Bab 6

114 4 15
                                    

"Kamu bagai sebilah belati yang mencengkram dada. Tapi, aku yang bodoh tak mampu melepaskan cengkramannya."

🌸🌸🌸🌸🌸

Sudah seminggu waktu berlalu, saat makan malam pertama kali bersama keluarga Tante Reni, sejak peristiwa meninggal orangtuanya. Entah kenapa, sehabis pulang dari rumah Arka. Besok-besoknya, Tante Reni atau Arka selalu menjemputnya sehabis pulang sekolah. Ya walaupun ia sadar, Arka melakukan itu demi mamanya.

"Gak mau balik ke sekolah Nay?" tanya Elina yang menatap Kanaya bingung.

Pasalnya, mereka hanya izin mengambil baju olahraga Elina yang tertinggal di rumah. Akan tetapi, mereka baru saja dapat kabar kalau guru yang mengajar pelajaran olahraga sedang berhalangan hadir. Jadilah jam kosong di kelas mereka.

Dan di sinilah mereka berada, di kamar Elina.

Kanaya menggeleng. "Gak usah."

"Kenapa?"

"Aku cuman takut ntar di gerbang sekolah ada Tante Reni atau Kak Arka."

Elina tertawa, "Cuma gara-gara itu?"

"Aku cuma males aja, habisnya telingaku udah pengang dengar omelan Kak Arka. Padahal 'kan bukan keinginan aku buat ke rumahnya."

Elina menghembuskan napas pelan, ia sangat mengerti apa yang diucapkan sahabatnya. Arka walaupun berwajah tampan, tapi kata-katanya pada Kanaya setajam pisau dapur milik mamanya.

"Oke. Kali ini aja ya Nay. Bukan apa-apa sih, tapi gue mau lo nyelesain soal ini sama Kak Arka."

"Siap. Bosque."

******

"Permisi Pak," ucap seorang pria berkemeja putih rapi dan celana kain berwarna hitam.

Seorang satpam yang berada di pos tersentak kaget, "Iya Mas Arka. Cari Mbak Kanaya bukan?"

"Iya Pak. Kok saya gak lihat dia keluar dari gerbang ya?"

Satpam yang berdiri di depan Arka hanya menggaruk kepalanya bingung. "Tadi pas istirahat kedua, Mbak Kanaya pergi sama temennya katanya mau ngambil baju olahraga. Tapi sampai sekarang gak balik-balik."

Arka mengerti sekarang, dan lebih mengerti lagi bahwa ia telah membuang waktu berharganya untuk bekerja, hanya demi gadis yang ingin sekali mamanya temui itu. 'sialan lo, dasar bocah,' maki Arka dalam hati.

"Kalau gitu saya permisi, Pak. Makasih."

"Iya Mas. Sama-sama."

*****

"Aku pamit pulang ya Li," ucap Kanaya saat dirinya sudah berada di ambang pintu.

"Dianterin Bang Varo ya Nay," saran Elina yang langsung ditolak Kanaya dengan menggelengkan kepalanya.

"Gak usah Li, takut ngerepotin Abang kamu. Abang kamu kan lagi sibuk sama tugas kuliah dan kerjaan kantornya."

Elina menggelengkan kepalanya. "Udah tunggu di sini. Bang Varo pasti gak keberatan nganterin kamu kok."

"Tap-" ucapan Kanaya terputus saat ia tahu, Elina benar-benar memanggil Sang Abang untuk mengantarnya pulang.

"Ayo Nay," ucap seorang pria yang baru keluar dari pintu rumah dengan baju kaos lengan pendek dan celana jeans selutut.

Elina mendorong Kanaya agar berjalan sejajar dengan Abangnya. "Udah sana sama si Abang. Babay Kanaya."

"Bye Li."

Terjadi keheningan ketika kedua insan berbeda jenis kelamin ini duduk di dalam mobil.

"Rumah kamu masih yang kemarin itu kan, Nay," ucap Varo yang memecahkan keheningan.

Kanaya mengangguk meng-iyakan. "Iya, Bang."

"Gimana sama sekolah kamu?"

"Alhamdulillah. Baik-baik aja, Bang."

Kanaya merutuk dalam hati atas suasana di dalam mobil sekarang. Benar-benar absurd.

Lima belas menit dalam keheningan menghantarkan Kanaya pada rumah yang kini ia tinggali.

"Makasih sudah mau repot-repot antar Kanaya, Bang." Setelah mengucapkan itu, tangan Kanaya ingin membuka pintu mobil tapi lengannya langsung ditahan oleh Varo.

Kanaya mengernyit heran. "Ada apa, Bang?"

"Apa perasaan kamu masih tetap sama Ay?" tanya Varo yang menatap teduh manik mata Kanaya.

Ia mengerti kemana arah pembicaraan Varo. Tapi inilah ia yang tak suka dari pria yang lagi menatapnya. Pria itu selalu mengungkit tentang perasaan saat lagi berduaan dengannya.

"Maaf, Bang. Tapi semuanya masih sama."

"Apa karena pria di depan sana," ucap Varo yang menatap lurus pada pria yang menatap tajam ke arah mobilnya.

Kanaya menggeleng pelan. "Bukan."

"Terus, kenapa ada pria di depan rumah kamu sekarang?"

Kanaya menghembuskan napas pelan, "Dia itu Kak Arka. Anak dari sahabat orangtuaku."

"Apa kalian dijodohkan."

Kanaya tertawa pelan. "Dijodohkan? Gak mungkin orang tuaku ikut-ikutan dengan namanya perjodohan."

"Siapa tau, Nay."

"Aku pamit ya, Bang. Makasih atas tumpangannya. Apa Abang mau mampir?" tawar Kanaya yang diangguki oleh Varo.

Keduanya keluar dari mobil dan berjalan mendekat ke arah Arka.

"Kemana aja lo?" tanya Arka saat Kanaya berdiri tepat di depannya.

Kanaya menundukkan kepalanya, tak berani menatap manik mata Arka yang menatapnya tajam. "Dari rumah temen Kak."

"Masih bocah aja suka keluyuran, ini udah jam berapa. Kenapa pulangnya sama cowok? Jangan-jangan kalian main-main dulu baru pulang. Masih inget rumah lo."

"Stop Kak. Aku cuman main ke rumah Elina. Ini Bang Varo, Abangnya Elina. Kenapa Kakak suka banget nuduh aku, sih. Dan kenapa Kakak masih di sini?" tanya Kanaya dengan napas yang memburu, perlahan-lahan ia menarik napas menenangkan dirinya.

"Gue di sini nungguin lo. Mama gue khawatir. Puas lo," murka Arka yang mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya.

Varo yang hanya menonton dua orang yang berada di samping dan depannya berdebat, mulai membuka suaranya, "Ngomong sama cewek yang lembut dong. Gak sopan banget."

Merasa omongan Varo di tujukkan untuknya, membuat Arka memalingkan wajahnya. "Lo siapa? Gak usah ikut campur."

"Santai dong Mas, lebih baik anda pulang. Jangan temuin Kanaya lagi."

"Lo emang siapanya ngatur-ngatur gue?" tanya Arka yang menunjuk wajah Varo dengan jari telunjuknya.

Varo tertawa sinis, "Gue pacarnya Kanaya."

Kanaya yang mendengar pengakuan Varo yang ia tahu adalah kebohongan, membuat hatinya kecewa. Kenapa harus berbohong. Matanya menatap punggung Arka dengan pandangan sayu, entah kenapa dengan hatinya. Tapi, ada yang berbeda saat ia beradu pandang dengan Arka.

🌸🌸🌸🌸🌸

Ini dia update-an yang kedua di hari ini.

Semoga makin betah sama LdP 🙇

Thanks for read. Habis baca vote dan komen ❤

Minggu, 29 April 2018
Binuang, Kalimantan Selatan.

Salam💕
tasyaauliah_

Luka dalam Perjodohan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang