Sendang 28 - Mendekati Klimaks?

3.5K 101 10
                                    

Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya kayang juga.

****

Happy Reading. 😊

Jaka tidak menyangka, bahwa ia menyukai permainan yang dibuat oleh Ridwan. Hingga ia merasa kecanduan dengan permainan barunya itu. Jaka bahkan tidak memedulikan nasib Nawang yang setiap hari digilir oleh para lelaki hidung belang. Hilang sudah rasa simpati dalam Jaka dan ia tidak peduli.

Tidak ada yang menyangka jika ia tega menjual Nawang pada teman-temannya.

Hasutan Ridwan serta ekonomi Jaka yang semakin tipis membuat pemuda itu nekat menjual Nawang pada lelaki hidung belang. 

Penolakan jelas dilayangkan Nawang ketika Jaka dengan seenaknya meminta perempuan itu untuk melayani lelaki yang bertandang ke apartemennya. Namun, Jaka dan Ridwan tak menghiraukan, mereka tetap memaksakan kehendak. Bahkan dengan cara mengancam dan menyiksa Nawang.

Jaka tanpa rasa belas kasih mengikat kedua tangan Nawang pada ujung ranjang. Hingga Nawang menyerah lantaran tak bisa melepaskan diri atau sekedar melakukan perlawanan.

Setiap hari, Ridwan dan Jaka akan berganti tugas untuk menjaga Nawang di apartemen. Mereka tidak ingin mengambil risiko jika perempuan itu kabur ketika keduanya pergi ke kampus.

Jaka fokus memerhatikan ke layar proyektor di depan kelas, menatap dosen yang tengah sibuk memberikan materi. Hingga terdengar suara Vyn yang berbisik memanggil namanya.

"Jak ...."

Menoleh, Jaka melihat Vyn yang menunduk sembari berbisik di telinganya. Rupanya Vyn tak ingin ketahuan dosen lantaran tidak memerhatikan kelas.

"Apaan?"

"Gue denger lu jadi ayam kampus, ya?"

"Maksud lu?" Jaka bingung dengan pertanyaan yang diajukan oleh Vyn. "Lu kata gue gigolo gitu?"

Rasanya Jaka ingin memaki atau justru tertawa atas tuduhan yang diberikan oleh Vyn padanya. Tuduhan itu sangat tidak beralasan, lantaran Jaka bukan ayam kampus melainkan mucikari.

Hingga akhirnya Jaka sadar, sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya kayang juga. Sepintar-pintarnya Jaka menutupi, semua orang tetap akan tahu juga. Namun, selama ia masih bisa menjaga rahasia, maka ia akan menutup mulut serapat mungkin.

"Waduh, gue salah, Jak. Sorry," kekeh Vyn sepelan mungkin. Pemuda itu salah istilah rupanya.

"Maksud gue, lu sekarang jadi mucikari, ya?"

"Jauh amat typo lu, Vyn," bisik Jaka.

Jaka kembali menoleh ke arah papan tulis ketika menemukan pandangan dosen mulai beralih padanya. Tak ingin mencari masalah, Jaka memilih mengabaikan Vyn yang rupanya telah kembali fokus ke depan.

***

Kondisi kantin kampus terlihat ramai. Beberapa mahasiswa tengah berebut untuk memesan makanan yang ada di kantin.

"Jadi gimana?" Vyn masih belum menyerah, dia belum mendapat jawaban dari Jaka.

Jaka mengalihkan pandangan dari batagor yang ada di atas meja. Perutnya melakukan unjuk rasa ketika pagi tadi tidak menemukan makanan di atas meja makan. Nawang kini tak bisa lagi diharapkan. Perempuan itu selalu kelelahan setelah melayani beberapa pelanggan. Bahkan, Jaka pun tak mau kalah dan masih ikut andil dalam permainan.

"Gimana apanya?"

"Yang gue tanya tadi. Bener apa kagak?"

Jaka menusuk batagor dengan garpu sebelum memasukkan ke dalam mulutnya. Tak ada jawaban keluar dari mulut pemuda itu karena penuh dengan makanan.

Merasa diabaikan, Vyn mendengkus kesal. Ia sudah menunggu lama untuk jawaban yang mengganggu isi kepalanya.

"Lu denger dari siapa?" Jaka balik melempar pertanyaan.

Jaka merasa Vyn mulai gemas dengan tingkah Jaka. Mungkin temannya itu berpikir, apa salahnya ia menjawab iya atau tidak.

"Dari mulut orang, itu pasti." Vyn mencoba bermain kata. Jaka tahu itu, dan ia tak akan mengalah.

"Ya udah kalau gitu."

Tak ingin menanggapi, Jaka kembali menikmati batagornya. Mengabaikan keberadaan Vyn yang mulai mengganggu acara makannya. Tidak tahukah pemuda itu jika ia tengah kelaparan?

"Apa salahnya buat lu jawab sih, Jak? Tinggal bilang iya atau kagak, susah amat," kesal Vyn.

Jaka menatap Vyn tajam, temannya itu terlalu ingin ikut campur dengan urusan orang lain.

"Lu juga nggak susah buat sebutin siapa yang sebarin fitnah itu!" Jaka berkata tajam.

Jaka dan Ridwan telah sepakat. Mereka tidak menjual Nawang pada anak-anak di kampus. Jaka menilai itu akan buruk bagi reputasinya, sementara Ridwan berpikir anak kuliahan tidak akan sanggup membayar mahal tubuh Nawang. Akan rugi jika keindahan Nawang cuma dihargai ratusan ribu.

"Jadi itu nggak bener, ya?"

Jaka hanya mengangguk, mulutnya sibuk mengunyah batagor.

Jaka melirik Vyn yang tengah meneguk air mineral dengan cepat. Jaka mencium keanehan pada diri Vyn, temannya itu terlihat gusar, tidak seperti biasanya.

"Lu kenapa, Vyn? Nggak kaya biasa aja."

Jaka bisa melihat raut kesal di wajah Vyn. Hingga pemuda itu menyampaikan satu fakta mengejutkan. Terutama untuk dirinya.

"Gue putus sama Shan." Ada nada getir dalam ucapan Vyn, Jaka tahu itu.

"Karena putus sama Shan, gue jadi bingung mau main sama siapa? Sementara lu tau sendiri, Jak. Efek dari perbuatan kita di Ngawi itu, punya gue selalu keras dan butuh pelampiasan. Sementara Shan nggak kuat ngelayani gue di ranjang, jadi dia nyerah dan minta putus."

Miris! Shan minta putus hanya karena tidak bisa melayani Vyn di ranjang. Apa jadinya dengan Nawang yang setiap hari digarap oleh beberapa laki-laki. Ada sedikit rasa syukur dalam diri Jaka lantaran Nawang bukan manusia biasa. Apa jadinya jika perempuan itu hanya manusia biasa? Jaka yakin, Nawang tidak akan sanggup melayani para pria hidung belang setiap malamnya.

"Dan alasan lu tanya gue jadi mucikari ini biar lu bisa pesen cewek buat lu pake gitu?"

Jaka melihat anggukan dari Vyn, artinya analisa yang ia lakukan benar.

Sementara fakta lain yang mengejutkan adalah efek dari berkah yang mereka minta di Ngawi. Jelas itu mengganggu pikiran Jaka. Ia selalu melampiaskan hasratnya pada Nawang, hampir setiap hari. Sehingga Jaka tidak memerhatikan efek samping seperti yang dikatakan oleh Vyn.

"Terus maksud lu tadi apa?" Tak ingin menerka, Jaka mencoba bertanya.

"Yang mana?"

"Soal punya lu yang selalu tegang minta dipuaskan," kata Jaka vulgar.

"Gue pikir lu udah tau, kalau efek samping dari berkah yang kita lakuin di Ngawi itu bikin junior lu tegang setiap malam."

Jaka terdiam. Dia memang tidak tahu. Atau mungkin ia tidak sadar?

Jika dibilang tegang tiap malam, mungkin itu tidak terjadi pada Jaka lantaran miliknya selalu tegang setiap melihat Nawang. Bahkan, mengingat tubuh polos Nawang saja membuat celana Jaka terasa sesak. Sial!

"Emang punya lu nggak gitu, Jak?"

Jaka menggeleng tidak tahu. Tentu saja itu bohong. Jaka tidak ingin Vyn tahu mengenai aktifitas ranjangnya. Saat ini yang perlu ia akukan hanya pulang ke apartemen dan menanyakannya pada Ridwan.

To be continue.

SENDANG (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang