Bab 4

145 5 3
                                    

"Aku tidak ingin berburuk sangka pada takdir. Baik dan buruknya takdir. Kuyakin, itu adalah yang terbaik untukku."

🌸🌸🌸🌸🌸

"Haha...."

Terdengar gelak tawa di kelas XII IPS 2 yang sedang ada jam kosong saat ini. Tawa itu berasal dari Elina yang berhasil mengerjai Dimas dengan cara melemparkan kunci milik Dimas ke arah Dewi -teman jail Elina di kelas- yang direspon baik oleh Dewi.

"Balikin kunci gue El," teriak Dimas yang berlari mengejar Elina dan Dewi.

"Ambil sini kalau bisa," ejek Elina yang menjulurkan lidahnya ke arah Dimas yang membuat cowok itu semakin kesal.

"Lempar El, ada Dimas tuh," teriak Dewi yang langsung dijawab Elina dengan lemparan kunci ke arahnya.

"Duh... duh... sakit tau Dim," jerit Elina yang tangannya di genggam erat oleh cowok yang memiliki manik cokelat.

Dimas tertawa sinis, "Hahaha.. lagian jail banget sih jadi cewek."

Elina segera mengabsen satu persatu murid di kelasnya dan matanya langsung berbinar cerah saat matanya menatap Kanaya yang sedang mengobrol dengan Tian di belakang kelas.

"Kanaya! Lihat nih, Dimas nyakitin gue," adu Elina yang berhasil membuat Dimas menatap gadis yang sekarang berada di belakang kelas.

"Kalian ada apa lagi sih, ribut terus deh."

Dimas langsung menggelengkan kepalanya. "Bukan gue, tapi sahabat lo ini Nay yang jahilin gue duluan."

"Huftt... Aku angkat tangan deh kalau ngurusin kalian, udah ah kalau mau ribut jangan ajakin aku. Aku mau bahas tentang kerja kelompok dulu," ucap Kanaya yang mengabaikan dua orang yang sedang berkelahi, tak jauh dari tempatnya itu.

"Yah, Naya." Elina menatap sahabatnya itu dengan pandangan kesal.

"Sini, mana kunci gue."

"Tuh ada di Dewi.Btw, Dewi udah kabur keluar tuh Dim," tunjuk Elina.

"Dewi!" teriak Dimas yang langsung mengejar cewek itu keluar kelas.

*****

"Jadi, besok kerja kelompok di mana?" tanya Elina menatap satu persatu wajah teman satu kelompoknya.

Sesudah istirahat dari kantin, kelompok yang terdiri dari Kanaya, Elina, Dewi, Dimas, dan Tian berkumpul di kelas untuk membicarakan tempat untuk mengerjakan tugas seni budaya.

"Di rumah Naya aja gimana? Kita kan gak pernah main ke rumah kamu Nay," sahut Dewi yang membuat Tian, dan Dimas mengangguk.

"Gue setuju sih sama ucapan Dewi," ucap Tian.

"Tapi maaf, jangan di rumahku ya, please." Kanaya memohon sambil menatap teman-temannya dengan pandangan bersalah.

Elina tersenyum saat Kanaya menatapnya. "Gimana kalo kita ngerjainnya di luar aja. Jadi 'kan lebih enak tuh bisa nongkrong."

"Eh, ide Elina bagus juga tuh. Jarang-jarang kan kita kerja kelompok di luar gini," kata Dimas dengan semangat menggebu-gebu.

"Oke. Jadi, besok kerja kelompok di mana nih?" tanya Dewi.

"Di deket taman kota aja gimana? Katanya di sana ada tempat nongkrong yang bagus loh," ucap Tian, yang kebetulan cowok itu adalah anak yang suka sekali nongkrong dan sangat up to date tentang tempat yang bagus di kalangan anak muda.

Semuanya mengangguk setuju dan kembali ke bangku masing-masing, karena Pak Yono yang mengajar sejarah sudah masuk ke kelas mereka.

*****

Luka dalam Perjodohan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang