"Bersyukurlah atas hidupmu, itu akan membuat hidupmu lebih berwarna."
🌸🌸🌸🌸🌸
Seorang gadis berseragam putih abu-abu menatap sendu jalanan aspal di depannya. Di tepi jalan raya sambil menunggu angkot seorang diri, airmatanya jatuh begitu saja. Kepalanya semakin tertunduk ketika kenangan tentang hidupnya yang tidak seperti dulu, saat orangtuanya masih ada. Diusapnya airmata dengan kasar dan mulai mengembangkan senyumnya, bahwa ia masih kuat menghadapi semua ini.
Dia adalah Kanaya Syifa Pratama, anak tunggal dari pasangan Ardhani Pratama dan Aysha Dyra Dzahin, ia ditinggal orangtuanya saat menginjak kelas 10 SMA, semuanya berlalu hampir dua tahun karena Kanaya sudah menginjak kelas 12 SMA. Diumurnya sekarang yang menginjak 16 tahun –karena Kanaya sekolah lebih awal- , ia banyak mengalami kesulitan dalam hidup.
Angkot yang ia tunggu telah berhenti tepat di depannya, ia segera masuk dan duduk tenang.
*****
Angkot yang dinaikinya berhenti tepat di seberang Kafe Jingga, Kafe tempat ia bekerja selama satu tahun terakhir, bukannya ia tak memiliki harta karena harus bekerja. Tetapi, uang peninggalan orangtuanya harus ia pakai nanti setelah ia masuk Universitas. Bukan dengan uang yang sedikit agar ia bisa masuk Universitas favoritnya.
Kanaya menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan agar dapat bisa menyebrang.
Sambil menghembuskan napas perlahan, Kanaya masuk ke dalam kafe lewat pintu belakang dan menyapa rekan kerjanya yang sudah datang lebih dulu.
"Selamat siang Winda," sapa Kanaya sambil tersenyum ketika Winda berjalan melaluinya.
"Eh Naya, cepat ganti baju gih, kafe lagi rame banget tuh."
"Siap Winda."
Kanaya segera berlari menuju kamar mandi untuk mengganti seragam sekolahnya. Padahal niatnya tadi, Kanaya ingin makan siang dengan bekal yang sudah ia buat di rumah. Tapi kafe hari ini sedang ramai dengan anak sekolahan sepertinya yang nongkrong sehabis pulang sekolah.
"Lambat banget sih jadi orang," omel seorang cewek dengan make up tebal yang bediri sambil menyilangkan tangannya di depan dada saat Kanaya membuka pintu tempat ia berganti tadi.
Kanaya memberi senyum canggung pada rekan kerjanya yang telah lama bekerja di sini. "Maaf Mbak, tapi aku nunggu angkot buat ke sini tadi agak lama."
"Alah, pasti cuman alasan lo aja biar bisa santai-santai dulu sebelum kerja, 'kan?"
Apalagi ini Tuhan, ucap Kanaya dalam hatinya.
"Maaf Mbak Amel, tapi saya permisi dulu, karena di luar lagi banyak pelanggan." Kanaya segera berlalu dari hadapan Amel dan tangannya langsung dicengkram dengan erat oleh Amel yang menatap sinis.
"Jadi anak baru di sini jangan songong! Sebagai junior di sini, harusnya lo datang lebih awal jangan telat terus."
"Ada apa ini?" tanya seseorang tiba-tiba yang mengagetkan keduanya.
Amel segera melepaskan cengkramannya dan tersenyum sambil berkata, "Pak Angga bisa tanyakan sama Kanaya. Kalau gitu saya permisi Pak."
Angga menatap Amel dengan pandangan kesalnya. "Pengen banget gue pecat tuh orang."
"Sabar, Pak."
"Berapa kali gue bilang Nay, panggil Kakak, jangan Pak. Kesannya gue kayak tua bangka aja."
"Tapi kan Pak, eh. Kak Angga maksud saya. Kak Angga 'kan manajer di sini."
"Terus kalau saya manajer kenapa? Lagian umur saya 22 tahun, gak se-tua itu untuk dipanggil Bapak." Kanaya tersenyum menatap Angga yang juga tersenyum menatapnya. Inilah alasan Kanaya suka bekerja di sini, karena Angga bukanlah orang yang suka se-enaknya dengan jabatan yang dimilikinya.
"Kalau sudah, saya pamit kerja dulu ya, Kak."
"Semangat kerjanya ya Nay, kalau capek jangan sungkan untuk istirahat," ucap Angga dengan lembut dan mengacak-ngacak puncak kepala Kanaya.
*****
Pukul 23.00, Kanaya keluar dari kafe dengan wajah yang sangat kusut. wajahnya sudah seperti baju yang tak pernah disetrika.
"Udah jam 11 malam, jam segini mana ada angkot atau ojek," desah Kanaya, malam ini Kanaya pulang lebih larut daripada biasanya, karena ia merasa tidak enak kalau terus-terusan tidak membantu temannya membereskan kafe.
"Kayaknya gak ada jalan lain selain pulang jalan kaki."
Kanaya melangkahkan kakinya dengan pelan, daripada sibuk mengeluh, ia tak akan sampai ke rumahnya dengan cepat. Dengan senyum kecil, Kanaya sesekali memejamkan matanya untuk merasakan hawa dingin yang memeluknya.
"Kanaya," panggil seseorang yang datang dengan bunyi motor yang berhenti tepat di sebelah Kanaya.
"Eh, Kak Angga. Kenapa?" tanya Kanaya dengan heran.
"Pulang ikut gue aja ya Nay, lagian gak ada angkutan umum juga."
Kanaya mengangguk pelan, karena ia juga tidak berani jika harus pulang dengan jarak 3 km dengan jalan kaki,dan sendirian pula. Bukan karena jarak sebenarnya, tapi ia takut harus menghadapi orang-orang aneh saat hampir tengah malam begini.
*****
"Makasih banyak Kak atas tumpangannya, maaf gak bisa ngajak mampir, karena ini udah tengah malam. Aku cuma nggak enak nanti jadi bahan omongan tetangga."
"Gue tau kok Nay, gue pulang dulu. Bye."
Kanaya melambaikan tangannya dan berucap pelan, "Hati-hati di jalan kak."
Angga menganggukan kepalanya dan tersenyum menatap Kanaya. Setelah motor yang dibawa Angga tak terlihat, Kanaya melangkah masuk.
"Aku pulang," ucap Kanaya pelan, ia lupa bahwa tidak akan ada yang menyambutnya setelah mengucapkan kata itu.
Kanaya melangkah perlahan menuju kamar yang satu-satunya yang di miliki oleh kost-an sederhananya. Ruang tamu yang kecil yang beralaskan tikar tepat di depan kamar Kanaya dan jika lurus sedikit saja sudah sampai di dapur dan kamar mandi.
Kanaya perlahan melepas tas sekolahnya dan menaruhnya di samping kasur, tanpa melepas baju kaosnya, Kanaya duduk di kasur dan mengambil bingkai foto yang sengaja ia taruh di bawah bantal.
"Ma, Pa. Kanaya rindu kalian," lirih Kanaya yang mengusap bingkai foto yang terdapat foto kedua wajah orang tuanya.
"Kenapa secepat itu kalian ninggalin Kanaya."
"Kanaya di sini sendirian Ma, Pa. Tapi, Mama dan Papa yang tenang di sana ya. Di sini Kanaya berusaha hidup bahagia tanpa kalian. Maaf Kanaya belum bisa datang ke makam kalian akhir-akhir ini. Tapi Kanaya janji, setelah Kanaya libur kerja. Kanaya akan mengunjungi kalian," ucap Kanaya yang memeluk bingkai foto dan menangis dengan mata terpejam.
"Tunggu Kanaya di sana ya Ma, Pa."
🌸🌸🌸🌸🌸
Hallo 🙋, maaf telat update. Biasanya up siang atau pagi ya kan 😂 tapi ini kan tetap hari Rabu. Maaf telat karena ada beberapa urusan yang aku urus.
Btw, karena aku terlambat up. Aku bakal up dua chapter/bab. *siapayangseneng?*
Jadi, Baca ini dulu. Gak lama habis baca ini bakal ada 1 Bab menyusul.
Makasih buat yang setia baca LdP 💕
Kritik dan sarannya guys..
Sehabis baca, Voment ya. 💕
Rabu, 11 April 2018.
Binuang, Kalimantan Selatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka dalam Perjodohan
RomanceKanaya, gadis yang berusia 17 tahun. Ia harus menerima kerasnya takdir di hidupnya karena wasiat dari orangtuanya. Perjodohan dengan pria bernama Arka, membuat Kanaya mendapatkan goresan luka di hatinya. "Mencintaimu seperti menggenggam sebuah pis...