4. Maaf . . .

304 24 3
                                    

- Elisa's POV -

" Kau harus minta maaf padanya "

" Tidak mungkin Vanessa " kamu berdua sedang berada jauh dari kerumunan sehingga tidak ada yang mendengarkan percakapan kami.

"Apanya yang tidak mungkin ? Ayolah Elisa dia itu orang terkenal bagaimana kalau dia menuntutmu karena kau sudah menendangnya ? Dan yang lebih parah lagi kalau sampai Bu Jasmine tau dia akan memecatku, aku akan jadi gelandangan dan kau akan di depak dari negara ini. Kau tidak mau itu semua terjadi kan ?" Aku rasa tidak akan seburuk itu. Kenapa Vanessa selalu berlebihan dalam memandang sesuatu ?

" Aku juga bisa menuntut dia balik, karena dia sudah mengintipku, itu sama saja dengan pelecehan " Aku menjawab santai.

" Tidak akan ada orang yang percaya padamu Elisa, kau tahu bahkan semua wanita akan dengan sukarela telanjang didepan Rico, dia tidak perlu repot - repot mengintipmu" Apa -apaan itu. Itu pelecehan, aku tidak sejelek itu, lagi pula aku juga punya hak untuk menuntutnya. Apa dia seterkenal itu ?

" Sudahlah, kali ini kau harus mengikuti kataku tidak ada lagi penolakan " Belum sempat aku membantah Vanessa sudah menarik tanganku ke arah kerumunan orang - orang asing itu.

" Ah itu dia Rico, ayo cepat kita menemuinya " Aku menahan langkahku. Aku tidak mungkin minta maaf pada bajingan itu. Bisa jatuh harga diriku. Memangnya kenapa kalau dia adalah seorang artis. Aku tidak peduli.

" Ini tidak perlu dilakukan Vanessa. Coba kau pikir ini lebih baik daripada dia tau namaku. Sudahlah, aku yakin pria amoral itu sudah melupakan apa yang terjadi-- "

" Hai " Sial, sial, sial !!!

" Ohh h..ha..hai Rico " Laki - laki brengsek itu sudah berdiri tepat dihadapanku dan Vanessa saat ini. Menampilkan senyum sok tampannya kepada kami.

* * * * *

- Enrico's POV -

Aahh ya gadis itu lagi. Aku melihatnya tidak jauh dari tenpat ku berdiri sekarang. Dia terlihat sedang berbincang dengan temannya. Tiba - tiba aku sudah merasakan diriku berjalan kearahnya. Bahkan kaki ku sudah punya pikirannya sendiri.

" Hai " Mata gadis cantik itu membesar membuat mata cokelat gelapnya menjadi lebih indah. Dia tampak tidak senang melihatku. Dalam waktu singkat dia juga pasti akan sangat senang melihatku.

" Ohh h..ha..hai Rico " Aku terlalu fokus pada gadis cantik itu sampai - sampai lupa kalau ada temannya disini.

Aku mengulurkan lenganku untuk berkenalan. Bodoh sekali sampai sekarang aku belum tahu siapa nama gadis berambut panjang berawanya cokelat gelap yang aku kagumi. Tapi dia hanya memandang tanganku dengan tampang jijik. Hei apa yang salah denganku.

" Oh tidak maafkan dia " Aku hanya tersenyum dan menyalami gadis yang tidak kalah cantik dengannya. Mereka berdua cantik tapi kecantikan mereka berbeda.

" Enrico Gianluka, kau bisa memanggilku Rico "

" Tentu aku tahu siapa dirumu, semua tahu siapa kau bukan, Aku Vanessa Alice. Senang berkenalan denganmu " Aku tersenyum tipis sambil melirik kearah gadis cantik yang wajahnya sudah terlihat lebih kesal daripada sebelumnya.

" Dan dia adalah Elisamarie Addison kau bisa memanggilnya Elisa, dia adalah temanku " Senyumku melebar.

" Hai Elisa "

" Jangan menyebut namaku. Aku tidak sudi namaku disebut oleh laki - laki brengsek sepertimu-- Aaawww "

Aku meringis melihat dia berteriak kesakitan.

" Aah maafkan dia Rico, dia baru datang ke Indonesia jadi dia tidak mengetahui siapa kau. Dan mulutnya memang salah satu hal dari dia yang tidak bisa diatur " salah satu ? Berarti ada beberapa hal lagi yang sulit diatur ? Aku semakin penasaran untuk mengenalnya.

" Apa yang kau katakan Vanessa? Kau harusnya membelaku bukan membela bajingan ini. Dia sudah mempermalukan ku dihadapan semua orang dengan cara menci-- " Gadis itu menghentikan kalimatnya, ini menjadi semakin menarik.

" Menci apa Elisa ? " Ah lihat pipi menggemaskan itu memerah karena pertanyaanku. Ingin rasanya aku menggigt pipi yang merona itu.

" Terserahlah intinya kau harus membelaku " Gadis lain yang bernama Vanessa menatap marah kearah gadisku. Oh tidak bukan gadisku, setidaknya belum. Hatiku mengembang entah kenapa.

" Baiklah langsung ke intinya. Elisa ingin minta maaf padamu "

" Tidak akan "

" Elisa !! "

Minta maaf untuk apa ? Seharusnya aku yang minta maaf.

" Kau sudah menamparnya kau harus minta maaf " Tamparan itu. Aku rasa tamparan itu tidak terlalu keras, tidak sampai melukaiku.

" Baiklah baiklah. Kau pria 'tidak tahu aturan' aku minta maaf karena telah menaparmu " Elisa membalikan badannya untuk segera pergi. Tunggu aku tahu apa yang harus aku lakukan.

" Tunggu. Kau tidak berpikir aku akan memaafkanmu begitu saja kan ? "

"Apa maksudmu ? Aku sudah minta maaf dan semuanya selesai"

" Selesai ? Tidak semudah itu Elisa. Kau harus melakukan sesuatu. " Elisa bergidik ngeri aku tahu itu.

" Melakukan apa ? Aku tidak mau melakukan apapun yang kau inginkan. Dan jangan harap kau bisa melaporkan ku ke polisi hanya karena hal ini"

"Kata siapa aku tidak bisa ?" Elisa mengerutkan kedua alisnya.

"Ayahnya adalah seorang pengacara hebat Elisa tentu dia bisa" Elisa menatap tak percaya kearah Vanessa. Tentu ayahku adalah orang yang hebat. Kalau ayahku bukan seorang pengacara mungkin aku sudah dipenjara sekarang karena kesalahan - kesalahanku.

" Baiklah sekarang apa yang kau inginkan ? " Elisa mendengus kesal.

" Mendekatlah, kau tidak mau kan semua orang mendengar pembicaraan kita dengan jarak sejauh ini bukan ? " dia terlihat ragu. Kemudian berjalan pelan menghampiriku. Wangi parfume nya berbaur dengan udara disekitarku. Aku rasa sebentar lagi aku akan terbiasa dengan wangi dari parfume nya.

Dia berhenti berjalan tapi aku rasa jaraknya masih terlalu jauh denganku. Jadi aku berinisiatif memperpendek jaraknya. Dia terlihat tidak senang. Tapi tidak menghindar.

Kudekatkan bibirku ke telinganya. Dengan jarak sedekat ini aku bisa merasakan ketegangan yang dia rasakan. Jika lebih dekat lagi mungkin aku bisa mendengar suara detak jantungnya. Dan yang paling penting kedekatan ini menyiksaku dan Rico Junior.

" Apa ? Tidak mungkin. Aku tidak mau "

" Tentu saja dia mau " Vanessa berada dipihakku. Aku akan menyukai Vanessa sepertinya. Aku memang tidak memberi tahunya. Tapi aku pikir dia percaya padaku.

" Apa - apaan kau ? Tidak aku bilang tidak ya tidak ! "

" Ya dia akan melakukan apapun yang kau inginkan" tidak ada keraguan didalam kalimatnya.

" Aargghh terserah. Aku mau pulang " Elisa pergi menjauhiku sambil mengucapkan sumpah serapahnya.

" Maafkan dia. Terkadang dia memang kekanak -kanakan "

" Tidak masalah. Bolehkah aku minta homor mu ? " Vanessa membuka tas tangan yang dipegangnya dan menyerahkan sebuah kartu nama. Mungkin dia adalah salah satu karyawan ibuku. Mengingat logo majalah ibuku tertera di kartu nama itu.

" Terima kasih "

" Sama - sama. Kalau boleh aku tahu, apa yang kau inginkan ? " Aku tersenyum tipis.

" Tanyakan saja kepada Elisa " Vanessa tersenyum sopan, dan pergi menyusul Elisa.

# # # # #

Officially YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang