Sendang 13 - Kembali Pulang

2.6K 151 0
                                    

Mati dicatuk katak.

****

Happy Reading 😊

Setelah berjalan kurang lebih satu setengah jam, akhirnya Jaka dan Nawang berhasil keluar dari hutan. Pemuda itu berhasil menghentikan mobil bak bermuatan sayuran yang akan dikirim ke kota. Tak ada pilihan lain selain menaiki kendaraan beroda empat itu.

Jaka yang merasakan celananya bergetar, segera mengambil benda pipih yang biasa ia gunakan sebagai alat komunikasi.

Ada 55 panggilan tak terjawab dari Ridwan. Jaka tahu, temannya itu pasti mengkhawatirkannya saat ini. Menekan beberapa tombol pada ponselnya, Jaka mencoba menghubungi Ridwan kembali.

"Lu ke mana aja sih, Jak!" Suara Kribo terdengar keras setengah membentak.
"Wo-ow ... tenang, Beb. Gue baik-baik aja kalau lu khawatir," kekeh Jaka. Pemuda itu mencoba bercanda namun balasan yang diterima tidak sesuai kehendak hati.

"Najis! Gue bukan bebeb lu, sembarangan!"

Ridwan yang merasa dipermainkan justru semakin jengkel oleh tingkah Jaka.

"Kalau lu bukan bebeb gue, ngapain lu nelpon gue sampe 55 kali?"

Jaka melempar pertanyaan yang dibalas dengkusan oleh Ridwan. "Ya jelas gue nelpon lu sampe sebanyak itu. Lu itu ngilang, BEGO!"

Kalimat akhir yang ditekan oleh Ridwan justru membuat Jaka terkekeh. Pemuda itu menyukai kemarahan yang dikeluarkan oleh sahabatnya. Namun, sebenarnya bukan itu. Melainkan ia bahagia karena berhasil membawa pulang gadis impiannya.

"Nggak usah ketawa lu. Gue pikir lu tuh mati dicatuk katak, lalu mayat lu dibuang ke sungai," maki Ridwan.

"Bo, lu sensi amat sih? Kurang jatah lu, ya?"

"Heh, setan lu ya, gimana gue mau pake benda pusaka gue kalau temen gue itu ilang, huh? Otak lu di mana sih, Jak?"

Jaka terdiam. Pemuda itu menyadari bahwa Ridwan sangat mencemaskannya.

"Sorry, Mas Bro. Gue ngikutin sesuatu dan akhirnya tersesat di tengah hutan," sesal Jaka.

Meskipun Ridwan sahabat baik Jaka, namun belum saatnya pemuda itu mengetahui keberadaan Nawang Wulan. Jaka yakin, Ridwan akan langsung meminta ijin untuk menggagahi gadis itu. Pemuda itu tak ingin hal itu terjadi, sehingga menyembunyikan keberadaan Nawang menjadi pilihannya saat ini.

"Oke, alasan lu gue terima. Sekarang lu di mana?"

Jaka mendengar helaan napas dari sahabatnya, pemuda itu akhirnya memilih untuk tidak memperpanjang masalah.

"Gue udah naik mobil warga ke Jakarta. Lu bawain barang-barang gue, ya?"

"Sialan lu! Napa lu malah balik ke Jakarta?"

"Abis gue bingung," bohong Jaka.

Mata pemuda itu melirik ke arah kiri. Nawang Wulan tengah duduk bersama istri dari supir mobil yang membawanya.

Beruntunglah pasang suami-istri itu mau menolongnya tanpa banyak pertanyaan. Meski Jaka tahu, ada raut bingung dan bertanya-tanya dalam wajah mereka. Namun, Jaka maklum, di daerah kecil seperti ini akan sangat tabu jika perempuan bersama laki-laki tanpa status. Berbeda dengan kota tempat ia tinggal, masyarakat di Jakarta umumnya jarang ikut campur dengan masalah orang lain.

"Jak! Woy, Jak!"

Jaka yang sempat melamun, akhirnya tersadar mendengar teriakan Ridwan.
"I-ya, iya. Nggak usah teriak juga, kuping gue sakit nih," gerutu Jaka.

"Gimana gue nggak teriak? Lu tuh dipanggil tapi nggak nyahut, budeg lu, ya?"

"Udah deh, Bo. Pala gue sakit, belum tidur gue."

"Ya udah deh, biar gue yang bilang ke dosen pembimbing kalau lu minta ijin balik."

"Sip. Makasih ya, Bo. Eh ... jangan lupa tas gue bawa balik, ya?"

"Iya, iya. Lama-lama gue jadi kacung lu dah, nasib gue kok ngenes, ya?"

Jaka tak bisa menahan gelak tawanya. Dia akan berjanji akan membelikan satu kotak cokelat jago kesukaan Ridwan begitu berjumpa dengannya.

"Ya udah. Gue cabut dulu."

Mengalah, Ridwan memilih membiarkan Jaka untuk kembali ke Jakarta. Meninggalkan dia tugas untuk meyakinkan dosen pembimbing tentang alasan kepulangan Jaka.

Lain kali, Ridwan tidak akan mau melakukan hal yang akan membuat kepalanya pusing.

To be continue.

SENDANG (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang