Sendang 18 - Cokelat Jago

3K 139 7
                                    

Kecil-kecil cabai rawit.

***

Happy Reading 😊

Ridwan melangkah tergesa di sepanjang koridor kampus. Ia harus segera berjumpa dengan Jaka. Harus!

Jika ada orang yang berkata bahwa sahabat selalu ada ketika senang maupun duka, maka berbeda dengan Ridwan. Sahabatnya itu lebih sering menempatkan ia pada posisi susah daripada senang.

Contoh ketika Jaka dengan seenak udelnya pergi dari acara studi banding, hasilnya Ridwan yang susah. Selain kerepotan membawa barang bawaan, ia juga harus berbohong kepada dosen pembimbing jika ada sanak saudara Jaka yang meninggal hingga pemuda itu harus segera pergi tanpa pamit.

Sungguh alasan yang sangat konyol!

Awalnya dosen pembimbing tidak percaya dengan alasan yang Ridwan katakan meski pemuda itu mencoba meyakinkan. Namun, setelah pembicaraan yang panjang dan lebar, akhirnya salah satu dosen pembimbing memberikan Jaka tugas untuk membuat makalah dan menyerahkannya pada hari Senin. Dan sialnya, sampai Senin pagi, Jaka sama sekali tidak bisa dihubungi.

"Ke mana itu bocah," dengkus Ridwan. Mata pemuda itu menoleh ke kanan dan kiri mencari sahabatnya yang tak jua ia temukan.

Tidak juga menjumpai Jaka di ruang kelas meski sudah bertanya pada beberapa mahasiswa tapi tak satupun yang melihat pemuda itu. Tak menyerah, Ridwan memilih mencari Jaka ke taman lalu ke kantin. Mungkin sahabatnya itu ada di sana.

"Bo ...." Suara seseorang memanggil membuat Ridwan mencari asal suara.

"Vyn!"

Pemuda itu melihat Vyn tengah melambai ke arahnya. Melangkah cepat, Ridwan menghampiri Vyn yang sedang duduk di bawah pohon beringin bersama teman-temannya.

"Lu liat Jaka nggak, Vyn?" tanya Ridwan tanpa basa-basi. Ridwan tidak ingin mendapat masalah, jika Jaka tidak membuat tugas makalah sebagai ganti ijin kemarin.

Vyn menggeleng tidak tahu, "Nggak tuh. Kenapa nggak lu telepon aja si Jaka?"

"Kalau HP dia aktif, gue nggak repot juga kali."

"Lu liat Jaka nggak, Nos?" Ridwan menoleh ke samping Vyn, bertanya pada Enos yang sibuk dengan ponselnya.

Mengangkat wajah, Enos menaikkan alis kiri sebelum menjawab. "Nggak juga. Emang dia nggak ada di kelas?"

"Nggak ada. Udah gue cari."

"Bukannya Jaka pagi ini ada kelas, ya?" sahut Vyn.

"Iya. Tapi tadi liat dia nggak ada. Gue tanya ama anak yang lain katanya Jaka nggak masuk."

"Udah coba telepon ke nomor apartemen Jaka belum?"

"Waduh, iya ya? Kok lu pinter sih,  Vyn?" kekeh Ridwan. Dia lupa untuk menghubungi nomor apartemen Jaka.

"Lu aja yang kelewat bego, Bo," dengkus Vyn.

Ridwan tertawa sementara jarinya bekerja mencari nomor telepon apartemen Jaka pada ponselnya. Beberapa detik berlalu namun Ridwan tak kunjung menemukan apa yang ia cari.

Menggaruk rambut keritingnya yang tak gatal, Ridwan kembali berujar. "Kok nomornya nggak ada ya, Vyn. Lu punya nggak?"

"Yaelah, Bo, gue juga mana punya. Niat banget kalau gue nelpon apartemen Jaka segala," jawab Vyn.

"Terus gimana nih?" tanya Ridwan, sementara Vyn dan yang lain hanya mengangkat bahu tak tahu.

"Emang ada apaan lu nyariin Jaka? Penting banget kayaknya." Kali ini Enos yang melempar pertanyaan. Bisa pemuda itu nilai kalau Ridwan tengah frustrasi mencari keberadaan Jaka.

"Iya jelas penting lah, Nos. Lu ngapain pake nanya? Tuh anak bolos studi banding kemaren. Gara-gara kabur, dia tuh disuruh bikin makalah dan dikumpulin hari ini. Tapi dari kemaren tuh si Kampret kagak bisa dihubungi coba? Gimana nggak kesel?" decak Ridwan.

"Oo ... terus kalau Jaka nggak kumpulin makalah hari ini, jadi masalah gitu?"

"Masalah. Karena Pak Wawan maunya hari ini, kalau nggak Jaka bisa dapat E di mata kuliah Metode Penelitian."

Di kampus IKJ, Pak Wawan terkenal pelit ketika memberi nilai. Banyak mahasiswa yang tidak ingin mencari masalah dengan dosen tersebut. Meski berbadan pendek tapi Pak Wawan dikenal kecil-kecil cabe rawit, meski kecil tapi mengigit. Sering absen atau tidak mengumpulkan tugas maka siap-siap saja untuk mengulang di tahun berikutnya.

"Ya udah biarin aja, Jaka yang nanggung juga," kata Enos tak acuh.

"Iya kali kalau cuma Jaka yang dapet E, gue juga bakal dapet E kalau Jaka nggak ngumpulin," keluh Ridwan.

Ketika Enos hendak kembali bertanya, sebuah suara datang mengejutkan mereka.

"Bo, lu ke mana aja sih, gue cariin juga."

Seorang pemuda datang dengan membawa satu kotak cokelat jago di tangannya.

"Oh ya, nih gue bawain cokelat jago kesukaan lu."

To be continue.

SENDANG (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang