Tau cara tercepat ke Tokyo!"
---
Udah segitu dulu chapter Satu nya. Masih bertiga, belum delapan :v hehe... Tunggu keseruan selanjutnya ya... Byee....Vote untuk kelanjutannya ok!
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Zone
Science FictionKetika Benua Antartika Sepenuhnya Mencair, Kisah 8 Sahabat Dimulai!